Peristiwa Daerah

Bocah 6 Tahun Asal Batam Ini Nangis Ingin Mondok di Ponpes Nurul Jadid

Minggu, 04 Juli 2021 - 12:13 | 330.73k
Bocah Alya Sufiany bersama bersama tas pakaian dan barang bawaan lainnya, usai mendaftar di Ponpes Nurul Jadid (foto: Screenahoot video)
Bocah Alya Sufiany bersama bersama tas pakaian dan barang bawaan lainnya, usai mendaftar di Ponpes Nurul Jadid (foto: Screenahoot video)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Namanya Alya Sufiany. Usianya baru 6 tahun. Asal Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Dia usia sebelia itu, Alya sudah tercatat sebagai santri baru Ponpes Nurul Jadid, Kabupaten Probolinggo, Jatim.

Itu semua atas kemauan dan pilihan Alya sendiri. "Belajar di pesantren merupakan kemaunnya sendiri. Ia katanya ingin hidup mandiri” kata Darmita, ibu dari Alya.

Advertisement

Di antar sang ibu, lya mendaftarkan diri ke Ponpes Nurul Jadid, Sabtu (3/7/2021) siang. Setelah menempuh perjalanan panjang lebih dari 2.000 kilometer dari Batam.

Bakal terpisah jauh dari orang tua, tak terlihat aura sedih pada wajah Alya. Itu terlihat dari video percakapannya dengan pengurus Ponpes Nurul Jadid, sesaat setelah mendaftar.

"Dik, siapa namanya?"

"Alya"

"Kelas berapa?"

"Kelas 1 SD"

"Mau mondok?"

Alya mengangguk

"Di mana kamarnya?"

"MINM (Madrasah Ibtidaiyah Nurul Mun'im, Red)".

"Yg kerasan ya, ndak boleh nangis"

Alya mengangguk

Video berdurasi 21 detik itu diunggah akun Faizin Syamwil di facebook Sabtu (3/7/2021). Hingga Minggu (4/7/2021) pukul 09.42 WIB, video telah ditonton 2.246 kali dan dibagikan 90 kali dengan 40 komentar.

Di kolom komentar, mayoritas warganet memuji dan takjub dengan kemauan Alya. Juga takjub atas sikap pasrah kedua orang tua Alya melepas bocah yang baru lulus TK menimba ilmu di pesantren.

Tertarik Mondok Setelah Melihat Kiprah Alumni

Alya Sufiany 2Pengurus Ponpes Nurul Jadid bersama orang tua Alya (foto: Humas Ponpes Nurul Jadid)

Alya merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Dua kakaknya, belum ada yang mondok. Kedua orang tuanya, Ahmad Sufianto dan Darmita, juga bukan alumni pesantren.

Darmita mengatakan, Alya mengenal pondok pesantren dari para alumni Ponpes Nurul Jadid di Batam.

Menurutnya, alumni pesantren di ujung timur Probolinggo ini banyak menjadi pengabdi, pengayom masyarakat mulai sebagai pendidik, da’i, politisi dan banyak berkiprah di berbagai bidang.

Dari perkenalan itu, Alya yang masih duduk di bangku TK Islam Ibnu Khaldun, Bengkong, Batam, mulai menunjukkan ketertarikannya untuk mondok.

Lulus TK, keinginan Alya makin kuat. Sementara kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai kuli bangunan dan pembantu rumah tangga, malah bimbang. Selain jauhnya jarak, usia Alya juga masih 6 tahun.

Hingga suatu saat, Sufianto dan Darmita sempat menyampaikan jika Alya tak jadi mondok. "Eh, dia malah nangis. Sedih dan marah," kata Darmita saat mengantar Alya ke Ponpes Nurul Jadid.

Karena itu, keluarga memutuskan mengantar Alya ke pesantren. "Dia sangat senang sekali saat mau diantar ke Pesantren Nurul Jadid. Belajar di pesantren merupakan kemaunnya sendiri, ia katanya ingin hidup mandiri” imbuh Darmita.

Darmita menyampaikan, sebagai orang tua dirinya sangat bangga diselimuti rasa cemas. Bangga karena Alya lebih memilih pesantren sebagai tempat mengenyam pendidikan. Cemas karena Alya masih terlalu kecil untuk menimba ilmu di pesantren.

“Saya sebagai orang tua bangga dan senang sekali mempunyai anak yang memilih pesantren sebagai tempat menimba ilmu,” tuturnya.

"Namun masih ada rasa cemas dan khawatir melepas dia (Alya) belajar di pesantren karena terlalu kecil,” imbuhnya.

Darmita melanjutkan, sebagai orang tua, dirinya bersyukur pada Allah karena Pondok Pesantren Nurul Jadid menjadi pilihan Alya bukan pondok yang lain.

“Meskipun saya seorang pekerja rumah tangga (PRT) dan suami saya seorang kuli bangunan. Saya bertekad untuk menyekolahkan anak saya di Pesantren Nurul Jadid,” ucap Ibu Darmita.

Pasalnya, di luar pesantren pergaulan saat ini mengkhawatirkan. Banyak anak-anak yang telah melakukan pergaulan bebas, putus sekolah, minum-minuman keras, dan melakukan tindakan amoral lainnya.

Baginya pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang mampu menyelamatkan anak-anak dari pergaulan bebas.

Di Ponpes Nurul Jadid, bocah Alya Sufiany tinggal di asrama wilayah Fatimatuz Zahro bersama santri MINM lainnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES