Cerita Penjahit Sepatu di Kota Gorontalo yang Tak Gentar Lawan Corona

TIMESINDONESIA, GORONTALO – Gorontalo - Ikhsan Anin Tahu (50) tampak serius menjahit. Di tengah teriknya matahari, penjahit sepatu itu tak gentar dan terus berjibaku dengan jarum dan benang, yang menjadi bahan dasar pekerjaanya itu.
Saya saat mendatanginya, Ia langsung menyambutku dengan melontarkan ungkapan pendek, “Ada yang bisa dibantu Pak?,”
Advertisement
Lelaki paruh baya itu berprofesi sebagai penjahit sepatu. Di emperan Jalan Dr. Setia Budi kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo menjadi tempat sehari-harinya untuk mengais rejeki. Di tempat tersebut juga merupakan titik sentral perekonomian Kota Gorontalo.
Ikhsan mengaku, pekerjaan ini telah dilakoninya sejak tahun 1989. Hingga kini nasib anak istrinya hanya masih bergantung pada usahanya. Alhasil, dirinya bisa menyekolahkan anaknya sampai ke Perguruan Tinggi.
“Alhamdulillah, walaupun hanya menjahit sepatu, saya bisa membiayai anak saya untuk masuk di salah satu Perguruan Tinggi di Gorontalo,” kata Ikhsan menjawab pertanyaan saya soalnya kisah hidupnya selama berprofesi sebagai penjahit sepatu
Namun, saat pandemi Covid-19 menyerang Indonesia sejak Maret 2020 lalu. Ia mulai merasakan ancaman. Pendapatannya, saban hari mulai menurun akibat pelanggannya yang mulai berkurang. Meski begitu, dirinya tetap gigih melakoni pekerjaannya itu. Pasalnya, ia harus membiayai anaknya semata wayangnya agar bisa selesai kuliah.
“Biar ada virus corona kita harus bekerja keras, supaya anak saya bisa selesaikan kuliah dengan baik dan menjadi orang sukses. Karena itu cita-cita saya,” ujar Ikhsan sambari mengerjakan salah satu sepatu yang akan dijemput pemiliknya sejam lagi.
Saat pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tujuan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona atau Covid-19. Ikhsan mengaku semua penjahit sepatu sangat terpukul, karena orang-orang masih takut datang di tempat keramaian.
Dirinya tidak bisa menghasilkan uang sama sekali sejak pandemi Covid-19. Ia hanya bisa bergantung pada bantuan pemerintah setempat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Nanti bila pemerintah mengizinkan masyarakat untuk beraktivitas di luar dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Ia pun kembali melakukan pekerjaannya sebagai seorang penjahit sepatu.
Meski begitu, pendapatannya yang didapatkan saat di tengah pandemi sangat jauh berbeda dengan sebelum pandemi. Biasanya dirinya mendapatkan orderan sebanyak sepuluh sepatu untuk di jahit dalam sehari. Namun, kini sangat berkurang, bahkan tak ada pelanggan.
Setiap sepatu yang dijahitnya, ongkosnya sebesar Rp 20.000, dan untuk sandal sebesar Rp 15.000. “Kalau dulu pendapatan kita tiap harinya itu bisa sampai Rp 100.000, sekarang paling banyak 50 ribu bahkan terkadang kita tidak mendapatkan orderan sama sekali,” kata Ikhsan.
Para pelajar dan mahasiswa adalah pelanggan yang paling banyak menghampiri lapaknya sebelum pandemi Covid-19. Namun karena belum diberlakukan sepenuhnya pembelajaran tatap muka. Ia belum mendapatkan orderan.
“Sebelum pandemi, banyak mahasiswa dan anak sekolah yang sepatunya sering rusak, sekarang sudah tidak ada lagi karena belum ada yang masuk sekolah dan masuk kampus lagi,” ujarnya
Walaupun begitu, dengan pendapatannya yang tidak menentu seperti ini. Ikhsan tetap bersyukur karena masih bisa memenuhi semua kebutuhan sehari-hari keluarganya termasuk biaya pendidikan anaknya.
Harapnya, pandemi ini bisa cepat berakhir, masyarakat bisa beraktifitas seperti biasanya, anak sekolah bisa sekolah lagi, mahasiswa bisa kuliah langsung di kampusnya. “Dengan itu, pasti kita sebagai penjahit sepatu, bisa kembali mendapatkan orderan lagi,” ucapnya
Tak lupa juga, ia meminta kepada Pemerintah Kota Gorontalo untuk tetap memperhatikan nasib penjahit sepatu yang dihajar pandemi. Lambatnya pembangunan pasar sentral menjadi sala satu penghambat mereka selain pandemi Covid-19. Percepatan pembangunan menjadi permintaannya. “Kita berharap pemerintah segera menyelesaikan pembangunan pasar sentral ini, karena selain pandemi covid-19, kami tidak mendapatkan orderan karena pasar sudah sepi, tidak ada lagi yang datang ke pasar sentral karena pembangunannya belum selesai,” ucap Ikhsan Anin Tahu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |