Ini Fakta dan Kronologis Video Sengketa Lahan di Pangandaran

TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Beberapa hari lalu warganet di Kabupaten Pangandaran dihebohkan video sengketa lahan. Dalam adegan video tersebut dua kelompok masyarakat berselisih, bahkan sempat terekam adegan ricuh dari kejadian tersebut.
Berdasarkan sejumlah informasi, insiden perselisihan itu terjadi pada Kamis (29/7/2021) lalu berlokasi dilahan belakang kawasan pasar wisata Desa Pananjung, Kecamatan/Kabupaten Pangandaran.
Advertisement
Dalam adegan itu dua kelompok yang berselisih adalah petani penggarap dan pihak swasta yang hendak melakukan pematangan lahan. Dari rekaman video terungkap pihak petani mengklaim lahan tersebut adalah milik negara.
Sementara pihak swasta menyatakan lahan itu miliknya dengan menunjukan bukti pembayaran pajak atau SPPT. Tim legal PT Trijaya Permana Sejati Didik Puguh Indarto membenarkan video itu terjadi di lahan yang sedang dikembangkan pihaknya.
"Kalau soal insiden itu, biarkan pihak kepolisian menjalankan tugasnya," kata Didik, Senin (2/8/2021).
Didik menyesalkan insiden tersebut, bahkan Didik mengatakan jika ada pihak yang keberatan atas kepemilikan lahan silahkan tempuh jalur hukum. "Harusnya buktikan persoalan ini dengan fakta dan legalitas, jangan menggunakan cara kekerasan," tambahnya.
Kejadian tersebut jelas Puguh sudah mengganggu kondusifitas, padahal kalau kelompok masyarakat tersebut tidak bisa membuktikan legalitas lebih baik mundur. "PT Trijaya Permana Sejati menguasai lahan itu setelah ada peralihan hak atau jual beli," jelasnya.
Lahan SHGB nomor 7 sampai 14 itu merupakan lahan eks Startrust yang pada awal tahun 2000 sempat terjadi sengketa. "Masalah sengketa itu sudah clear, karena pada tahun 2003 sudah ada akta perdamaian," paparnya.
Setelah selesai perdamanian saat itu pemilik 8 sertifikat lahan SHGB nomor 7 sampai 14 Desa Pananjung itu adalah Ny. Parwati dan kawan-kawan, yang merupakan bos lembaga keuangan OCBC NISP.
"Sekarang sudah dilakukan peralihan hak kepada PT Trijaya Permana Sejati, semua aspek legal formal sudah kami tempuh," tuturnya.
Pihak perusahaan milik pengusaha lokal Pangandaran Sodikin hendak melakukan pematangan lahan untuk pengembangan kawasan wisata.
"Merujuk dokumen RDTR kawasan itu memang diproyeksikan untuk pengembangan penunjang pariwisata, bukan lahan pertanian. Jadi lagi-lagi apa yang kami lakukan selaras dengan peraturan yang ada," sambung Didik.
Lahan dengan luas sekitar 46 hektar itu, rencananya akan dijual dengan cara dipecah, dijadikan sekitar 1.200 kavling dengan luas mulai 285 meter sampai 700 meter. "Pembangunan diproyeksikan untuk menunjang aktivitas pariwisata entah itu hotel, pusat kuliner dan lainnya," papar Didik.
Didik menegaskan, kliennya secara aspek legal berhak atas tanah tersebut dan dilindungi aturan.
"Jika ada yang berkeberatan silahkan tempuh jalur hukum, kalau nekat melakukan kekerasan dan melawan hukum silahkan berurusan dengan aparat keamanan, kami tidak akan terpancing," imbuh Didik.
Sementara itu Ketua Perkumpulan Kelompok Petani Mandiri Pananjung Pangandaran Cucu Supriadi mengaku bahwa atas adanya perusahaan yang hendak membangun lahan tersebut, petani penggarap terpecah menjadi empat kelompok.
"Mereka terpecah karena berbeda pandangan dalam menyikapi pembangunan lahan tersebut meski mayoritas petani penggarap ikut bergabung ke kelompok Cucu," kata Cucu.
Cucu menambahkan, pihaknya menerima dan mendukung walaupun harus kehilangan lahan garapan. Cucu mengaku memahami bahwa sistem kepemilikan tanah ada aturannya dan mereka punya sertifikat HGB maka mereka pemilik yang sah.
"Harapan kami pihaknya perusahaan memiliki kepedulian untuk memberikan pengganti tanaman yang sudah ditanam seperti syukuran dan yang lainnya," pungkas Cucu terkait video sengketa lahan yang sempat menghebohkan warganet Kabupaten Pangandaran. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Rizal Dani |