Peristiwa Daerah

Pedopakan Nyai Surti Dibangun dengan Roh 9 Nilai Gus Dur (Bagian 1)

Minggu, 13 Desember 2020 - 19:19 | 129.78k
Pemilik dan pendiri padepokan Nyai Surti di Kabupaten Bondowoso berpakaian khas Nusantara dengan sarung dan kopiah hitam. Ia juga tampak memberi makan hewan peliharaannya. (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)
Pemilik dan pendiri padepokan Nyai Surti di Kabupaten Bondowoso berpakaian khas Nusantara dengan sarung dan kopiah hitam. Ia juga tampak memberi makan hewan peliharaannya. (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur selalu menjadi inspirasi bagi siapa pun. Buah pikirannya tetap mengakar di berbagai kalangan hingga lintas agama. Bahkan nilai-nilai yang ditinggalkannya menjadi latar belakang berdirinya sebuah padepokan Nyai Surti di Kabupaten Bondowoso Jawa Timur. 

Padepokan tersebut didirikan oleh anak muda Muhammad Afifi. Terletak di Dusun Tajung Desa Maskuning Kulon Kecamatan Pujer Bondowoso Jawa Timur.

Advertisement

padepokan a

Desa Maskuning Kulon berjarak sekitar 13 kilometer dari pusat kota. Hanya butuh 20-30 menit untuk sampai di lokasi. Dengan melewati jalan beraspal dan sebagian sudah rusak parah. 

Sesampainya di Dusun Tajung ada semacam hutan bambu. Sekilas seperti tak ada aktivitas di sana. Tapi di dalam rimbunan bambu itulah lokasi Padepokan Nyai Surti. Di seberangnya terdapat pemakaman bujuk Sarpa. Tokoh pembabat desa setempat.

Pagar dan pintu utama padepokan terbuat dari anyaman bambu. Sehingga kegiatan di dalamnya tak telalu mencolok. Hampir 100 persen bangunan padepokan terbuat dari bambu.

Masuk di pintu utama, pengunjung akan disuguhkan pendapa kecil bernuansa klasik. Di pinggir padepokan terdapat ornamen terbuat dari kayu bekas.

Di sana tertulis jelas sembilan nilai Gus Dur. Yaitu ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kekesatriaan dan kearifan lokal.

Padepokan ini didirikan tak seperti kekasiaran fiktif Sunda Empire atau sejenisnya yang merekrut banyak pengikut dan punya seragam khusus. Apalagi menjadi negara di dalam negara. 

Keberadaannya justru sebagai ruang edukasi kepada siapa pun. Baik mengenai keislaman, kemajemukan, terutama tentang kebudayaan dan kearifan lokal Nusantara.

Di sebelah timur merupakan bangunan inti dari padepokan. Di sana terdapat ruang baca dan ratusan buku, tempat diskusi, hingga tempat ritual keagamaan. Semua kegiatan berpusat di sana. Baik anak muda berkumpul hingga mahasiswa mengerjakan skripsi.

Benteng Kearifan Lokal

Pendiri sekaligus founder Padepokan Nyai Surti, Muhammad Afifi mengatakan, bahwa ia mulai membabat padepokan sejak 2018 lalu. Tepatnya Tanggal 21 April.

padepokan b

"Padepokan itu sebenarnya, merupakan ruang untuk mengeksplorasi yang konotasinya lebih ke kearifan lokal. Nilainya disublimasi dari 9 nilai Gus Dur," katanya saat dikonfirmasi, Minggu (13/12/2020).

Kemajuan teknologi komunikasi yang telah memangkas jarak antar negara dan kebudayaan. Serta terus mengikis kearifan lokal, juga menjadi latar belakang didirikannya padepokan ini.

Bahkan ruang utama padepokan, merupakan bekas rumah yang didirikan tahun 1940-an. Terbuat dari kayu jati dan di atas pintunya tertulis '1940'. 

"Rumah ini peninggalan nenek. Sempat tak dipakai dan depan ini dulu semak belukar. Perlahan saya babat dan ditata. Namun tetap mengedepankan kearifan lokal tadi," jelasnya sembari menuang kopi dari dalam kendi.

Pria alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan Madura ini menunjukkan sejumlah peralatan teknologi dan perabot yang biasa digunakan orang terdahulu.

Misalnya radio analog, mesin ketik, telepon, miniatur batu megalitik, wayang kulit, lonceng,  keris peninggalan nenek moyang dan sejumlah peralatan lainnya. Bahkan asbak rokok menggunakan kendi. Sehingga nuansa klasik sangat kental.

"Peralatan ini rata-rata kami dapat dari warga sini. Daripada tak terawat mending di taruh di sini. Tapi ini tetap milik mereka. Kapan pun mau diambil silahkan. Ada juga kami diberi teman dari luar kota. Bagi saya semua sangat berharga," paparnya.

Suasana klasik pun semakin terasa, karena ia merawat sejumlah hewan peliharaan di dalam padepokan seperti ayam, burung dan kambing. Sebagaimana orang terdahulu.

"Dulu nenek moyang kita sebelum berangkat bekerja pasti rutin memberi makan hewan peliharaannya," jelasnya.

Filosofinya kata dia, bahwa sebelum mencari rezeki Tuhan harus memberikan rezeki ke makhluk lain.

"Ini sesuai dengan konsep sedekah dalam ajaran agama. Hewan ini Allah yang memenuhi rezekinya. Tapi lewat kita," terangnya sambil memberi pakan ayam miliknya.

Cita-cita luhur dari padepokan ini, menghidupkan dan membentengi kebudayaan yang diajarkan orang tua terdahulu. Keseharian mantan aktivis PMII ini juga menggunakan sarung dan belangkon.

Sambil melihat ke sekeliling padepokan ia menegaskan, bahwa rumah dan pakaian seperti yang ia kenakan seharusnya yang dibanggakan.

padepokan c

"Ini milik kita. Inilah kebudayaan dan kekayaan yang ditinggalkan nenek moyang. Kenapa saat saya memakai ini orang merasa asing. Padahal ini aslinya kita," jelas kordinator GusDurian Bondowoso ini.

Menjaga Ritual Keagamaan Khas Nusantara

Tak hanya suasana fisik yang dibangun untuk memvisualkan kebudayaa. Di Padepokan Nyai Surti, juga rutin diselenggarakan kegiatan ritual keagamaan khas Nusantara.

Seperti peringatan satu Syuro dengan model Gunungan, atau Atajhin Sorah dalam peringatan Bulan Syuro, rebu wekasan dan sejumlah ritual lainnya.

"Atajhin Sorah (bubur syuro) dan Atajhi Sappar itu peninggalan nenek moyang kita. Itu punya nilai filosofis, baik nama dan prosesnya. Sehingga menjadi nilai pendidikan ke anak muda agar tidak lupa peninggalan orang terdahulu," terangnya.

Bahkan perlahan ia sudah bisa mengajak warga sekitar untuk rutin berzirah ke makam pembabat Desa Maskuning Kulon setiap Malam Jumat.

"Mau tidak mau kita harus melibatkan masyarakat untuk membangun kembali kontruksi kebudayan itu," terangnya. 

Memang awalnya hanya bertiga. Namun kemudian diikuti oleh warga dan anak-anak muda. "Alhamdulillah untungya masyarakat desa kompak, tak banyak berdebat kayak orang kota. Apalagi soal ritual," imbuhnya.

Ia berharap, Padepokan Nyai Surti yang didirikan atas semangat 9 Nilai Gus Dur ini bisa terus berkembang dalam menjaga kebudayaan Nusantara. "Mohon doanya insyaallah nanti juga ada pasar kuliner tradisional yang pelakunya nanti masyarakat sini," harapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES