Larang Pembangunan Makam AKUR, Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Angkat Suara

TIMESINDONESIA, CIREBON – Dituduh menjadi tempat pemujaan oleh sejumlah kalangan masyarakat dan pemerintah, pembangunan ‘pasarean’ atau pemakaman Masyarakat Adat Karuhun Urang (makam AKUR) Sunda Wiwitan, Cigugur, Kabupaten Kuningan dihentikan oleh pemerintah Kabupaten Kuningan.
Pemberhentian proses pembangunan yang dinilai tidak masuk akal oleh masyarakat adat Sunda Wiwitan.
Advertisement
Girang Pangaping Adat masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, Okky Satrio Djati, angkat suara menanggapi pemberhentian sepihak oleh Pemkab Kuningan. Dirinya menjelaskan bila pihaknya berencana membangun pemakaman di atas tanah seluas lebih kurang 1 hektar di Curug Go’ong, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan sebagai tempat pemakaman.
"Pemakaman tersebut rencananya diperuntukkan bagi sesepuh kami Pangeran Djatikusumah. Namun pada 29 Juni 2020, Pemkab Kuningan melayangkan surat teguran nomor 300/774/Gakda yang dikeluarkan oleh Satpol PP Kabupaten Kuningan yang isinya meminta agar pembangunan makam dihentikan. Alasannya merujuk pada Perda No 13 tahun 2019 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB)," kata dia saat menggelar konferensi pers di salah satu rumah makan di Kota Cirebon, Jum'at (17/7/2020).
Lanjut dia, pada tanggal 1 Juli 2020 pihaknya langsung mengajukan izin untuk pembangunan makam itu setelah dikeluarkannya surat teguran oleh Satpol PP. Bahkan, keluarga adat Sunda Wiwitan sempat mendatangi dan melakukan dengar pendapat dengan DPRD Kabupaten Kuningan sekaligus meluruskan bahwa makam yang dibangun bukan merupakan tempat pemujaan.
"Bagi masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, Cigugur, makam bukanlah tempat untuk berdoa. Karenanya, makam yang akan dibangun nanti bukanlah tempat pemujaan," tegas dia.
Pada tanggal 6 Juli 2020 surat teguran kedua dikeluarkan kembali dengan nomor 300/807/Gakda dimana dalam surat itu terdapat ancaman penyegelan bersama dengan hamparan tanah karena dinilai masih melakukan kegiatan pembangunan.
“Padahal kami tidak pernah lagi melakukan pembangunan, menunggu hingga izin keluar,” ungkap Okky.
Bahkan saat ini sudah keluar surat yang mengatakan bahwa pengajuan IMB mereka ditolak dengan alasan perda mengenai IMB belum memiliki juklak dan juknis mengenai pembangunan makam.
“Kalau yang lain boleh dimakamkan di tanah sendiri, dengan adat istiadat sendiri, salahkah kami jika menginginkannya juga,” ungkap Okky.
Atas dasar hal itu, dirinya menilai masyarakat adat Sunda Wiwitan tidak merasakan adanya keadilan yang merata. Bahkan secara tegas dirinya mengatakan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan telah melakukan diskriminasi terhadap masyarakat adat asli Kuningan ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |
Sumber | : TIMES Cirebon |