Kisah Slamet, Pengamen Probolinggo Menabung untuk Pergi Haji Bersama Ibu

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Niat suci untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah, menjadi impian banyak orang. Tak terkecuali bagi Slamet Effendy, pengamen jalanan asal Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Dengan segala keterbatasannya, Slamet berhasil mendaftarkan dirinya sendiri dan ibunya, untuk berangkat ke tanah suci. Nama keduanya pun, kini masuk daftar tunggu ibadah haji di Kemenag setempat.
Advertisement
Rumah sederhana bercat hijau di Dusun Krajan, RT3/RW3, Desa Kerpangan, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo ini menjadi saksi, perjuangan Slamet untuk bisa menjadi tamu Allah.
Anak tunggal pasangan Atmina (57) dan almarhum Pak Atmina ini, sehari – hari berprofesi sebagai pengamen jalanan. Sedari kecil, Slamet sudah terbiasa dengan kerasnya kehidupan.
Bahkan, Pendidikan sekolah dasarnya pun tak sampai usai. Lantaran sang ayah meninggal karena sakit. Tepatnya saat Slamet kecil masih duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Sang ibu, Atmina, kala itu juga tidak berpenghasilan tetap. Hanya mengandalkan upah memijat orang dewasa. Yang datang ataupun memanggil Atminah.
Kehidupan Slamet pun tak semulus anak-anak pada umumnya. Sedari kecil, ia sudah terbiasa bekerja keras dan membantu sang ibu. Sampai akhirnya, ia berjuang di jalanan, menjadi pengamen.
"Dia itu baik. Suka membantu tetangga. Jika ada selamatan atau pengajian, dia yang rajin. Membantu menggelar tikar, atau hal lainnya," terang tetangga Slamet, Yuyun Wahyuni, Sabtu (5/9/2020).
Dalam benak Slamet pun, timbul sebuah cita-cita suci. Yakni pergi beribadah haji bersama sang ibu, Atminah. Sepuluh tahun terakhir, setoran Biaya Pennyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan nilai mencapai Rp 25 juta per-orang itu, dikumpulkan Slamet dari hasilnya mengamen. Selain dipergunakan untuk biaya hidup sehari-hari.
"Saya tabung ke ibu pak, sedikit demi sedikit selama sepuluh tahun. Saya daftarkan ibu dulu tahun 2018 lalu. Baru saya mendaftar Kamis (3/9/2020) kemarin," tutur Slamet, menggunakan Bahasa Madura.
Lantaran tak bisa baca tulis, Slamet mendaftar haji dengan bantuan salah satu tetangga, yakni Yuyun Wahyuni. Keterbatasannya tentang baca-tulis dan kondisi fisik dan mentalnya yang sedikit mengalami kekurangan dibandingkan pemuda normal lainnya, tidak membuat Slamet patah semangat menabung untuk mendaftar haji.
Usai mendaftar haji, saat ini keinginan Slamet hanya satu. Yakni bisa berangkat bersama sang ibu, menjadi tamu Allah. Kendati ada jarak waktu pendaftaran, antara dirinya dan sang ibu. Diketahui, ibunya mendaftar haji pada 2018 silam, sedangkan dirinya, baru mendaftar pada 2020.
"Saya berharap ada toleransi dari pihak terkait. Sehingga bisa berangkat berdua bersama ibu, tidak terpisah. Dan semoga bisa berangkat lebih cepat," kata pria 30 tahun ini.
Kini Slamet terus berupaya mengumpulkan uang dari hasil kerja menjadi pengamen. Untuk melunasi sisa setoran BPIH setelah ia dan ibunya sudah mendapatkan kuota kursi pemberangkatan ibadah haji melalui Kemenag Kabupaten Probolinggo. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |