Debit Mata Air Unggulan di Indonesia Mengalami Penurunan Tajam

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Jelang peringatan Hari Air Sedunia 22 Maret 2021 mendatang, World Agroforestry (ICRAF) Indonesia dan Danone Aqua Indonesia terus berkomitmen mendukung keberlangsungan sumber daya air melalui Gerakan Rejoso Kita di Pasuruan, Jawa Timur.
Koordinator Gerakan Rejoso Kita, Dr. Ni’matul Khasanah, memaparkan, kondisi DAS Rejoso mengalami degradasi atau penurunan dari waktu ke waktu karena faktor laju pertumbuhan penduduk yang meningkat. Namun dari sisi tingkat kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkungan terbilang masih rendah. Padahal, sebutnya, DAS Rejoso memiliki keunikan sebagai mata air unggulan terbesar di Indonesia.
Advertisement
"Mulai tahun 2019 lalu telah diskenariokan dan saat ini prosesnya tengah berjalan untuk dijadikan sebagai sumber air bersih tidak hanya untuk Wilayah Pasuruan saja. Tetapi juga di daerah kota dan kabupaten di sekitarnya. Seperti Sidoarjo, Surabaya dan Gresik," terangnya secara daring, Jumat (19/3/2021).
Koordinator Gerakan Rejoso Kita, Dr. Ni’matul Khasanah, memaparkan, kondisi DAS Rejoso mengalami degradasi atau penurunan dari waktu, Jumat (19/3/2021). (FOTO: Tangkapan Layar)
Namun dari waktu ke waktu debit air mata air di wilayah ini mengalami penurunan. Awalnya mencapai 50.000 liter/detik pada tahun 1980 menjadi kurang lebih 3.500 liter/detik di tahun 2020.
Sedangkan dari program yang di desain untuk disalurkan, terhitung akan disalurkan 4.000 liter/detik di wilayah-wilayah sekitarnya. Artinya ada kekurangan air 500 liter/detik.
"Maka, kami bekerja sama multi pihak untuk melestarikan DAS Rejoso," terangnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, Gerakan Rejoso Kita telah merancang dan mengimplementasikan pengelolaan DAS secara integratif dan partisipatif.
Serta, peningkatan mata pencaharian berdasarkan kajian ilmiah pada tahun 2016 lalu bersama Danone dan akademisi dari Unibraw dan UGM. Tak hanya kajian level landscape saja, namun mengidentifikasi asal aliran air.
Pola pengelolaan lahan masyarakat turut menjadi perhatian. Dengan berbagai macam kondisi masyarakat di sekitar DAS tersebut.
Hasil kajian beragam. Bagi masyarakat di wilayah hulu disarankan menanam pohon cemara dan strip rumput serta pembuatan rorak untuk menurunkan limpasan permukaan agar infiltrasi makin meningkat.
Sedangkan wilayah hulu, mendorong masyarakat lebih efisien menggunakan air dengan pola pengelolaan air model baru bagi petani. Pilot project di hulu telah dilakukan sejak 2016 lalu melalui skema pembayaran jasa lingkungan.
Gerakan Rejoso Kita diharapkan mampu menyeimbangkan antara resapan dan pemanfaatan air secara terpadu agar indikator penyebab kerusakan bisa berkurang.
Program Percontohan Sumur Bor
Tak bisa dipungkiri bahwa petani di hilir DAS Rejoso di Kabupaten Pasuruan mendapatkan anugerah berupa melimpahnya persediaan air tanah. Mereka membuat sumur bor (artesis) untuk irigasi pertanian.
Dengan mengebor antara 60 sampai 90
meter, air keluar sendiri tanpa perlu pompa karena adanya tekanan positif dari akuifer bawah tanah.
Penelitian yang dilakukan antara 2015-2019 menyebutkan terdapat lebih kurang 600 sumur bor yang tersebar di enam kecamatan di hilir DAS Rejoso (Alex Toulier, Universitas Montpellier, 2018).
Jumlah sumur bor terbanyak dijumpai di Kecamatan Gondang Wetan dan Winongan. Focus group discussion bersama masyarakat yang dilakukan oleh World Agroforestry (ICRAF) pada akhir tahun 2019 memastikan bahwa jumlah sumur bor saat ini telah bertambah.
Tidak semua sumur bor mampu mengeluarkan air secara optimal seperti saat baru dibor. Setelah dua atau tiga tahun, air sumur bor mengecil bahkan berhenti mengeluarkan air. Kebocoran di dalam tanah serta penyumbatan disinyalir menjadi penyebab utama.
Danone Aqua sebagai pelaku industri bergotong royong melestarikan sumber daya air di Indonesia, Jumat (19/3/2021). (FOTO: Tangkapan Layar)
Kedua hal tersebut terjadi karena konstruksi sumur bor yang kurang baik. Pipa tidak sampai ke dasar pengeboran dan dinding sumur tidak diperkuat cor semen.
Selain itu, karena mulut sumur bor tidak diberi keran, maka air keluar tak henti, dua puluh empat jam sehari, walau sedang tidak digunakan. Hal ini menimbulkan masalah terhadap cadangan air tanah DAS Rejoso.
Kondisi sumur bor daerah pertanian tanpa keran air mengalir 24 jam bahkan saat musim hujan. Banyaknya air tanah yang keluar dalam satu tahun mencapai 39 juta liter air tanah (tanpa digunakan) atau sekitar 2 juta galon air.
"Itu hanya untuk 1 sumur bor. Hitungan kami sampai tahun 2019 ada sekitar 600 sumur bor," terang Lisa Tanika, Program Officer Percontohan Sumur Bor Keboncandi DAS Rejoso.
Sejak 2019, Gerakan Rejoso Kita, berkolaborasi multi pihak demi melestarikan DAS Rejoso. Kolaborasi tersebut mengenalkan teknik konstruksi sumur bor yang tepat. Dengan cara ini, diharapkan penggunaan air tanah bisa lebih bijak dan cadangan air tanah dapat dihemat.
"Menghemat adalah pilihan paling tepat karena kalau berharap volume cadangan air tanah (akuifer) bertambah, kita perlu menunggu proses peresapan air hujan di wilayah hulu selama puluhan hingga ratusan tahun," tegasnya.
Dia menambahkan, selama ini masyarakat bergantung pada biaya dalam pembuatan sumur bor tanpa pakem konstruksi.
Lisa melalui Gerakan Rejoso Kita menawarkan desain sumur bor yang lebih efisien dan hemat air. Membangun kembali dan menutup yang lama serta mendorong masyarakat mengelola sumur bor yang baru. Ada keterlibatan dan diskusi partisipatif.
"Kami mendorong masyarakat agar bijak dalam memanfaatkan sumur bor," tandasnya.
Sampai saat ini, Gerakan Rejoso Kita sudah berhasil membangun empat sumur bor percontohan yang pengelolaannya sudah diserahkan kepada masyarakat tani pengguna air.
Pengelolaan mandiri ini meliputi pemantauan debit air sumur bor, pengawasan sumur, pemantauan kebersihan saluran irigasi, serta pengaturan jadwal buka tutup keran.
Ditargetkan, dalam tahun 2021 ini, sebanyak delapan sumur percontohan lainnya akan dibangun mengganti sumur-sumur bor lama di beberapa desa di kecamatan Gondang Wetan dan Winongan.
Komitmen ICRAF
Country Coordinator World Agroforestry (ICRAF) Indonesia, Dr. Sonya Dewi, menerangkan, Gerakan Rejoso Kita adalah kolaborasi multi-pihak untuk mendukung pelestarian DAS Rejoso di bawah koordinasi World Agroforestry (ICRAF) Indonesia.
Kegiatan yang dilakukan antara lain pengenalan skema pembayaran jasa lingkungan di wilayah hulu dan tengah, adopsi budi daya padi ramah lingkungan dan program efisiensi air di wilayah hilir dengan dukungan lembaga pemerintah, non-pemerintah, pihak swasta, dan kalangan akademik.
"Gerakan Rejoso Kita merupakan program cross cutting ICRAF dengan unsur pembiayaan dan inovatif hijau," ujar Sonya.
Dia menambahkan, saat ini kegiatan ICRAF di Jatim memang berfokus pada Gerakan Rejoso Kita dan ke depan ia berharap gaungnya bisa ditularkan ke Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lain.
Pada kesempatan yang sama, Senior Expert Landscape Governance and Investment at World Agroforestry, Dr. Beria Leimona, mengatakan, Gerakan Rejoso Kita melakukan pendekatan intervensi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air di hulu maupun di hilir DAS. Oleh karena itu informasi berbasis sains sangat diperlukan.
Misal mengedukasi petani cara menanam pohon di tempat dan waktu yang tepat dan mengelola DAS secara berkelanjutan serta terintegrasi melalui pendekatan manajemen yang adaptif kepada masyarakat.
Serta penanaman pohon di lahan tertentu hingga perubahan perilaku petani untuk menghasilkan produk pertanian ramah lingkungan dengan prinsip insentif jasa ekosistem.
"Baik berupa finansial maupun non finansial sebagai stimulus. Sama dengan pengelolaan DAS berkelanjutan di Gerakan Rejoso Kita," kata Beria Leimona.
Skema keterlibatan banyak pihak baik pemerintah maupun swasta diperlukan. Terdapat dua tipe insentif kepada petani yaitu salah satunya insentif jika petani menjaga lahan pertanian mereka apabila menjaga air di hulu DAS.
Dukungan Danone Aqua
Karyanto Wibowo, Sustainability Director Danone Aqua Indonesia, menambahkan bahwa kebijakan dan program Danone Aqua Indonesia terkait konservasi sumber daya air tanah secara berkelanjutan terus dilakukan.
Danone sebagai pelaku industri bergotong royong melestarikan sumber daya air di Indonesia. Berdasarkan data, pemakaian air di DAS sebagai irigasi dan live stock mencapai 81 persen, 7 persen untuk industri dan municipalities (perkotaan) setara 12 persen.
"Tentu kami juga menjadi bagian dari ekosistem pemakai air. Kita punya komitmen bagaimana mengambil air tidak lebih dari tempat kita beroperasi untuk mengembalikan air secara alami," ujarnya.
Oleh sebab itu Danone Aqua memiliki strategi pengelolaan air berkelanjutan. Meliputi tantangan di hulu, area agriculture dan efisiensi air di pabrik (total water used).
Tak dipungkiri, tantangan semakin berat ke depan. Maka perlu konservasi agar sumber daya air tetap lestari. Seperti penanaman pohon, konstruksi sumur resapan, water pounds, melalui stimulasi seperti Gerakan Rejoso Kita. Di sisi lain, Danone Aqua juga memberikan edukasi sanitasi. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |