PDI Perjuangan Jabar Pastikan Hak Masyarakat Adat Kuningan Terpenuhi soal Polemik Situs Batu Satangtung

TIMESINDONESIA, KUNINGAN – DPD PDI Perjuangan Jabar (Jawa Barat) memastikan hak masyarakat Adat kuningan (Karuhun) Urang Sunda Wiwitan (Akur) di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan terpenuhi dengan baik. Hal itu disampaikan PDI Perjuangan Jabar, menyusul polemik penyegelan pembangunan Situs Batu Satangtung di Blok Curug Goong, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.
Penyegelan dilakukan Satpol Pamong Praja Kabupaten Kuningan pada 23 Juli lalu, dengan alasan pembangunan bakal makam tokoh masyarakat Akur Sunda Wiwitan, Pangeran Djatikusumah, belum melalui prosedur izin mendirikan bangunan (IMB).
Advertisement
Sesuai dengan surat permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Masyarakat Akur Cigugur, bahwa Pembangunan Situs Batu Satangtung, Curug Goong di Desa Cisantana, sebenarnya adalah pusara/makam.
Pembangunan itu mendapat penolakan dari masyarakat karena Situs Batu Satangtung dianggap akan digunakan sebagai tempat pemujaan (musyrik). Aksi penolakan tersebut dilakukan baik melalui surat, audiensi ke DPRD, sampai akhirnya terjadinya aksi unjuk rasa dengan sasaran Situs Batu Satangtung.
Untuk menghindari konflik horizontal, maka Bupati Kuningan Acep Purnama menginstruksikan Satpol PP untuk melakukan penyegelan sehingga tidak ada aksi pengrusakan yang dilakukan masa aksi unjuk rasa tersebut.
Ketua PDI Perjuangan Jabar Ono Surono menyatakan PDI Perjuangan Jabar menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Masyarakat Akur Cigugur, komunitas adat-budaya di Jawa Barat dan seluruh Indonesia, atas kejadian penyegelan pembangunan Situs Batu Satangtung, yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan.
"Untuk memastikan hak masyarakat Akur terpenuhi dengan baik, PDI Perjuangan mendorong DPRD Kabupaten Kuningan dan DPRD Provinsi Jawa Barat melalui Fraksi PDI Perjuangan untuk melakukan pendampingan/advokasi kepada Masyarakat Akur Cigugur," tandas Ono Surono dalam rilisnya, Senin (27/7/20).
Ono mengungkapkan pihaknya telah mengundang Bupati Kuningan, Wakil Bupati Kuningan dan Ketua DPRD Kuningan, yang ketiganya adalah kader PDI Perjuangan pada Jumat, (24/7/20) lalu di Bandung. Pihaknya pun sudah bertemu dengan Masyarakat Akur Cigugur yang diwakili oleh Dewi Kanti di Jakarta pada Minggu, (26/7/20) lalu.
Lebih dari itu PDI Perjuangan melalui Surat DPP PDI Perjuangan nomor 1374/IN/DPP/IV/2020, perihal Instruksi Untuk Melakukan Penetapan Masyarakat Akur Cigugur, kepada Bupati Kuningan telah secara tegas meinginstruksikan kepada Bupati Kuningan, untuk melakukan Penetapan Masyarakat Adat (PMA) kepada Komunitas Masyarakat Akur Urang Sunda Wiwitan Cigugur dan hak-hak komunal atas tanah yang sudah ditempati sejak berdiri tahun 1885.
"PDI Perjuangan Jawa Barat menginstruksikan kepada Bupati Kuningan, Wakil Bupati Kuningan dan Ketua DPRD Kuningan untuk segera melaksanakan Instruksi DPP PDI Perjuangan sebagaimana Surat DPP PDI Perjuangan nomor 1374/IN/DPP/IV/2020," tandas Ono.
Ono melanjutkan, Bupati Kuningan juga harus segera membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kuningan untuk melakukan proses pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Akur Cigugur dan penetapan aset-aset hak komunalnya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Peraturan Menteri Agraria dan tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.
"Bupati Kuningan juga harus melakukan upaya mediasi antara masyarakat yang menolak pembangunan Situs Batu Satangtung dengan Masyarakat Akur Cigugur Kabupaten Kuningan, dengan menitikberatkan pada pelaksanaan nilai-nilai Pancasila," tegas Ono.
Ono menyebut Pasal 18B UUD 1945, 'Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya. Kemudian Pasal 28I UUD 1945, 'Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban''.
Pihaknya juga memberi instruksi kepada Bupati Kuningan selaku kader PDI Perjuangan untuk melakukan kajian dan evaluasi terhadap sikap Satpol PP Kabupaten Kuningan yang telah mengeluarkan tiga kali surat teguran kepada pihak Masyarakat Akur dan melakukan penyegelan terhadap pembagunan Situs Batu Satangtung.
"Bersama-sama kita akan mengawal proses yang dilakukan oleh Bupati Kuningan dan seluruh jajarannya dalam melakukan proses pengakuan dan perlindungan kepada Masyarakat Akur Cigugur dan menyelesaikan masalah pembangunan Situs Batu Satangtung," kata Ono.
Pihaknya pun menghormati dan mendorong upaya hukum yang dilakukan Masyarakat Akur Cigugur terhadap penguasaan lahan milik masyarakat Akur dengan mempersiapkan tim mediasi.
"Kami mendorong Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk menetapkan status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi atau satuan ruang geografis yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Masyarakat Akur Cigugur," ucap Ono Surono.
Masyarakat Akur Cigugur Kabupaten Kuningan sudah ada sejak tahun 1885 dan merupakan Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki karakteristik khas. Mereka hidup berkelompok secara harmonis sesuai dengan hukum adatnya, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal dan terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup. Di dalamnya juga terdapat sistem nilai yanag menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah secara turun menurun.
Keberadaan Masyarakat Akur Cigugur Kabupaten Kuningan sebenarnya sudah diakui oleh pemerintah, berupa Surat Keputusan Direktur Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3632/C.1/DSP/1976 tentang Penetapan Paseban Tri Panca Tunggal Sebagai Cagar Budaya Nasional dan berbagai macam penghargaan di bidang sosial dan budaya.
Tetapi, sebagai Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Akur Cigugur atau adat kuningan, belum mendapat pengakuan dan perlindungan dari Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945, pasal 18B, pasal 28I dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Kini, DPD PDI Perjuangan Jabar dengan tegas memastikan hak masyarakat Adat kuningan terpenuhi dengan baik. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |