Komunitas Baroedak Tatanen Ajak Kaum Muda Jadi Petani Milenial

TIMESINDONESIA, PASURUAN – Menjadi petani, bukanlah sebuah cita-cita yang ada di sebagian besar benak kaum muda-mudi atau generasi milenial saat ini. Bayangan akan bekerja di sawah atau ladang, ditengah terik matahari dan berjibaku dengan lumpur atau tanah. Hal itu cukup membuat generasi milenial berpikir seribu kali untuk menjadi seorang petani di usia muda hingga akhirnya regenerasi petani di Indonesia saat ini sangatlah minim.
Melihat fenomena tersebut, Cindy Nur Oktaviani, seorang mahasiswi yang saat ini menempuh pendidikan di Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor (IPB). Tergerak untuk mendirikan komunitas Baroedak Tatanen. Sebuah komunitas yang bertujuan untuk mencetak para petani muda milenial yang handal.
Advertisement
"Baroedak Tatanen kami dirikan untuk merubah mindset kaum milenial, bahwasannya petani itu bukanlah hanya sekedar bercocok tanam kesawah maupun lahan. Namun juga bisa mengolah hasil pertanian menjadi sebuah komoditi yang mempunyai nilai lebih dari hasil pertanian sehingga dapat membangun kemandirian bagi masyarakat desa, serta menciptakan lapangan kerja baru bagi kaum muda-mudi di desa. Tidak hanya bidang pertanian, kami juga mempromosikan peternakan, perkebunan dan perikanan,” terang Cindy, Kamis (17/6/2021) di Pasuruan.
Dengan jumlah volunteer yang tersebar di berbagai daerah, komunitas ini terus memberikan edukasi pertanian, mengadakan berbagai pelatihan serta monitoring secara intensif bagi kaum milenial yang tertarik di bidang pertanian, termasuk di Kabupaten Pasuruan.
Salah satunya para pemuda-pemudi di Dusun Tegal Arum, Desa Pakijangan, Kecamatan Wonorejo. Disana, mayoritas warga menanam padi, jagung, kacang dan kedelai. Ada sebagian kecil warga yang menanam Bawang Merah.
Namun karena fluktuasi harga panen bawang merah yang naik-turun secara drastis, maka warga enggan menanam bawang merah. Peluang untuk mengolah bawang merah menjadi komoditi olahan yang bernilai jual lebih tinggi dibandingkan bila dijual hasil panenan saja, sangatlah besar.
"Kami ajarkan untuk mengolah hasil panen bawang merah, menjadi olahan sambal bawang, minyak bawang, dll yang dikemas secara efisien. Hasil olahan tersebut bernilai ekonomis lebih tinggi, daripada dijual produk mentah hasil panen saja.
Bahkan bila hasil panen bawang merah mengalami penurunan harga, harga hasil olahan bisa tetap stabil sesuai harga pasar. Kita ambil contoh, harga bawang merah per kilo nya saat ini Rp15.000-20.000. Harga olahan sambal bawang bisa Rp30rb/botol. Meski harga jual bawang merah anjlok, harga olahan sambal bawang masih tetap sesuai harga pasar," urai teteh Cindai panggilan akrab pendiri Komunitas Baroedak Tatanen. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |