Peristiwa Daerah

Kisah Pemanggul Jenderal Sudirman, Amad: Peluru di Paha Saya Masih Ada

Senin, 05 Oktober 2020 - 20:12 | 227.50k
Veteran perang angkatan 45 sekaligus pemanggul tandu Jenderal Sudirman, Amad, usai berziarah ke sahabatnya di Taman Makam Pahlawan Bondowoso (Foto: Moh Bahri/TIMES Indonesia)
Veteran perang angkatan 45 sekaligus pemanggul tandu Jenderal Sudirman, Amad, usai berziarah ke sahabatnya di Taman Makam Pahlawan Bondowoso (Foto: Moh Bahri/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Veteran perang angkatan 45 yang juga pemanggul Jenderal Sudirman, Amad, usianya tak muda lagi. 93 tahun. Namun dilihat dari cara bicaranya, semangat kesatria selalu menyala di jiwanya. Meski usianya sudah hampir seabad. Jalannya pun tetap tegak, layaknya seorang prajurit aktif.

Setiap tanggal 10 Nevember dan 5 Oktober yang diperingati sebagai HUT TNI, ia selalu datang ke Kabupaten Bondowoso Jawa Timur untuk berziarah ke sahabat-sahabatnya di taman makam pahlawan.

Advertisement

Ia datang seorang diri dari tempat tinggalnya Surabaya ke Bondowoso dengan menaiki bus. Bahkan sebelum-sebelumnya ia naik motor, demi melepas rindu pada teman seperjuangannya.

Usai dari taman makam pahlawan, Amad selalu menengok markas tempatnya bertugas dulu, PDM (Perwira Distrik Militer). Sekarang Kodim 0822 Bondowoso. Ia pernah bertugas di Bumi Ki Ronggo tahun 1954. 

Selain sebagai veteran perang angkatan 45, ia juga saksi hidup dan pelaku sejarah sebagai pemanggul tandu Jenderal Sudirman.

"Tahun 1948 pernah memanggul Jenderal Sudirman di Nganjuk. Saya prajurit biasa dan diperintahkan untuk menjemput Jenderal Sudirma. Waktu itu Jenderal Sudirman dari Yogyakarta menuju Nganjuk," katanya saat datang ke Bondowoso, Senin (5/10/2020).

Menurutnya, ia diperintahkan menyambung untuk memanggul Jenderal Sudirman.  Sampai perbatasan Jatinegara. 

"Ini tidak masuk sejarah tapi saya saksi hidup. Pada waktu itu, dibombardir Belanda dengan empat pesawat. Pukul 03:30 WIB sampai Pukul 05:00 WIB. Dibombardir di tempat lurah Ngluyu (daerah di Nganjuk)," kenangnya. 

Pak Dirman memerintahkan orang-orang, termasuk dirinya sebagai pemanggul agar sang Jenderal dibawa lagi ke Nganjuk karena disana dikuasai Belanda.

"Masuk Brebeg (Jawa Tengah), naik lagi jalan kaki memanggul Jenderal Sudirman balik lagi ke Bajulan. Bajulan ini sangat bersejarah. Kalau hari pahlawan saya sering ke Bajulan," kenangnya. Air matanya pun jatuh.

Sesekali ia melihat foto Jenderal Sudirman yang terpampang di Aula Kodim 0822. Seketika ia menangis sesenggukan. Merasa rindu dipimpin sang Jenderal.

"Saya tidak bisa menceritakan. Pasti menangis. Kasihan orangnya, patuh sekali. Patuh patuh. Orangnya sangat taat beribadah. Sama dengan Mas Tomo (Bung Tomo)," kenangnya sambil terus sesegukan.

Dijelaskannya juga, setiap pagi ia mengambilkan air untuk wudhu Jenderal Sudirman. "Waktu itu sekitar 54 orang teman saya. Tapi sekarang tak ada semua, baru-baru ini meninggal satu. Sucipto di Malang," jelasnya.

Selain sebagai pemanggul Jenderal Sudirman, pria dengan pangkat terakhir Prajurit Dua (Prada) ini juga tak terhitung berapa kali kontak senjata melawan penjajah.

Bahkan di sela-sela wawancara, ia meraih tangan Jurnalis dan meletakkannya di paha sebelah kirinya.

"Ini peluru, di paha saya masih ada sampai sekarang, saat itu di Manado 15 Agustus 1958. Pengawalan Pangdam, saat itu Pangdamnya pangkatnya kolonel. Kawan saya meninggal 12 orang," paparnya.

Pria kelahiran 7 Februari 1927 ini juga menjelaskan, bahwa perang yang paling menegangkan tahun 1945. Saat itu ia berusia sekitar 18 tahun. "Tahun 45 kita perang saben hari tapi kita tidak makan. Rakyat ngungsi. Kita perang sama Belanda dan Inggris tiap hari di Surabaya," kenangnya.

Pada tahun 45, ia bergabung dengan BKR (Badan Keamanan Rakyat) pimpinan Bung Tomo. "Perang di Surabaya itu yang mimpin Bung Tomo," imbuhnya.

Ia mengaku dapat hadiah baju dari Bung Tomo, yang dipakai untuk berjuang. Ia pun menunjukkan album kenangannya saat ia mengenakan baju tersebut. "Banyak orang mau beli. Tapi sampai kapan pun tidak akan saya jual," tegasnya.

Saat ini ia tinggal di Jalan Hayam Wuruk Baru 1/43 Surabaya Jatim. Kegiatannya pun memperbanyak silaturahim ke teman-temannya yang masih hidup. "Di Jawa Timur hanya 17 orang angkatan saya," jelasnya.

Atas dedikasinya, pemanggul Jenderal Sudirman sekaligus veteran perang angkatan 45, Amad, mendapatkan penganugerahan Lecana Cikal Bakal Tentara Negara Indonesia dari Presiden Soeharto pada tahun 1997 lalu. Serta penghargaan Bintang Gerilya dari Presiden Joko Widodo pada Tahun 2016 kemarin. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES