PT GML Pailit, Ratusan User MCP Menjerit Terancam Kehilangan Apartemen dan Kondotel

TIMESINDONESIA, MALANG – Para pemilik atau user dari Apartemen dan Kondotel di Malang City Point (MCP) menjerit meminta perlindungan atas putusan pailit atas PT Graha Mapan Lestari (GML) sebagai pengembang Malang City Point.
Putusan tersebut telah keluar di Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 3/Pdt-Sus-PKPU/2021/PN-Niaga-Surabaya tanggal 9 November 2021 lalu yang secara resmi menetapkan PT GML sebagai pengembang MCP dalam keadaan pailit dan kepengurusan perseroan diambil alih oleh Kurator.
Advertisement
Ketiga perwakilan user, yaitu Totok H, Eva Salman dan Novi pun membeberkan banyak hal terkait keresahan para user akibat putusan pailit PT GML. Ratusan user tersebut pun kemungkinan nantinya bakal kehilangan propertinya saat proses lelang terjadi oleh kreditor utama, yakni PT BTN.
Tiga perwakilan user saat ditemui awak media di depan Hotel Himana, Kamis (18/11/2021). (FOTO: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
"Intinya kami meminta perlindungan, status kita harus diperjelas, karena kita merasa sudah membeli barang dengan itikad baik. Bahkan kwitansi transfer sampai sekarang tidak bisa memiliki haknya," ujar salah satu user, Totok Hermianto, Kamis (18/11/2021).
Sebenarnya, upaya perdamaian dengan usulan restrukturisasi atau penjadwalan kembali pembayaran kredit oleh PT GML sudah ada, akan tetapi tidak berhasil. Melalui proses voting, kreditor utama PT GML yakni PT BTN dan sebagian kreditur memilih menolak proposal perdamaian dan memailitkan PT GML.
"Sebenarnya kita ingin PT GML tidak dipailitkan. Namun, apa boleh buat PT BTN telah menggunakan haknya untuk menolak proposal perdamaian dan memailitkan preseroan yang memang sudah bermasalah dalam mencicil kewajibannya," ungkapnya.
Kepailitan PT GML tersebut, diduga oleh para user, karena tidak bisa membayar utang ke tiga kreditur, yakni PT BTN, Kreditur Prefen dan Kreditur Konkuren.
Untuk jumlah utang PT GML sendiri, tercatat sementara, yakni sekitar Rp 280 miliar. Aset yang dimiliki, antara lain berupa tanah, gedung Mal dan ruang usaha, selain sisa unit apartemen dan kondotel yang belum terjual sebesar Rp 326,7 miliar.
"Itikad baik sudah menyerahkan ke developer, ternyata gagal memberikan barang yang diinginkan, karena barang yang sudah kita beli sudah dijaminkan BTN. Pada saat dilelang, barang kita pada status paling bawah. Istimewanya ya BTN yang megang tanah. Sertifikat dan seluruh bangunan ini," katanya.
Diakui totok, pihak manajemen dari MCP sendiri belum membeberkan secara keseluruhan kepada para user terkait persoalan ini. "Jadi kita sementara ini dengan kurator," imbuhnya.
Di sisilain, Eva Salman sebagai user yang telah membeli apartemen sejak sebelum dilakukan pembangunan, menyebutkan bahwa saat ini seluruh aset telah dihandle oleh kurator, sehingga PT GML sudah tidak berhak untuk mengelola gedung dan aset-asetnya.
"Kita sebagai perwakilan user memperjuangkan hak kami yang kami miliki secara sah, baik itu melalui PPJB maupun Kwitansi dan kami sudah menguasai gedung itu atau sudah ditempat tinggali," katanya.
Pihaknya sendiri telah melalukan pengajuan kepada kurator untuk dapat diawasi oleh hakim pengawas agar aset yang telah dilunasi yang dimiliki oleh user tidak menjadi bahan lelang ataupun untuk PT GML. "Kami ada bukti kwitansi, PPJB. Kalau AJB kan belum, karena ini dikuasai oleh BTN," pungkasnya.
Terpisah, saat awak media mendatangi lokasi, yakni di Hotel Hamina, terlihat setidaknya 145 user tengah melakukan audiensi dengan pihak pengembang, yakni MCP.
Namun, sayangnya pihak MCP pun enggan memberikan konfirmasi lebih dan menyebutkan bahwa kegiatan audiensi tersebut pun dilakukan secara rutin dan tertutup. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |