Peristiwa Daerah

Genteng Keripik dari Bantul Bertahan di Tengah Modernisasi

Sabtu, 16 Januari 2021 - 13:22 | 158.34k
Rohmad sedang menata genteng yang habis dicetak (Foto: Totok Hidayat/TIMES Indinesia)
Rohmad sedang menata genteng yang habis dicetak (Foto: Totok Hidayat/TIMES Indinesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANTUL – Di tengah maraknya penggunaan genteng press dan metal sebagai atap rumah. Genteng tradisional atau lebih dikenal dengan "genteng keripik" masih menjadi pilihan masyarakat karena harganya yang lebih murah dan lebih ringan.

Ditemui di tempat usahanya Sabtu (16/1/2021) Rohmad, perajin genteng keripik di Dusun Polosiyo, Desa Ponciosari, Srandakan, Bantul, Yogyakarta memastikan proses produksi yang masih benar-benar tradisional menjadi alasan perajin masih memperoleh keuntungan meski hanya menjual dengan harga Rp 900 perbiji. Ditambah masih melimpahnya bahan baku tanah liat membuat produksi genteng keripik masih terus berjalan. 

Advertisement

Dengan proses dicetak secara manual kemudian dijemur dan dibakar pria 45 tahun ini mampu membuat 250 genteng keripik setiap hari. Setelah satu minggu selalu ada pembeli yang datang. Baik untuk dipakai sendiri atau dijual kembali. Selain genteng juga diproduksi wuwung yang dijual dengan harga Rp 6000.

Rohmat, yang melanjutkan usaha orangtuanya yang sudah berjalan sejak tahun 1965, mengatakan,  produksi genteng kripik sangat tergantung pada cuaca. Bila mendung atau hujan dipastikan produksi akan terganggu. Karena genteng tidak dapat dibakar bila belum benar-benar kering. 

"Dengan harga yang lebih murah kualitas genteng keripik sebenarya tidak berbeda dengang genteng pres," jelas Rohmad. 

Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Pemkab Bantul Agus Sulistyono memastikan berdasarkan data perajin genteng kripik di Poncosari Srandakan merupakan satu-satunya yang masih tersisa. Padahal dahulu Poncosari Srandakan merupakan sentra perajin genteng keripik.

Kondisi serupa juga terjadi di sentra kerajinan genteng kripik lainnya. Seperti Sedayu, Imogiri dan Bangunjiwo Kasihan. Untuk dapat menggairahkan kembali usaha yang berbasis rakyat ini. Dirinya yang saat itu masih menjadi Camat mengusulkan penggunaan genteng kripik sebagai ciri khas bangunan di Yogyakarta. 

Program ini seperti yang dilakukan pemerintah di Bali. Memanfaatkan dana keistimewaan yang tidak hahya untuk mendukung pentas budaya  Program ini harus mendapat dukungan dari Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES