Peringati HUT ke-X, Pejuang Ijab Qobul Gelar Sarasehan Hadirkan Dua Pembicara

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Koordinator Pejuang Ijab Qobul (PIQ), Wiwin Winarko mengatakan, Pejuang Ijab Qobul tidak akan menjadi organisasi politik. Penegasan ini disampaikan Wiwin dalam acara sarasehan HUT ke-10 Pejuang Ijab Qobul yang diselenggaraka di Gedung PDHI Alun-Alun Yogyakarta, Senin (5/10/2020).
"Pejuang Ijab Qobul tidak akan menjadi ormas apalagi organsisasi sosial politik (orsospol). Sebab, wadah ini berdiri semangatnya kebersamaan. Maka, tiada ada kepentingan lain selain perjuangan moral dan persaudaraan kebangsaan," kata Wiwin.
Advertisement
Nah, dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-10, pejuang Ijab Qobul (PIQ) menggelar sarasehan dengan menghadirkan dua orang narasumber. Yakni, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) H Jatiningrat SH atau Romo Tirun (cucu Sri Sultan Hamengku Buwono VIII ) dan Eri Setiawan Ph. D dari Sar Sena Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Romo Tirun menyampaikan bahwa, menilik kata Ijab dan Qobul dari sejarahnya. Yakni, Ijab diartikan diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sementara Qobul di artikan di berikan oleh Bung Karno. Baik Sri Sultan HB IX maupun Sri Paduka PA VIII mengeluarkan sebuah amanat tanggal 5 September 1945 yakni bergabungnya dua daerah yakni Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alam ke pangkuan NKRI.
Maka kemudian diberikanlah piagam kedudukan oleh Bung Karno. Hal ini menjadi aneh karena pemberian Qobulnya dari Bung Karno mestinya tanggal 19 Agustus 1945.
Karena sebetulnya pada tanggal 18 Agustus 1945, Bung Karno sudah melihat dan mendengar melalui Radiogram atau Surat Kawat bahwa ucapan selamat atas Proklamasi NKRI dari Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alam.
"Ini artinya Negara yang mengucapkan selamat pada Negara. Maka Bung Karno menanggapi ucapan selamat tersebut sebagai satu ucapan yang positif. Dengan memberikan Piagam 19 Agustus 1945," terang Romo Tirun.
Namun, saat itu mereka menunggu, setelah mendengar kabar bahwa Sri Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII akan menyatakan secara hitam di atas putih atas bergabungnya mereka ini.
Sehingga Qobul dari Bung Karno yang akan disampaikan baik kepada Sri Sultan HB IX maupun Sri Paduka PA VIII menunggu waktu yang tepat. Mereka takut jika nantinya Qobul yang akan disampaikan, bertentangan dengan pernyataan keduanya.
Selanjutnya beliau berdua mengeluarkan Amanat 5 September 1945. Setelah tahu isinya antara lain Negeri Ngayogyakarta yang bersifat kerajaan bergabung ke NKRI. Maka sehari setelahnya (6 September 1945, red) datanglah utusan Pemerintah yakni menteri Mr Sartono dan Mr Maramis ke Yogyakarta.
Kedua orang menteri ini, Mr Sartono dan Mr AA Maramis di antar Bendoro Pangeran Haryo Purboyo menyampaikan Qobulnya yaitu Piagam Kedudukan yang sudah ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945 tersebut kepada Sri Sultan HB IX dan Sri Paduka PA VIII, di Gedung Wilis, Kepatihan, Yogyakarta.
"Begitulah awal kedua Sri Paduka ini bertanggung Jawab langsung kepada Presiden RI," tegas Romo Tirun.
Selain itu berdasar fakta sejarah ini pula, kedua Sri Paduka ini kemudian dilantik oleh Presiden RI sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Itulah makna Ijab Qobul, dan dimana saat awal PIQ berdiri penuh ketegangan dan perjuangan tersendiri. Dengan mencuatnya wacana akan dihilangkannya Keistimewaan DIY. Hal itu terbukti, hampir 10 tahun lamanya Sri Sultan HB X belum juga dilantik sebagai Gubernur DIY.
Sedangkan pada sesi berikutnya Eri Indriawan Ph. D selaku pembicara banyak mengulas persoalan kebangsaan.
Hingga akhir acara, kegiatan yang diikuti oleh seratus peserta yang terdiri dari perwakilan atau korlap/ perwakilan PIQ di seluruh wilayah DIY maupun tamu undangan berlangsung lancar. Serta mengikuti SOP protokol kesehatan.
Sekadar diketahui, Pejuang Ijab Qobul (PIQ) yang berkedudukan di Yogyakarta merupakan paguyuban relawan pendukung yang sifatnya independen, bukan ormas atau pun organisasi politik. Di mana keberadaan PIQ atas konsep Bergabung Tapi Tak Melebur-nya Yogyakarta Hadiningrat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang - Undang Keistimewaan Yogyakarta (UU Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta).
"PIQ berdiri di Yogyakarta pada 5 Oktober 2010," kata terang Wiwin Winarko.
Terkait inilah, pada Senin, 5 Oktober 2020 dalam suasana diselimuti kabut pandemi Covid-19, Pejuang Ijab Qobul sebagai perjuangan moral paguyuban Pejuang Ijab Qobul telah memasuki ranah kebangsaan. "Kami berkomitmen mengawal UUK tersebut, demi NKRI dari tahun 2012 sampai saat ini. Bertemakan Pancasila menjadi suara kita bersama," jelas Wiwin.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |