Peristiwa Daerah

208 Kasus Bencana Terjadi di Banjarnegara, Terbanyak Tanah Longsor

Jumat, 06 November 2020 - 20:59 | 78.05k
Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono saat 'ngobrol bareng wartawan'. (Foto: Muchlas Hamidi/TIMES Indonesia)
Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono saat 'ngobrol bareng wartawan'. (Foto: Muchlas Hamidi/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANJARNEGARA – Bencana lama tanah longsor terjadi di sejumlah daerah di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah selama musim penghujan. Tercatat sebanyak 208 kasus terjadi. Kerugian material ditaksir mencapai Rp 2,954 miliar.

Hal ini disampaikan Kepala BPBD Banjarnegara Aris Sudaryanto SPd MM saat ngobrol bareng dengan wartawan di Pringgitan, Jumat siang (6/11/2020).

Advertisement

Aris Sudaryanto memaparkan kejadian rata-rata tiap hari antara 4 - 24  kasus. Dari jumlah itu, sebagian besar adalah tanah longsor. Sampai dengan akhir Oktober 2020 tercatat 147 titik bencana.

Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono c

Kemudian banjir 2 kali, angin kencang 24 kali, gempat  bumi 2 kali.  Sedangkan kerusakan yang terdata yaitu kerusakan sedang 7 rumah, ringan 83 rumah. Bencana juga mengakibatkan 8 orang mengalami luka - luka.

Langkah yang ditempuh adalah penanganan darurat bencana. Upaya penanganan melalui bansos sudah tercover sebanyak 62 KK tersebar di 17 kecamatan se Kabupaten Banjarnegara.Total penerimaan bansos Rp 342 juta.

Sementara untuk korban tanah bergerak di Desa Sinduaji Kecamatan Pandanarum dan Aribaya Kecamatan Pagentan totalnya ada 15 kepala keluarga (KK) dalam proses relokasi.

"Tim dari Badan Geologi Bandung, Senin besok datang ke Banjarnegara untuk melakukan kajian Geologi terhadap beberapa tempat yang akan dijadikan tempat rokasi korban bencana alam tanah bergerak di Desa Sinduaji dan Aribaya," kata Aris Sudaryanto.

Sementara kegiatan antisipasi bencana terus dilakukan oleh BPBD Dinsos, PMI, relawan dengan 'Penanganan 1 Detik'. "Artinya kita bersama relawan selalu siaga. Hari ini asessment, paginya logistik. Tim Saga bencana tanah longsor, puting beliung, banjir adalah BPBD, Dinkes, TNI Polri dan relawan," jelas Aris menambahkan.

Menyinggung terkait alat Elwasi (alat detektor bencana), Aris Sudaryanto menguraikan bahwa Elwasi sudah digunakan dan dikembangkan 3 tahun terakhir. Elwasi merupakan kreasi relawan. Hasil pengembangannya adalah 1 alat bisa deteksi 5 titik bencana.

Elwasi sudah teruji dan menjadi Juara 1 kreanova tingkat nasional.  Alat ini sudah terpasang di 13 kecamatan diantaranya di Kalitlaga, Mlaya, Kertosari, Sijeruk, Beji, Karangkobar, Clapar, Sirongge, dan kecamatan yang lain.

Elwasi adalah akronim dari eling waspada siaga. Harganya lebih murah karena buatan sendiri (BPBD) 1 unit Rp 10 juta. Sementara alat deteksi sebelumnya harganya lebih mahal dan sering menimbulkan kepanikan warga, karena jika terjadi pergerakan sedikit saja sirine langsung bunyi.

Dengan pengembangan teknologi sekarang, mahkota longsoran bisa dijangkau semua. Contoh ketika terjadi pergeseran tanah 1 cm, alat belum bereaksi tapi lampu indikator sudah hidup. Setelah 5 cm baru beraksi, sirine berbunyi. Tahun 2015 silam terjadi longsoran Desa Clapar Kecamatan Madukara, Banjarnegara karena abai dengan peringatan bencana dari Elwasi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES