Kenangan Warga Pangandaran pada Kereta Api Banjar-Cijulang

TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Bangunan bekas stasiun dan jembatan kereta api Banjar-Cijulang menyisakan kenangan untuk warga Pangandaran.
Yusuf Bahtiar alias Akim yang berdomisili di perbatasan Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang dengan Desa/ Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran mengaku banyak menyimpan kenangan.
Advertisement
"Waktu kereta api Banjar-Cijulang masih beroperasi saya masih kecil, sering naik kereta api dari Cijulang ke Pangandaran sekadar iseng saja," kenang Akim, Sabtu (20/3/2021).
Akim dan Uwas warga yang memiliki kenangan saat kereta api Banjar-Cijulang masih beroperasi. (Foto: Syamsul Ma'arif/TIMES Indonesia)
Akim menambahkan, waktu itu dirinya sering sekali “kucing-kucingan” dengan kondektur kereta api agar tidak ditagih bayaran. "Saya sering dijitak sama kondektur kereta api waktu itu karena pas ditagih bayaran tidak punya uang dan menghindang mencari tempat untuk ngumpet," tambah Akim sambil melepas tawa.
Cerita lain dialami seorang ibu rumah tangga bernama Uwas, yang semasa kecil tinggal di dekat stasiun kereta api Cibenda.
"Kakek saya salah satu mandor di stasiun kereta api Cibenda bernama Aki Sariwono, suatu hari saya disuruh menjaga jemuran padi," kata Uwas.
Saat Uwas sedang menunggu jemuran padi, datang kereta api dari arah Pangandaran menurunkan muatan di stasiun Cibenda.
Karena masih kecil ada kereta api yang berhenti bagi Uwas hal yang unik. Uwas nekat masuk ke gerbong kereta api. "Saya baru saja masuk ke gerbong kereta api, tidak lama setelah itu kereta api kembali jalan menuju ke stasiun Cijulang," terangnya.
Waktu itu Uwas nangis selama berada dalam gerbong kereta api dan beruntung kondektur kereta api itu tahu kalau Uwas adalah cucu aki Sariwono.
"Sesampai di stasiun kereta api Cijulang, kondektur langsung menitipkan saya untuk diantar ke stasiun Cibenda," kenang Uwas.
Bangunan tembok tua bekas stasiun kereta api yang berdiri kokoh dan megah di Dusun Kalenwadas Desa/Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran merupakan persinggahan akhir kereta api.
Pada tahun 1970 banyak warga yang menjadi karyawan PJKA di antaranya menjadi langsir atau tukang bongkar pasang lok kereta api.
Trayek kereta api jurusan Cijulang-Banjar dijadikan alat transportasi oleh masyarakat yang hendak berjualan di pasar Pangandaran. Bahkan, pedagang yang berjualan di pasar Banjar pun menggunakan kereta api.
Waktu itu, jasa angkut kendaraan darat sangat terbatas. Hanya ada Bus Gunung Tua dan Bus Aman Abadi yang jadwal keberangkatannya satu hari hanya dua kali.
Kereta api jurusan Cijulang-Banjar tidak beroperasi pada bulan Januari 1981 tanpa ada alasan yang jelas.
Waktu itu, dalam satu hari ada tiga kali pemberangkatan, mulai dari jam 04.00 WIB disambung jam 09.00 WIB dan jam 14.00 WIB dengan ongkos Rp4000.
Menurut keterangan berbagai sumber, trayek kereta api Cijulang-Banjar merupakan sebuah babak uga yang sampai saat ini menjadi pedoman masyarakat Cijulang. Kalimat Cijulang ngadeug sorangan merupakan sebagian fakta kecil dari uga tersebut. Sebab, tidak semata-mata Belanda waktu itu membuat trayek kereta api yang akhirnya di Cijulang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |