Roemah Bhinneka Surabaya dan JIAD Jatim Kupas Tuntas Spiritualitas Bung Karno

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Berbicara mengenai Bung Karno tentu tidak bisa lepas dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila sebagai filsafat dasar negara mengokohkan bagaimana Indonesia itu beragam dan bhinneka yang oleh Bung Karno diambil dan terinspirasi oleh Mpu Tantular yaitu, "Bhinneka Tunggal Ika".
Bhinneka Tunggal Ika sendiri memiliki semangat untuk senantiasa memiliki spirit dan semangat untuk senantiasa rekonsiliasi, bersatu pada Majapahit kala itu sehingga menginspirasi Bung Karno dan harapannya semakin mengokohkan ke-Indonesia-an kita sekarang untuk dapat senantiasa diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini.
Advertisement
Semangat itulah yang terwadahi juga pada acara Webinar Roemah Bhinneka Surabaya dan Jaringan Islam Anti Diskriminasi Jawa Timur (JIAD Jatim) bertema Haul Bung Karno Ke-50: Belajar dari Spiritualitas Melintas-Batas Bung Karno: Bhinneka Tunggal Ika Mengokohkan Ke-Indonesia-an, Selasa (23/6/2020).
Menghadirkan beberapa pembicara dan penanggap melintas suku, agama, ras, golongan, profesi, dan lain-lain.
Eva Kusuma Sundari, selaku politisi perempuan mengatakan bahwa Bung Karno menginspirasi untuk perempuan setara dengan laki-laki. Bahkan dalam karya Sarinah, Eva menekankan bahwa Bung Karno adalah seorang feminis juga.
I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, selaku Tokoh Muda Hindu dan DPD Utusan Daerah Bali berkata bahwa Bung Karno sangat unik karena tetap membawa ke-Hindu-annya dengan senantiasa membawa bahasa Sanskerta, simbol-simbol Hindu-Majapahit yang menjadi simbol negara, termasuk hadiah Istana Negara di tempat suci Bali yakni di Tirta Empul.
"Bahkan, Bung Karno tidak bisa dilepaskan dengan kebiasaan beliau membaca Bhagavadgita, cerita Mahabaratta, dan lain-lain," terangnya saat dikonfirmasi, Rabu (24/6/2020).
Bambang Noorsena, selaku budayawan dan penulis buku "Religi dan Religiusitas Bung Karno" mengatakan bahwa Bung Karno memiliki keunikan sendiri karena Bung Karno sejak kecil memiliki gaya hidup yang pluralis dan itu diterapkan dalam kehidupan praksisnya juga, termasuk dalam kehidupan sosial dan kebudayaannya yang melintas batas tersebut. Bahkan Bambang mengatakan bahwa miniatur Indonesia yang plural itu termanifestasikan dalam diri Bung Karno itu sendiri.
Aan Anshori, selaku pendiri Jaringan Islam Anti-Diskriminasi Jawa Timur dan anggota GUSDURian Jawa Timur mengatakan bahwa Bung Karno adalah sosok yang eksentrik dalam sufisme beliau sebagai seorang muslim yang benar-benar Indonesia.
Bung Karno juga sempat hidup dalam diskriminasi dan juga kehidupan yang tidak menyenangkan justru membuat Bung Karno semakin merekatkan banyak kalangan agar tidak semakin tercerai-berai melainkan semakin menyatukan semuanya.
"Hal ini dibuktikan ketika Bung Karno yang senantiasa merangkul banyak kalangan mulai dari nasionalis, religius, orang kecil, dan lain-lain," ujar Aan.
Timotius Arifin, selaku Rohaniawan Kristen Karismatik yang ada di Denpasar, Bali mengatakan bahwa Bung Karno adalah ciri-ciri orang yang senantiasa mengutamakan persatuan dan kesatuan. Oleh karenanya, semangat Bung Karno itu jangan sampai pudar oleh semangat politik identitas tertentu yang justru akan memecah-belah anak bangsa Indonesia sendiri.
Sasono "Didik" Setyadi, seorang alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya yang sekarang menjadi pemerhati politik Indonesia mengatakan bahwa semangat cinta tanah air Indonesia ini perlu ditanamkan kembali ke dalam kehidupan birokrasi Indonesia.
Artinya, orang-orang yang menjadi wakil rakyat Indonesia perlu memiliki semangat kolektivitas-kebersamaan dan bukan semangat partikularitas atau kelompok-kelompok tertentu sebab intisari Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila itu juga harus dihidupi dalam kinerja birokrasi para birokrat kita juga.
Webinar ini juga ditanggapi oleh beberapa tokoh, aktivis, dan para profesional yang lain seperti Chrysta Andrea selaku Rohaniawan Kristen Gereja Kristen Jawi Wetan, Balewiyata-Malang, Woro Wahyuningtyas Aktivis Perempuan dan Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen - JKLPK, I Wayan Legawa selaku Kepala Pusat Studi Pancasila dan Multikultural Universitas Kanjuruhan Malang, dan lain-lain.
Pada akhirnya, webinar ini memberikan kesimpulan dan ajakan yakni bicara tentang Bung Karno, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya pada bulan Juni saja melainkan senantiasa terus relevan.
Bahkan ada gagasan dari peserta bahwa perlu ada filsafat atau mata pelajaran atau mata kuliah tentang khusus pemikiran-pemikiran Bung Karno yang akan tetap relevan bagi bangsa Indonesia ini.
Selain itu, webinar ini juga mengajak untuk semangat saling berpikir dan bertindak lebih bersama, kolektif, sekaligus berpikir yang semakin melampaui atau melintasi sekat-sekat suku, agama, ras, dan golongan tertentu demi Indonesia yang kokoh.
Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk mengimplementasikan sifat-sifat Bung Karno. Misalnya dengan membiasakan berpikir luas, universal, plural, majemuk atau kolektif itu melalui pendidikan sejak dini dan itu sangatlah membutuhkan peranan orang tua dan masyarakat yang luas. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |
Sumber | : TIMES Surabaya |