Keluhan Petani Kopi di Bondowoso: Produksi dan Harga Turun Drastis

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Tak hanya petani tembakau, sejumlah petani kopi di Kabupaten Bondowoso Jawa Timur juga mengeluh. Bukan hanya harganya saja yang murah, tapi tahun 2020 ini produksinya juga menurun drastis dibandingkan tahun 2019.
Produksi dan harga kopi yang rendah di bumi BRK (Bondowoso Republik Kopi) ini dipengaruhi beberapa faktor. Bahkan pandemi Covid-19 bukan menjadi penyebab satu-satunya produksi dan harga begitu rendah.
Advertisement
Sebagaimana diakui Suyitno, petani di kebun kopi lereng Ijen-Raung. Menurutnya, tahun ini, produksi Kopi Java Ijen-Raung menurun hingga 40 persen.
"Misalnya dalam satu hektar, bisa sampai satu ton green bean. Tapi tahun ini hanya enam kuintal," jelasnya saat dikonfirmasi.
Menurutnya, ada beberapa penyebab. Diantaranya faktor cuaca, kemudian juga karena perawatan.
"Karena Covid-19, warga kesulitan biaya untuk perawatan. Sedangkan pupuk sendiri langka. Kalaupun ada tapi mahal," katanya, sambil menjemur kopi hasil panen.
Otomatis kata dia, untuk pemupukan tidak seperti tahun sebelumnya. Belum lagi perawatan lain juga dibutuhkan dana untuk bayar pekerja. "Yang jelas tidak bisa dijangkau," imbuhnya.
Semenjak panen Juli kemarin, ternyata harga kopi di tengah pandemi Covid-19 ini sangat turun drastis. Hal ini juga, menambah beban bagi petani. "Produksi turun harga juga turun," jelasnya, Minggu (7/9/2020).
Pada tahun 2019 kata dia, kalau dijual gelondongan (petik langsung jual), panen pertama bisa sampai Rp 8.000-12.000 per kilogram. Sementara green bean di atas Rp 50.000-100.000 lebih.
Sementara tahun ini, lanjut dia, untuk gelondongan rata-ratanya hanya Rp 6.500, dengan keuntungan Rp 2.500 perkilogram.
Adapun green bean, sekitar Rp 38.000-50.000. "Itu sudah paling tinggi. Ada yang Rp 60.000 tapi itu kualitas sangat bagus," jelasnya.
Pembelian yang rendah kata dia, karena banyak cafe yang sudah tidak beli lagi kepada petani, karena pandemi Covid-19. Belum lagi tak ada ekspor ke luar negeri.
Meskipun ada beberapa yang membeli, itu pun tidak langsung dibayar. Yakni masih menunggu satu bulan. Bahkan ada yang dua bulan tak bayar. Padahal pembeliannya hanya satu kuintal.
"Bagaimana pun, tetap kami jual. Selain itu tentu juga proses hingga hilir, dijual bubuknya dan sebagainya. Meski murah harus dijual, karena petani kopi itu, makannya dari penjualan kopi. Serta jika menyisakan untuk perawatan, tidak nutut," jelasnya.
Pak Yit berharap, ada sentuhan dari pemerintah untuk petani kopi. Baik yang bergerak di hulu hingga hilir. "Mengingat UMKM khusus Kopi Java Ijen-Raung proses di hulu dan hilir," jelasnya.
Sebagaimana dijelaskan juga, bahwa di kebun Ijen-Raung, masih ada sisa-sisa kopi milik petani kopi Bondowoso yang tidak dipanen Juli kemarin. Diharapkan harganya bisa lebih layak lagi ke depan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |