Peristiwa Daerah

Kisah Slaman, Penyelamat Hutan Mangrove di Lembung Pamekasan

Senin, 07 Juni 2021 - 13:44 | 217.65k
Suasana hutan mangrove di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan. (FOTO: Akhmad Syafi'i/TIMES Indonesia)
Suasana hutan mangrove di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan. (FOTO: Akhmad Syafi'i/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PAMEKASANSlaman sudah puluhan tahun menjaga hutan mangrove di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan. Berkat kerja kerasnya, hutan tersebut bisa jadi tempat wisata yang banyak dikunjungi orang. Bukan hanya itu, tapi tempat tersebut sering dijadikan tempat penelitian mahasiswa.

Kendati wahana baru, tempat wisata ini cukup potensial karena memiliki panorama alam dan udaranya yang sejuk. Wisata hutan mangrove semakin menarik karena pengelola memberi fasilitas berupa spot foto yang menarik.

Advertisement

Slaman, perintis hutan mangrove bercerita hutan Mangrove pada tahun 1986-an Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, Madura terancam musnah akibat abrasi. Air laut perlahan mengikis bibir pantai dan menghancurkan tambak sekitar. Bahkan saat gelombang laut meninggi air laut naik ke rumah warga.

Ancaman kerusakan ekosistem kala perubahan iklim semakin mengkhawatirkan bagi warga setempat.

“Air laut saat pasang masuk ke dapur dan rumah warga. Jika dibiarkan yang jelas warga Lembung tidak akan bertahan,” kata Slaman.

uasana-hutan-mangrove-di-Desa-Lembung-2.jpg

Untuk menjaga desanya dari kerusakan akibat abrasi waktu itu, Slaman mulai menekuni perluasan hutan bersama ayahnya. Saat itu, di tahun 1986an, Salman dan ayahnya secara rutin menanam satu sampai tiga mangrove di bibir pantai. Sampai kini, di tahun 2021 hutan mangrove sudah mencapai luas 46 hektar dan air tidak kembali naik ke rumah warga.

“Saya merawat mangrove sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Waktu itu, saya kelas IX,” tuturnya.

Tidak hanya menyelamatkan lingkungan, hutan mangrove mendapatkan berbagai penghargaan setelah dibentuknya komoditi kopi mangrove pada tahun 2012. Produk ini menjadi perwakilan pada ajang AMD (Anjang Kontes Modifikasi) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia di Jakarta pada tahun 2013.

Sejak meraih juara 1 tingkat nasional kategori Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, penghargaan dari KKP, warga sekitar hutan mangrove tetap produktif. Mereka membuat kopi dari buah pohon mangrove yang disebut dengan kopi malam Jumat, karena diyakini bisa menambah vitalitas pria dan membuat orang tidak ngantuk.

“Pada tahun 2012 kami membuat komoditi kopi mangrove yang terus bereksperimen (dari pohon mangrove),” ucapnya.

Slaman mengatakan tidak mudah menjaga hutan mangrove apalagi pernah ada pembakaran posko atau gubuk di area mangrove. Bahkan ada yang mencabut bibit mangrove yang ditanam oleh kelompoknya.

Namun kejadian tersebut, tidak membuat Slaman menyerah dalam menjaga dan terus melestarikan hutan mangrove.

“Merawat lingkungan yang paling dibutuhkan adalah keikhlasan. Banyak orang inovatif, pintar tapi tidak ikhlas. Yang kedua, adalah keuletan, sikap tidak gampang menyerah,” kata Slaman.

Lebih lanjut, Salman merasa bangga ketika hutan mangrove yang dikelola warga dikunjungi kalangan akademisi. Mulai dari siswa SD, SMP, SMA bahkan dari perguruan tinggi “Ada yang dari SD, SMP dan mahasiswa. Kadang ikut membantu dalam penanaman,” ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES