Peristiwa Daerah

Babad Cirebon, Tradisi Turun Temurun di Keraton Kanoman Cirebon

Kamis, 20 Agustus 2020 - 23:56 | 186.92k
Suasana pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman Cirebon. (FOTO: Muhamad Jupri/TIMES Indonesia)
Suasana pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman Cirebon. (FOTO: Muhamad Jupri/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, CIREBON – Pembacaan Babad Cirebon merupakan sebuah tradisi turun temurun dilakukan keluarga Kasultanan Kanoman Cirebon.Acara ini dilakukan setiap Hari Jadi Cirebon yang bersamaan dengan Tahun Baru Islam. Tradisi tersebut dilakukan di Bangsa Witana Keraton Kanoman Cirebon.

Juru Bicara Keraton Kanoman Cirebon, Ratu Raja Arimbi Nurtina menjelaskan, pembacaan Babad Cirebon merupakan kisah perjalanan sejarah Cirebon. Sejak awal mula berdirinya, hingga menjadi daerah yang kaya akan sejarah dan budaya.

Advertisement

Arimbi menceritakan, pada awalnya, sekitar awal abad ke-15, Cirebon masih bagian dari Kerajaan Pakuwan Pajajaran yang dikuasai oleh Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Prabu Guru Dewata Prana atau yang lazim disebut dengan Prabu Siliwangi.

Dalam wilayah Pakuwan Pajajaran, ada tempat yang bernama Pelabuhan Muara Jati. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh berbagai macam bangsa dan negara dengan aneka bahasa dan sukunya.

"Syahbandar Pelabuhan Muara Jati saat itu bernama Ki Gedeng Tapa (Ki Jumajan Jati)," sebut Arimbi.

Pelabuhan Muara Jati, lanjutnya, kemudian menjadi titik pusat penyebaran Islam ketika Syekh Idofi Mahdi (Nurjati/Dzatul Kahfi) dari Baghdad, membangun Pengguron Amparan Jati di Gunung Jati atas persetujuan Ki Gedeng Tapa.

Pada tahun 1445, Syekh Idofi Mahdi memerintahkan muridnya, yakni Pangeran Walangsungsang yang tak lain adalah anak sulung dari Prabu Siliwangi, untuk membabad Alas Tanah Kebon Pesisir atau yang sekarang menjadi wilayah Lemahwungkuk.

Bersama Ki Danusela, Pangeran Walangsungsang yang saat itu berusia 22 tahun, membabad Alas Tanah Kebon Pesisir. Mereka membabad dengan menggunakan Golok Cabang pemberian dari seorang Pendeta Buda Parwa yang bernama Sanghyang Nago dari Gunung Siangkup.

"Dulunya wilayah Lemahwungkuk masih sepi penduduk dan hanya ditinggali oleh beberapa orang saja. Setelah Babad Alas, wilayah Lemahwungkuk menjadi ramai," tuturnya.

Babad Alas tanah Kebon Pesisir itu sendiri dibuka pada Minggu Kliwon tepatnya pada 1 Suro 1367 Saka / 866 H / 1445 M. Babad Alas Tanah Kebon Pesisir itulah yang mengawali lahirnya Cirebon dengan titik nolnya disebut Witana.

"Wi berarti Pembuka, dan Tana berarti Tanah. Jika secara istilah disebut Tanah Pembuka," jelas Arimbi.

Dari Cendra Sengkala itulah, lanjutnya, kemudian Kesultanan Kanoman berkeyakinan bahwa Cirebon kini telah berusia 575 tahun, merujuk pada Babakyaksa Sajarah Pakuwuan Caruban yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuwana dan Ki Danusela.

"Karena itulah setiap tahunnya pada tanggal 1 Muharram selalu diadakan pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman guna memperingati ulang tahun Cirebon yang bertepatan dengan peringatan tahun baru Islam," tuturnya.

Prosesi pembacaan Babad Cirebon yang dilaksanakan di Bangsal Witana, dimulai dengan melakukan doa tawasul, sekaligus peringatan wafatnya Pangeran Cakrabuwana.

Dilanjutkan dengan melakukan prosesi Pembacaan Babad Cerbon dengan didahului pembukaan, pembacan ayat suci Al-Qur’an, sambutan-sambutan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Babad Cirebon dengan menggunakan bahasa Cirebon.

Acara pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman Cirebon dilanjutkan dengan prosesi Kirab Agung menuju Astana Gunung Sembung, di mana Pangeran Patih Raja Muhammad Qadiran menaiki Kereta Paksi Naga Liman. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Cirebon

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES