Peristiwa Daerah

Dr Tuswadi: Lambang Daerah Banjarnegara Harus Dipertahankan

Kamis, 07 Oktober 2021 - 15:51 | 109.18k
Dr Tuswadi, Ilmuwan di Akademi Ilmuwan Muda Indonesia. (FOTO: Dr Tuswadi for TIMES Indonesia)
Dr Tuswadi, Ilmuwan di Akademi Ilmuwan Muda Indonesia. (FOTO: Dr Tuswadi for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANJARNEGARA – Ilmuwan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) yang juga Dr Tuswadi menilai, lambang daerah Banjarnegara harus dipertahankan. Ini menjawab munculnya rencana DPRD melakukan penyesuaian lambang dan semboyan daerah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Tuswadi menyampaikan  bahwa lambang daerah dan semboyan daerah merupakan hal yang mengandung nilai historis dan tidak boleh semaunya diubah apalagi hanya untuk mengikuti tren di tengah masyarakat atau mengikuti aturan yang berlakunya baru kemarin.

Advertisement

Sebagai informasi, wacana ini muncul akibat terbitnya PP No. 77 Tahun 2007 mengenai ketentuan lambang daerah di mana di salah satu pasal disebutkan pelarangan gambar atau logo lambang daerah mirip dengan gambar atau logo organisasi politik tertentu.

Tuswadi menambahkan, substansi gambar-gambar yang terdapat di lambang daerah Banjarnegara sangat kental dengan nuansa Pancasila dan NKRI yang menjadi pemersatu seluruh bangsa Indonesia termasuk rakyat Banjarnegara.

Menurutnya, para tokoh Banjarnegara yang terlibat dalam penentuan lambang daerah Banjarnegara pastilah orang-orang yang terdidik, berpengalaman dalam sejarah NKRI, dan memiliki komitmen yang kuat untuk tidak mempermainkan kepentingan satu golongan atau partai politik tertentu ke dalam gambar-gambar yang ada di lambang daerah.

"Ini yang perlu dicatat!, Lambang daerah tidak boleh dicampur adukkan dengan kepentingan politik satu kelompok termasuk agama tertentu karena akan sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan rakyat Banjarnegara," ucapnya..

Mengenai gambar pohon di lambang Banjarnegara yang identik dengan satu partai politik, Tuswadi mengatakan, ditilik sejarah dan deskripsi arti di balik gambar-gambar di lambang daerah, gambar pohon mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan seperti esensi sila 3 Persatuan Indonesia dalam Pancasila dengan gambar pohon beringin.

"Kemudian Lambang Pohon beringin di Pancasila sudah lahir sekian lama, jangan disandingkan dengan pohon di lambang partai politik yang usianya jauh lebih muda," ucapnya.

Terkait pasal PP No. 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah terdapat ayat yang menyebutkan gambar di lambang daerah tidak boleh mirip baik sebagian maupun semuanya dengan logo partai politik atau logo organisasi tertentu, Tuswadi mengatakan, bahwa PP itu dibuat  pada tahun 2007 dan normalnya berlaku untuk segala sesuatu yang akan dikerjakan sejak PP itu terbit. Sedangkan lambang daerah dibuat tahun 1960-an.

"Jadi lebih dulu mana lahirnya? Aturannya atau lambang daerahnya? Dan gambar pohon yang diambil oleh para founding father Banjarnegara saya yakin bukan merepresentasikan gambar partai tertentu," ucapnya.

Banjarnegara.jpgLambang dan semboyan Kabupaten Banjarnegara.

Tuswadi mengatakan, cara membaca makna pohon bukan konteks zaman sekarang tetapi aslinya dahulu. "Terus kalau gambar pohon beringin mau diganti hanya karena di alun alun kota Banjarnegara pohon beringin sudah tumbang semua, itu alasan yang sangat tidak rasional," lanjutnya.

Diretur Politeknik Banjarnegara.ini menyatakan, rencana dicantumkannya Candi atau Dawet Ayu atau gambar lain sebagai ganti gambar tertentu di lambang daerah Banjarnegara, adalah karya seni yang mengalami pasang surut dan itu kebanyakan menjadi ikon pariwisata bagi daerah. Jika candi yang mau tidak mau mengandung muatan agama tertentu dijadikan ganti gambar pohon beringin di lambang daerah, maka akan terjadi nilai kontradiktif dengan gambar bintang di atasnya.

Menurutnya, bintang melambangkan ruh Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan candi jika dihubungkan dengan agama tertentu mengandung hal berbeda. Bintang sudah melambangkan kebhinekaan rakyat Banjarnegara dalam hal agama dan kepercayaan.

"Candi tidak perlu dipaksakan. Biarlah Candi, Dawet Ayu, Buntil, Joglo sebagai  karya seni tinggalan para leluhur dikembangkan menjadi ikon-ikon pariwisata untuk meningkatkan PAD dengan berbagai cara sesuai kreatifitas Dinas Pariwisata.

Mengenai gambar sifon peninggalan penjajah Belanda, Tuswadi menjelaskan, Indonesia memang telah dijajah oleh beberapa bangsa termasuk Belanda.  Bukan berarti hal-hal yang berhubungan dengan penjajah dimasa sekarang itu harus dihilangkan.

Karya infrastruktur Pemerintah Kolonial di Indonesia itu kualitasnya bagus dan kuat. Jarang yang rusak dalam waktu lama karena dibangun dengan standar tingkat tinggi dan terbebas dari perilaku korupsi oleh para pejabat.

"Lihat, mana ada jembatan peninggalan Belanda rusak? Kuat kuat semua dan itu harus dicontoh oleh kita. Sifon atau pipa saluran air buatan Kolonial bisa dijadikan nasehat berharga bagi rakyat Banjarnegara bahwa air perlu dijaga dengan baik agar kesehatan dan kesejahteraan masyarakat terjaga," ucapnya.

Adapun pengantian semboyan, Tuswadi punya pendapat berbeda. "Kalau memang semboyan Memetri Rahayuning Praja mengandung unsur tahun penjajah bisa disesuaikan dengan unsur tahun pro kemerdekaan. Kita serahkan bentuk semboyannya kepada ahlinya yang tahu benar mengenai makna filosofi di setiap katanya," katanya.

Meski demikian, Tuswadi mengatakan, rakyat Banjarnegara harus bisa menghargai sejarah termasuk lambang daerah. Untuk itu, ia berbependapat, lambang daerah  jangan diganti karena memang tidak perlu diganti. Semua gambar-gambar di dalamnya memiliki arti filosofi yang begitu agung dan dalam. Bukan sembarangan, apalagi sampai dimasuki kepentingan satu golongan.

"Kita harus menjadi masyarakat cerdas, yang tidak lebay hanya mengikuti hal-hal viral untuk dibawa ke esensi perubahan lambang daerah yang tidak urgen," ungkap Tuswadi, terkait wacana perubahan lambang daerah Banjarnegara. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES