50 Orang Kerasukan Roh Leluhur, Ritual Adat Bersih Desa Aliyan Banyuwangi Digelar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Aroma menyan begitu kuat tercium saat sampai di pelataran pendopo Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, pada Minggu (15/8/2021) pagi.
Ya, ritual adat bersih desa di desa yang kental akan mistisnya itu akhirnya tetap digelar. Hal tersebut menyusul banyaknya warga yang kerasukan roh leluhur di Desa Aliyan.
Advertisement
"Ada 50 warga yang kerasukan. Itu terjadi sebelum ritual bersih desa dilakukan hingga hari ini waktu pelaksanaan," kata Tokoh Adat Desa Aliyan, Jumhar kepada TIMESIndonesia.
Warga yang kerasukan, bertingkah layaknya seperti kerbau. Mereka tak sadar, berdengus, meronta-ronta, bahkan sesekali kepalanya diserudukkan ke sesama warga yang juga kerasukan.
Bukan Desa Aliyan namanya kalau tidak unik dalam pelaksanaan acara adat. Mereka yang tak sadar dirinya kesurupan, akan langsung menceburkan diri ke kubangan lumpur sawah, bak kerbau yang akan membajak.
"Mereka yang kerasukan kemudian diarak keliling kampung, tidak ada kostum khusus. Tapi anehnya yang kerasukan roh itu seakan tahu, mereka langsung mengambil alat bajak sawah," terangnya.
Menurut Jumhar, ritual adat tersebut adalah tradisi yang dilaksanakan rutin setiap tahun di bulan Suro. Leluhur mbah Buyut Wongso Kenongo meminta tradisi Keboan tetap dilaksanakan walau dimasa pandemi.
"Ini acara ritual adat selamatan desa. Harapan kita semua warga Desa Aliyan dapat terhindar dari segala macam penyakit, musibah dan bencana alam," ungkap Jumhar.
Selain itu, bersih desa ini juga sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas hasil panen, kesuburan tanah, dan segala nikmat yang telah diberikan kepada masyarakat Desa Aliyan.
"Dulu itu ceritanya musim paceklik, kemarau dan tidak ada apa apa. Lalu mbah buyut dulu membuat ritual selametan desa, dan kemudian hujan turun dan tanah-tanah warga menjadi subur," ucapnya.
Kepala Desa Aliyan, Anton Sujarwo mengatakan jika bersih desa tersebut dilakukan tanpa ada perencanaan sebelumnya. Bahkan saat musim pandemi seperti ini, Pemerintah Desa Aliyan berniat untuk menunda pelaksanaan.
"Tapi kita tidak bisa membendung. Karena ini tradisi adat. Tiba-tiba banyak warga kami kerasukan dan minta untuk digelar selamatan. Dan itu spontan hari Jumat kemarin," tegas Anton.
Ketua Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi tersebut mengaku jika keputusan dalam melaksanakan acara adat bersih desa itu sebenarnya dilematis. Namun karena mempertimbangkan aspek keselamatan warga akhirnya tetap digelar.
"Sekali lagi, ini untuk keselamatan warga. Karena kami tidak ingin banyak lagi warga yang kesurupan massal. Jadi mau tidak mau harus dilaksanakan, meski secara sederhana dan tanpa ada persiapan khusus," ungkap Anton.
Meski begitu, Anton juga terus mengingatkan warga untuk tetap mematuhi protokol kesehatan terhadap pencegahan Covid-19.
"Kita sudah sampaikan berulang-ulang terkait protokol kesehatan. Tapi sekali lagi, ini acara adat dan tradisi masyarakat, kami tidak bisa membendung antusiasme," terang Anton.
Acara bersih desa tersebut sudah berdasar hasil musyawarah dan berbagai pertimbangan bersama sesepuh adat, tokoh masyarakat dan tiga pilar Desa Aliyan.
Fenomena kesurupan massal di Desa Aliyan diawal bulan Suro selalu terjadi setiap tahun. Dengan merasuk ke tubuh warga, para nenek moyang masyarakat suku Osing setempat menagih pelaksanaan tradisi Keboan.
Tradisi bersih desa Keboan konon dilaksanakan sejak era kerajaan Blambangan warisan Buyut Wongso Kenongo, yang lokasi makam berada di Dusun Cempokosari, Desa Aliyan. Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk ungkapan syukur atas rejeki hasil pertanian melimpah disepanjang tahun. Selain itu juga sebagai ritual tolak balak. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |