Road Map Pertamina Menurunkan Emisi Karbon Berkelanjutan

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pergerakan ambient air monitoring harian menampilkan kabar menyejukkan. Langit Surabaya makin membiru. Udara segar memenuhi atmosfer ruang terbuka.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menempatkan alat monitoring kualitas udara di beberapa lokasi. Mulai Kebun Bibit Wonorejo, Kantor Kelurahan Kebonsari, dan Kantor Kecamatan Tandes. Sejumlah unit juga terpantau bersebelahan dengan lampu lalu lintas.
Advertisement
Ambient air monitoring ini memang berfungsi untuk memantau kualitas udara di suatu daerah tertentu seperti misalnya di pusat kota.
Surabaya telah bertransformasi secara pesat dalam perbaikan lingkungan selama dua tahun terakhir. Trend peningkatan indeks kualitas udara (IKU) atau Air Quality Index (AQI) cukup menggembirakan.
Indeks ini biasa digunakan oleh badan pemerintah untuk memperlihatkan seberapa nilai kualitas udara di suatu daerah. Termasuk Surabaya sebagai kota besar dengan mobilitas tinggi.
Supervisor (SPV) SPBU Pertamina Coco Jemursari Arif Romadhon menunjukkan mesin pengukur dan penyimpan pasokan tenaga surya dari PLTS, Sabtu (30/10/2021). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Lihat saja, sepanjang hari ribuan kendaraan bermotor lalu lalang silih berganti. Emisi gas buang dari bahan bakar alat transportasi tersebut memberi dampak bagi kualitas udara di kota ini. Belum lagi paparan polusi industri. Namun Surabaya makin menegaskan diri sebagai kota ramah lingkungan.
Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya mencatat perubahan signifikan dari tahun ke tahun.
Kepala Seksi Pemantauan dan Pengendalian Kualitas Lingkungan Hidup DLH Kota Surabaya, Ulfiani Ekasari mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas udara.
Sumber polutan bisa berasal dari transportasi, industri, masak rumah tangga dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai penyerapan polutan. "Kalau Surabaya dan kota besar lainnya sumber polutan terbesar adalah transportasi," jelas Ulfiani, Sabtu (30/10/2021).
Ia menambahkan, data IKU Kota Surabaya dari tahun ke tahun juga menunjukkan trend positif. IKU dihitung berdasarkan emisi dari dua polutan udara yaitu karbon monoksida (CO) dan nitrogen oksida (NOx).
Kedua jenis polutan ini dijadikan sebagai komponen IKU karena pengaruh keduanya yang sangat signifikan terhadap kehidupan manusia. Nilai IKU berkisar antara 0 sampai dengan 96,18. Nilai ideal adalah 100, yang menggambarkan kualitas terbaik. Sementara nilai 0 menggambarkan kualitas terburuk.
Pada tahun 2016 IKU Surabaya berada di angka 89,57. Kemudian pada tahun 2017 merangkak menuju 90,26. Selanjutnya di tahun 2018 IKU Kota Surabaya berada di angka 90,27. Disusul 2019 di angka 90,3 dan pada tahun 2020 lalu mencatat angka 90,31.
"Artinya ada perbaikan kualitas udara di Surabaya," ucap Ulfi.
Udara Terbersih se-Asia Tenggara
Keberhasilan Pemkot Surabaya dalam membangun dan mengembangkan lingkungan bahkan telah mendapat pengakuan baik di tingkat nasional maupun internasional. Surabaya bertransformasi sebagai penyandang kota berkualitas udara terbaik di Asia Tenggara. Padahal jumlah kendaraan bermotor cukup tinggi.
Selama sepekan, Kota Surabaya berhasil meraih dua penghargaan sekaligus dalam bidang lingkungan, yaitu penghargaan proklim dari KLHK dan penghargaan Udara Terbersih se-Asia Tenggara atau ASEAN.
Salah satunya Program Kampung Iklim (Proklim) dari Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. KLHK RI memberikan penghargaan kepada 10 kampung di Kota Surababaya. Mereka memperoleh Trophy Proklim Utama dan Sertifikat Proklim Utama.
Sebagai kota besar yang kendaraannya sangat banyak, tentu ini merupakan prestasi yang luar biasa. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sangat bersyukur atas prestasi tersebut.
Karyawan SPBU Pertamina Coco Jemursari melayani konsumen Pertalite, Sabtu (30/10/2021). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
"Alhamdulillah, meskipun kita (Surabaya) kota besar dan banyak kendaraan, tapi di kampung-kampung kita bisa menyabet 10 kategori. Ini menunjukkan bahwa Kota Surabaya iklimnya masih nyaman dan bisa dibilang masih sehat, emisi udaranya tidak jelek," kata Wali Kota Eri Cahyadi.
Dua hari kemudian, Kota Surabaya berhasil meraih penghargaan sebagai kota besar dengan udara terbersih se-Asia Tenggara atau ASEAN.
Penghargaan yang pertama diraih sepanjang sejarah itu diterima langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam acara yang bertajuk "The 5 ASEAN ESC Award and the 4 Certificate of Recognition" yang digelar di Jakarta, Kamis (21/10/2021) lalu.
Seusai menerima penghargaan, Wali Kota Eri menjelaskan bahwa dalam penghargaan ESC ini ada beberapa kategori baik untuk kota besar maupun kota kecil. Kategorinya adalah clean air, clean land, dan clean water. Sedangkan Kota Surabaya mendapatkan penghargaan dengan kategori clean air (udara bersih) kota besar di seluruh ASEAN.
"Jadi, Kota Surabaya dinilai mampu mengatasi emisi, polusi, dan itulah yang kita lakukan di Surabaya, sehingga kita mendapatkan penghargaan ini," kata Wali Kota Eri.
Menurutnya, penghargaan udara terbersih di tingkat ASEAN ini baru pertama diraih Kota Surabaya. Sebab, selama ini Surabaya belum pernah mendapatkan penghargaan semacam ini di tingkat ASEAN. "Baru tahun 2021 ini kita mendapat penghargaan ini," katanya.
Wali Kota Eri juga menjelaskan berbagai inovasi yang terus dikembangkan oleh Pemkot Surabaya dalam mengembangkan kualitas lingkungan di Kota Surabaya. Inovasi itu mulai dari melaksanakan penanaman pohon yang intensif dan merata serta mengembangkan urban farming di taman hutan raya dan kampung-kampung di Surabaya.
"Di bagian pesisir timur dan utara kota, ditanami berbagai jenis pohon bakau dengan tetap memperhatikan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut untuk melestarikan struktur geologi pesisir serta melindungi satwa liar, termasuk burung migran," katanya.
Persentase RTH di Kota Surabaya mencapai 21,99 persen, sehingga ini melampaui persyaratan minimal 20 persen dengan luasan sebesar 7356,96 hektar pada 2020. RTH tersebut dapat menyerap total CO2 sebesar 642.794,59 ton/tahun.
"Berdasarkan inovasi tersebut, capaian IKU Kota Surabaya sebesar 90,31, yang artinya melebihi capaian IKU nasional," kata dia.
Ia juga memastikan kualitas udara Kota Surabaya terus meningkat setiap tahunnya, terutama mulai tahun 2016-2020.
Selain IKU yang menunjukkan peningkatan, Kota Surabaya juga mampu meningkatkan kualitas lingkungan melalui gerakan partisipasi masyarakat hijau (gerakan 3R) dan juga program Waste to Energy yang menggunakan metode gasifikasi.
"Surabaya juga telah mengembangkan konsep Green Transportation dan Green Buildings. Kita juga sudah menggunakan pembangkit listrik tenaga surya di 74 titik persimpangan. Berbagai inovasi ini terus kita kembangkan, tujuan utamanya untuk memberikan yang terbaik bagi warga Surabaya, bukan penghargaan," tegasnya.
Zero BBM Premium, Langit Surabaya Kian Membiru
Sebagai kota dengan pergerakan tinggi, emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi faktor utama yang mempengaruhi kualitas udara. Lantas, bagaimana Surabaya bisa menjadi kota dengan udara terbersih di Asia Tenggara?
Kota ini bahkan menorehkan posisi 'zona hijau' dengan angka AQI dan polusi udara PM2.5 sebesar 33 pada Kamis (28/10/2021) pukul 13.41 WIB berdasarkan data https://www.iqair.com/id/indonesia/east-java/surabaya. Iqair sendiri adalah piranti canggih penjelajah kualitas udara di seluruh dunia secara real time.
Angka AQI Kota Surabaya di Iqair hampir stabil sepanjang waktu. Belum pernah hengkang dari zona hijau. Keberhasilan itu tak lepas dari dukungan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan oleh masyarakat. Mereka mulai beralih pada BBM oktan tinggi. Selain kesadaran menjaga lingkungan tetap asri dan berseri.
Salah satu upaya menjaga kualitas udara tetap sehat, perlu penggunaan bahan bakar rendah emisi selaras dengan Program Langit Biru (PLB). PLB merupakan bentuk edukasi dan dukungan Pertamina kepada pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Section Head Communication Patra Niaga Jatimbalinus, Arya Yusa Dwicandra mengatakan jika PLB adalah program skala nasional. Untuk Wilayah Bali dan Jatim telah dimulai sejak tahun 2020 lalu.
Kehadiran PLB bertujuan mengedukasi masyarakat tentang standar baru emisi gas buang. Yaitu standar internasional EURO berupa implementasi Paris Agreement dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) mengenai mitigasi emisi gas rumah kaca, adaptasi, dan keuangan.
Kemudian standar nasional Peraturan Menteri LHK P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 Tentang Emisi Gas Buang. PLB merupakan upaya penerapan kedua aturan tersebut. "Saat ini provinsi di Wilayah Indonesia Timur masuk tahap PLB tahun 2021. Sedangkan provinsi lain telah berjalan selama satu tahun terakhir," jelasnya.
Pada awalnya PLB menjadi program edukasi dan promosi penggunaan Perta Series harga khusus bagi masyarakat pengguna roda dua, roda tiga, angkot, dan taksi ber-plat nomor kuning sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) Research Octane Number (RON) rendah seperti Premium. Namun ini penggunaan Perta Series telah menjadi kebutuhan setelah penghapusan Premium.
Bukan tanpa alasan, penggunaan Premium Ron 88 telah memproduksi dan meningkatkan jumlah gas-gas rumah kaca di atmosfer. Sehingga, penghapusan bensin jenis Premium dapat memberikan pengaruh positif untuk lingkungan.
Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dapat terjadi jika bensin Premium Ron 88 dihapus. Pencemaran udara juga bakal mendapatkan penurunan signifikan dari penghapusan Premium tersebut.
Arya Yusa menjelaskan, Pertamina saat ini telah memangkas penyaluran BBM jenis Premium di Jatim. Total dari 863 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jatim hanya tersisa 37 SPBU saja yang menyalurkan BBM Premium.
Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Premium Ron 88 sepanjang Januari-Oktober 2021 di Jatim hingga September 2021 tercatat hanya sebanyak 79.000 Kilo Liter (KL) atau rata-rata 6.500 KL per bulan. Bahkan seluruh SPBU di Kota Surabaya kini telah zero Premium.
"Total 95 SPBU di Surabaya sudah tidak ada lagi Premium," terang Arya.
Dengan demikian, terjadi kenaikan pengguna bahan bakar ramah emisi jenis Perta Series di Surabaya. Seperti Pertalite RON 90, Pertamax RON 92 dan Pertamax Turbo RON 98.
Arya menambahkan, Pertamax dilengkapi teknologi Pertatec, formula zat aditif yang memiliki kemampuan untuk membersihkan endapan kotoran pada mesin sehingga mesin jadi lebih awet, menjaga mesin dari karat serta pemakaian bahan bakar yang lebih irit.
Data Pertamina mencatat, distribusi Perta Series di TW II (April – Juni 2021) sebesar 46.647 KL per bulan. Sedangkan Perta series di TW III (Juli – September 2021) sebanyak 58.678 KL per bulan. Angka ini mengalami kenaikan 26%.
Arya berharap agar ke depan BBM yang digunakan masyarakat lebih baik sehingga udara menjadi lebih bersih seiring dengan program pemerintah untuk mendukung energi baru terbarukan (EBT) sesuai Permen KLHK No. 20 tahun 2017 mengenai emisi gas buang.
"Namun pertamina juga menjawab tantangan masa depan yang memfokuskan pada energi terbarukan," terang Arya.
Ia menjelaskan, Pertamina berupaya untuk menjalankan bisnis secara bertanggung jawab dan berkelanjutan yang tidak hanya mengedepankan kepentingan bisnis tapi juga kebutuhan para pemangku kepentingan, masyarakat, dan kelangsungan lingkungan hidup.
Menjaring Pasokan Energi Surya
Pertamina juga kian meneguhkan komitmen menurunkan emisi karbon melalui Pertamina Go Green dengan memanfaatkan tenaga surya sebagai pemasok listrik di beberapa SPBU.
Indonesia merupakan negara dengan sinar matahari sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Sederasnya hujan, sinar matahari tetap memancar. Energi matahari tiada akan pernah habis.
Potensi tersebut memberi peluang pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Tenaga surya tak hanya menghasilkan energi namun juga memberi dampak pada penurunan emisi karbon.
Pertamina mempertajam konsep go green dengan memasang PLTS di Green Energy Station (GES) yang tersebar di berbagai Wilayah Nusantara. Saat ini PLTS telah terpasang di 76 titik GES yang berlokasi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dan akan diperluas hingga 5000 titik.
GES merupakan konsep baru SPBU Pertamina di mana SPBU akan memberikan layanan terintegrasi untuk mendukung gaya hidup yang lebih ramah lingkungan bagi konsumen SPBU. Salah satunya dengan memanfaatkan Solar Photo Voltaic (PV) atau PLTS sebagai salah satu sumber energi mandiri dan ramah lingkungan.
Proyek ini adalah bagian dari transisi energi di ekosistem Pertamina. Mulai pemasangan PLTS di internal Pertamina, baik di proses inti, perkantoran, maupun fasilitas lainnya untuk mendukung dekarbonisasi. Termasuk SPBU sebagai salah satu frontline Pertamina.
Arya menjelaskan, saat ini sudah ada dua unit PLTS yang terpasang di SPBU Area Surabaya. Yaitu di SPBU Coco Jemursari dan SPBU Jalan Dr Soetomo. Target pemasangan akan digencarkan di 95 titik SPBU yang ada di Kota Surabaya. "Lainnya dalam tahap pengerjaan," ucap Arya.
GES sendiri, lanjutnya, terdiri dari 3 konsep utama yaitu Konsep Green yang memiliki PLTS di area SPBU. Kemudian Konsep Future yang memiliki EV Charging Station, dan yang ketiga Konsep Digital di mana pembayaran di SPBU cashless dengan MyPertamina serta dilengkapi dengan self-service.
Melalui pemasangan PLTS tersebut, masing-masing SPBU bisa melakukan penghematan energi listrik. Jika dinominalkan mencapai sekitar Rp 2 juta.
"Belum ada info terkait (angka penghematan) KWH tapi per SPBU saat ini bisa menghemat antara Rp 1-2 juta per bulan," imbuhnya.
Turunkan Beban Listrik
Salah satu lokasi pemasangan PLTS terletak di SPBU Pertamina 51.601.65 atau SPBU Pertamina Coco Jemursari. Stasiun pengisian ini memang cukup luas dan terletak persis di pinggir jalan raya representatif. Ada tulisan Pertamina Go Green dengan logo daun hijau melayang.
SPBU yang berdiri sejak 2006 tersebut memiliki tujuh tangki produk. Terdiri dari 2 tangki Pertalite, 2 tangki Pertamax, 1 tangki Dex, 1 tangki Pertamax Turbo dan 1 tangki solar. Tak ada lagi Premium. Sebelah ujung ada satu mini market, pengisian angin dan toko roti.
Apalagi SPBU Pertamina Coco Jemursari juga aktif melayani pembayaran cashless melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) maupun aplikasi My Pertamina selaras dengan program go green. Bayangkan, berapa kebutuhan listrik untuk menjaga unit-unit itu tetap beroperasi sepanjang hari.
Melihat kondisi tersebut, dipastikan kebutuhan listrik cukup besar agar operasional tetap berjalan.
Supervisor (SPV) SPBU Jemursari Arif Romadhon mengatakan operasional SPBU saat ini menggunakan tenaga listrik dan pasokan tenaga surya. "Jadi memang masih mengandalkan listrik dan PLTS," kata Arif.
Uji coba PLTS dilakukan pada September 2020 dan mulai beroperasi secara normal Februari 2021 hingga sekarang.
Total 14 lembar panel surya terpasang di kanopi SPBU. Masing-masing memiliki lebar 1 meter dan panjang 2 meter. Serapan harian tenaga solar cell sekitar 20 persen dari total kebutuhan listrik. Namun saat panas terlalu tinggi bisa memasok lebih dari angka tersebut.
Komposisi pemakaian PLTS tergantung dari serapan panel surya. Setiap bulan kebutuhan tenaga listrik sekitar 307-310 KWH. Angka itu setelah menggunakan panel surya. Sebelumnya, beban listrik menyentuh angka 380-400 KWH per bulan. "Jadi turun hampir 100 KWH tiap bulan," tandasnya.
Kendati energi utama tetap menggunakan listrik, namun PLTS telah membantu suplai dan penghematan energi. Ada pengurangan beban listrik. Dalam satu bulan PLTS mampu memberikan pasokan energi sekitar 800 KWH.
Arif rutin melaporkan melalui Grup PLTS internal Pertamina bersama sejumlah SPBU lainnya. "Awal akhir bulan saya selalu laporan ke pusat," kata Arif.
Arif kemudian menunjukkan lokasi penyimpanan alat ukur Panel PLTS di gudang genset. Ruangan berukuran 3x6 meter itu penuh dengan piranti penting sebagai jantung energi. Jumlahnya lebih dari 20 unit.
Arif menunjukkan beberapa panel listrik dan genset. Keberadaan genset rupanya tetap diperlukan. Karena panel PLTS belum bisa menyimpan energi yang dibutuhkan jika sewaktu-waktu listrik padam.
Selain itu juga ada mesin tangki timbun bernama STP-SCI. Jumlah tujuh unit sesuai jumlah tangki. Mesin ini berguna mendorong minyak ke dispenser.
Mesin itu satu paket dengan STP-DHI. Letaknya berjajar atas bawah. Fungsinya mengontrol minyak dari dispenser. Mesin lain yaitu stabilizer. Mesin itu berfungsi menjaga tekanan minyak tetap stabil saat tegangan listrik tiba-tiba naik maupun turun.
Di tembok sisi dalam paling belakang merupakan letak Panel AC PLTS. Jumlahnya satu set terdiri dari 2 unit.
Mesin pertama bentuknya berupa boks berukuran sekitar 40 cm x 30 cm. Warnanya putih pucat. Ada tiga lampu berbentuk seperti tombol berwarna merah, kuning dan hijau. Kotak ini berfungsi menerima pasokan energi surya dari panel yang terpasang di kanopi. Angka-angka dalam hitungan KWH terus berjalan seiring masuknya tenaga surya.
Unit ini tidak menyimpan energi. Tapi langsung mendistribusikan energi menuju Photo Voltaic (PV) System yang terletak bersebelahan. Kemudian dihantarkan langsung menuju panel listrik.
Teknologi PV berfungsi menyerap sinar matahari dan mengubahnya menjadi listrik. Tenaga surya memang secara otomatis terserap untuk mengurangi beban listrik.
Susunan sistem tenaga PV menghasilkan daya arus searah (DC) yang berfluktuasi sesuai intensitas sinar matahari. Untuk penggunaan praktis ini biasanya memerlukan konversi ke tegangan tertentu yang diinginkan atau arus bolak-balik (AC), melalui penggunaan inverter.
"Jadi ini nggak nyimpan (tenaga surya) tapi suplai, kalau panel listrik habis berapa nanti disuplai ini berapa. Tergantung panasnya aja sih kalau panas banyak ya bisa suplai banyak ke listrik. Tetap utamanya di listrik disuplai sama PLTS," terangnya seraya menunjuk angka-angka itu.
Arif menerangkan, selama ini mesin tersebut belum pernah bermasalah. Teknisi baru datang sekali pasca pemasangan beberapa waktu lalu untuk melakukan pengecekan. Selama layar monitor menampilkan tulisan 'normal' maka artinya piranti dalam kondisi aman.
Keberadaan PLTS di SPBU Coco Jemursari akan terus dipertahankan sebagai langkah Pertamina mendukung target pemerintah untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29 persen pada tahun 2030 melalui transisi energi. Dalam roadmap transisi energinya, Pertamina menargetkan energi hijau mencapai 17 persen dalam portofolio bisnis di tahun 2030 mendatang.
Kebutuhan Energi Terbarukan
Tak bisa dipungkiri saat ini jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 Jawa Timur merupakan tertinggi nasional. Angkanya mencapai 22.001.528 unit.
Rinciannya, mobil penumpang 1.883.822 unit, kendaraan bermotor bus 35.295 unit, kendaraan bermotor truk 732.670 unit, kendaraan bermotor jenis sepeda motor 19.349.741 unit. Sedangkan total jumlah seluruh kendaraan bermotor di Indonesia adalah sebesar 115.188.762 unit.
Data Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebutkan jika perkiraan kebutuhan energi untuk kendaraan bermotor di perkotaan akan terus naik tajam.
Undang-Undang nomor 30 tahun 2007 tentang energi mengatur secara eksplisit mengenai peran-peran pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam pengelolaan energi. Terutama di tengah pertumbuhan alat transportasi perkotaan.
Salah satu bentuk partisipasi pemerintah daerah adalah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dengan mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
RUED merupakan dokumen kebijakan pemerintah daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota mengenai rencana pengelolaan energi tingkat daerah di wilayah masing-masing yang bersifat lintas sektor.
Melalui RUED ini diharapkan kebutuhan energi di daerah dapat dikelola secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan energi daerah. Salah satu sektor yang penting dalam RUED untuk tingkat pemerintah kota adalah penggunaan energi di sektor transportasi.
Sektor ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menunjang dan menggerakkan dinamika pembangunan, karena transportasi berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah.
Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pada tahun 2010 lalu jumlah kendaraan bermotor di Surabaya mencapai 2.087 ribu atau 2 juta unit dengan pangsa terbesar adalah sepeda motor (51%) dan mobil penumpang (24%).
Pada periode 2010-2030, kendaraan bermotor diperkirakan tumbuh dari 2,15 juta unit pada tahun 2010 dan diperkirakan menjadi 4,08 juta unit pada tahun 2030 atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 3,3% per tahun.
Pertumbuhan yang paling besar adalah penggunaan sepeda motor yang mencapai 5,1% per tahun untuk periode yang sama. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan kendaraan ini dapat diperkirakan penggunaan energi untuk jangka panjang.
Pada kurun waktu 2010-2030 diperkirakan kebutuhan bahan bakar di Kota Surabaya meningkat dari 0,83 juta KL pada tahun 2010 menjadi 1,19 juta KL atau meningkat rata-rata 1,8% per tahun. Pada akhir periode pangsa penggunaan bensin akan mencapai 70% dari total kebutuhan.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) 2014-2019, Ir. Dwi Hary Soeryadi, kepada TIMES Indonesia mengatakan, energi nasional pasti terus dibutuhkan dan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan semakin menipisnya cadangan energi fosil dunia.
Peraturan kebijakan energi di Indonesia tertera dalam UU 30/2007 tentang Energi, PP No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan Perpres No 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). "Yaitu 23% bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) di tahun 2025 dan 31% bauran EBT di tahun 2050," katanya.
Penulis Buku Pro Kontra PLTN tersebut menegaskan, pemerintah dan semua stakeholder harus mendukung kebijakan yg telah ditetapkan agar arah Kebijakan Energi Nasional jelas dan berkelanjutan.
"Karena kalau tidak, bukanlah tidak mungkin dalam beberapa tahun mendatang yang sebelumnya merupakan negara yang kaya akan sumber energi menjadi negara krisis energi," jelasnya.
Pakar energi ini mengimbau agar Pertamina meningkatkan penjualan Biofuel sesuai target yang ada di RUEN mulai B30, B40, dan seterusnya. Ia menerangkan, B30 merupakan campuran 30% fatty acid methyl ester (FAME) dan 70% campurannya adalah solar. Produk FAME berasal dari olahan minyak kelapa sawit atau CPO.
Begitu juga dengan B40 (Biodiesel 40) yang merupakan campuran 40 persen biodiesel dan 60 persen solar. Biodiesel merupakan bahan bakar nabati yang dapat digunakan sebagai energi alternatif bagi kendaraan berbahan bakar jenis diesel atau solar.
Dia juga mengapresiasi upaya Pertamina mewujudkan konsep go green melalui PLTS dan menyukseskan program Langit Biru dalam memangkas distribusi BBM oktan rendah.
Namun Ir Dwi juga menegaskan agar harga BBM oktan tinggi mampu menjangkau masyarakat berpenghasilan kecil seperti petani, nelayan, buruh dan lainnya. "Sehingga juga harus juga dipikirkan solusinya," tandas Ir Dwi.
Antara lain membuat pom khusus nelayan di tepian pantai dan khusus petani di pedesaan yang juga ramah lingkungan dan murah atau bersubsidi dalam menunjang ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Sedangkan untuk MBR di kawasan perkotaan tetap diberikan subsidi dalam bentuk kartu, voucher atau semacamnya sehingga tidak semakin membebani ekonomi mereka. Demikian pula untuk para pedagang pasar, kuli angkut, maupun buruh kasar.
"Dalam hal ini Pertamina jangan hanya menerapkan arah perusahaan yang berprofit oriented tetapi juga pelayanan kepada masyarakat. Dan itulah tujuan didirikannya sebuah perusahaan BUMN atau BUMD. Jadi harus seimbang," tukasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |