Hikayat Gedung Balaikota Cirebon, Bangunan Cagar Budaya yang Dilindungi

TIMESINDONESIA, CIREBON – Pada tahun 1930-an berita di koran kolonial menyatakan bahwa Balaikota Cirebon menjadi Balaikota terindah di seluruh Provinsi Jawa Barat dan menempati peringkat ke-4 di Jawa.
Bangunan yang mulai dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1924 dan sudah digunakan dari tahun 1927.
Advertisement
Saat ini difungsikan sebagai Kantor Wali Kota Cirebon, yang berlokasi di Jl. Siliwangi No.84, Kebonbaru, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon.
"Yang difungsikan sebagai gedung dewan atau dikenal Gemeenteraad van Cheribon (Dewan Kota Cirebon). Yang membuat, merencanakan terkait pembangunan di Kota Cirebon sebagai Kota Kolonial," kata Mustaqim Asteja Sejarawan dan Budayawan Kota Cirebon, Rabu (21/10/2020).
Sejak tanggal 1 April 1906 berdasarkan Nomor 122, sebagian wilayah Cirebon dijadikan sebagai Kota Gemeente (Kota Praja) atau kota kolonial dimana penduduknya ada orang Eropa, Belanda, Cina, dan Arab.
Kemudian pada tahun 1926 statusnya ditingkatkan lagi menjadi stadsgemeente (Kota Madya) dengan otonomi yang lebih luas.
Balaikota didirikan di atas lahan seluas 15.770 m² yang masih dalam bentuk rawa. Pembangunan gedung ini diprakarsai oleh dua orang arsitek bernama H.P Hamdl dan C.F.H. Koll.
"Wilayahnya dulu Sebelah selatan sungai di belakang keraton, timur laut, barat yang sekarang di kenal sebagai jalan Cipto yang dulu bernama dermaga malang," tambahnya.
Mustaqim menambahkan, dulu dari Krucuk sampai dengan Gua Sunyaragi itu batas Kota Wilayah Barat. Utaranya Gedung Karasidenan Cirebon.
Pada zaman dulu di depan ada relief orang, tapi pada zaman Jepang di hilangkan. Relief tersebut memiliki arti kerjasama antara orang Eropa dan Pribumi untuk mewujudkan apa yang di cita-citakan orang Cirebon.
Bentuk Balaikota tetap sama yang menjadi gedung cagar budaya dan dilindungi oleh SK Walikota Nomor 19 Tahun 2001 dengan kategori sangat ketat.
"Kenapa di SK kan, ini sebagai syarat cagar budaya sudah terlampaui. Sehingga keberadaannya dilindungi oleh UUD Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya, untuk setiap perbaikan harus melalui kajian dan tidak merubah tata ruang," tambah Mustaqim.
Setiap sudut, dan bentuknya memiliki artinya sendiri. Bangunan yang berbentuk seperti anjungan yang di atasnya dilambangkan dengan empat udang sebagai simbol bahwa Cirebon sebagai salah satu penghasil udang.
Di penyanggah voorrit setengah lingkaran sebagai simbol Eropa dan Pribumi yang bergandengan tangan berlambangkan kerjasama. Dan di depan pintu masuk terdapat relief serumpun tebu, yang diartikan Cirebon sebagai penghasil gula terbaik.
"Dalam perkembangannya Cirebon dikenal sebagai penghasil gula. Selain dikenal sebagai kota udang, Cirebon memiliki arti cai dan rebon," pungkasnya tentang sejarah Balaikota Cirebon. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |