Keluh Kesah Supir Bus, Tak Berani Pulang Jika Belum Ada Uang

TIMESINDONESIA, MALANG – Tatapan mata Yuliyanto (45 tahun) tampak kosong. Perasaannya sayu. Kausnya dilepas dan dipakai kipas tubuhnya yang mengkilap penuh keringat.
Tapi sayang, keringat itu bukan dari lelahnya bekerja mengemudi bus panjang Patas Jawa Indah Transindo jurusan Jember-Malang.
Advertisement
Yuliyanto sejak Rabu (5/5/2021) malam, memarkir busnya untuk menunggu keberangkatan jadwal pagi ini, Kamis (6/6/2021), yang bertepatan dengan pemberlakuan larangan mudik hari pertama.
"Sudah dari tadi malam di sini. Sekarang belum berangkat. Dari pagi sampai siang hanya 5 penumpang. Tapi semuanya balik. Enggak jadi," jelasnya kepada TIMES Indonesia, Kamis (6/5/2021).
Kata bapak dua anak ini, dirinya tidak mempermasalahkan kebijakan pemerintah tentang larangan mudik. Justru sebagai rakyat kecil, lanjutnya, ia siap manut 100 persen kepada pemerintah.
"Dilarang ini itu gak masalah. Aku wong cilik, manut-manut ae (Saya rakyat kecil manut saja). Cuma kan pemerintah harus punya solusi. Nasib kita, supir, kondektur, kernet dan lainnya itu kan perlu diperhatikan," ungkapnya.
Sepekan lagi hari raya Idul Fitri. Sopir 10 tahun lebih ini mengaku pekerjaannya baru bisa panen besar saat menjelang Idul Fitri karena banyak masyarakat yang pulang kampung.
"H-7 itu sopir biasanya setahun sekali agak sombong sedikit. Dua tahun ini amsyong. Gak apa-apa kita gak jalan, yang penting ada bantuannya," ujarnya.
Dia menambahkan, bantuan pemerintah seharusnya disalurkan langsung ke terminal atau pihak Dishub setempat selaku instansi yang mengetahui siapa sopir dan bukan.
Ia mengeluh, bantuan yang selama ini digelontorkan pemerintah kerapkali tidak tepat sasaran. Termasuk dirinya beserta kernetnya itu. "Sampai saat ini pun saya belum dapat bantuan. Disumpah pocong saya berani. Menurut saya ini pemerintahan paling buruk," tegasnya.
Untuk bisa bertahan di tengah kondisi sulit ini, Yuliyanto harus menjual barang-barang berharga miliknya. Seadanya yang bisa dijual. Terakhir, ia mengaku telah menjual kayu pohon miliknya.
"Saya gak berani pulang ke rumah kalau gak bawa duit. Saya tahu, keluarga saya pasti paham karena ini kondisi sulit. Tapi mau gimana lagi. Minggu depan sudah lebaran tapi sampai saat ini pekerjaan kami tiarap," tandasnya.
Sopir bus tak hanya Yuliyanto yang mengeluh. Semua ucapannya dibenarkan seorang kernetnya yang duduk mendampingi di sebelahnya.
"Betul itu mas. Rumah saya Lumajang. Sampai sekarang gak berani pulang, gak ada uang. Lha terus gimana ini," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Dedi Irawan. Sopir bus Restu itu menjelaskan Pandemi Covid-19 telah berdampak kepada pekerjaannya. Selama Covid-19, 1 tahun lebih pendapatannya berkurang.
"Tahun-tahun lalu penumpang rame, tapi tahun ini kita ngetem sudah setengah jam tapi gak dapet-dapet penumpang. Inj saja masih ada 7 orang," terangnya.
Sopir bus ini semuanya mengaku jika pandemi Covid-19 sangat berdampak kepada perekonomian keluarga mereka. Aturan pemerintah tentang protokol kesehatan Covid-19 siap diterapkan disiplin.
Para pahlawan di jalan itu berharap pemerintah memberi dispensasi kepada supir bus beserta kru lainnya yang terdampak akibat larangan mudik lebaran 2021 ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |