
TIMESINDONESIA, PASURUAN – Asap putih membumbung tinggi dari tumpukan barang bukti rokok ilegal, yang dimusnahkan dengan cara dibakar di halaman kantor Bea Cukai Tipe Madya, Pasuruan, menjelang akhir Oktober lalu. Jutaan batang rokok tersebut merupakan hasil operasi penindakan, yang dilakukan oleh tim Bea Cukai Tipe Madya Pasuruan, sepanjang Januari-Oktober 2021.
"Dalam rentang waktu tersebut, kami berhasil melakukan 76 kegiatan penindakan," terang Hannan Budiharto, selaku Kepala Bea Cukai Pasuruan.
Advertisement
Sejumlah pihak pun turut hadir dalam kegiatan pemusnahan itu. Selain Kepala Bea Cukai, tampak pula pejabat Muspida Kabupaten Pasuruan. Termasuk perwakilan perusahaan rokok penyumbang pajak cukai terbesar di wilayah setempat. Seperti HM. Sampoerna dan Gudang Garam.
Menurut Hanan, dari gelaran operasi selama itu, total rokok yang disita dan dimusnahkan mencapai 11.093.336 batang. Meliputi, 11.093.096 rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan 240 batang jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT). Selain itu, sebanyak 853.470 keping pita cukai bekas, serta 3.262 keping pita cukai palsu juga berhasil diamankan.
"Bila dikalkulasi, total kerugian negara dari barang bukti ini mencapai Rp10.987.842.400 atau Rp10,9 miliar," urai Hannan.
Angka tersebut belum termasuk jumlah kerugian dari hasil penindakan di dua bulan terakhir, (November-Desember) lantaran masih dalam proses penghitungan.
Puncak Gunung Es
Di sisi lain, terungkapnya sejumlah kasus peredaran rokok ilegal ini, tak ubahnya seperti fenomena puncak gunung es. Tampak kecil di atas, namun jauh lebih besar di bawah. Pasalnya, peredaran rokok ilegal masih jamak terjadi di berbagai tempat.
Rokok-rokok bodong itu cukup mudah dijumpai. Terutama di toko-toko kelontong tradisional. Seperti contoh di sebuah toko di Kecamatan Kejayan, yang terang-terangan memperjual-belikan rokok haram ini. Sang pemilik toko langsung menyodorkan beberapa merek rokok murah yang diminta media ini. "Enak ini, cocok kalau untuk orang kerja atau kuli bangunan. Murah meriah," selorohnya.
Kami pun sempat membeli beberapa merek rokok yang disodorkan. Dari pengamatan yang dilakukan, setidaknya ada sejumlah perbedaan yang cukup mencolok dibanding rokok legal alias resmi.
Yang paling mencolok adalah nama serta alamat atau lokasi produsen rokok dimaksud. Sebagai contoh, pada rokok resmi, biasanya mencantumkan nama wilayah tempat rokok itu diproduksinya. Minimal nama kabupaten atau kota. Tetapi, tidak demikian dengan rokok polosan atau ilegal. Penyebutan lokasi produksi biasanya maksimal tingkat provinsi. Atau bahkan cukup dengan tulisan 'Indonesia' pada bidang samping kemasan.
"Dan itu menjadi indikator kuat, rokok yang dijual di pasaran itu ilegal," tegas Joko Wuriyanto, Kasi Penyuluhan dan Informasi Bea Cukai Pasuruan.
Dijelaskan Joko, pencantuman nama lokasi produksi wajib dalam kemasan rokok. Selain itu, masih ada beberapa ciri lain untuk menandai rokok yang beredar ilegal atau tidak. Misalnya, cukai yang melekat pada kemasan palsu, tidak sesuai peruntukan, atau bahkan tanpa pita cukai sama sekali. Ketidaksesuaian peruntukan ini bisa dijumpai dalam beberapa bentuk. Misalnya, pita cukai yang harusnya ditempel pada rokok jenis SKM, dipasang pada rokok jenis SKT. Atau juga ketidaksesuaian antara jumlah batang rokok dengan yang tertera pada pita cukai.
Peredaran Rokok Ilegal Meningkat
Pemerintah, dalam hal ini Bea dan Cukai cukup rutin menggelar sosialisasi guna memerangi rokok ilegal. Baik melalui forum tatap muka yang melibatkan antar kelompok/ organisasi masyarakat, maupun melalui media tertentu. Akan tetapi, upaya tersebut seolah tidak efektif guna memberangus keberadaan rokok abal-abal ini.
Alih-alih menekan peredaran rokok ilegal guna meminimalisir kerugian negara. Namun dari data yang ada, menunjukkan tren kasus rokok ilegal di wilayah Bea Cukai Pasuruan terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Baik dari sisi penindakan, uang negara yang diselamatkan, hingga jumlah batang rokok yang diamankan.
Pada jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM), dalam dua tahun terakhir, angkanya bahkan di atas 10 juta batang. Pada 2019 lalu, sebanyak 4.616.206 batang rokok SKM dan 121.485 SKT, serta 224.064 keping cukai berhasil disita dari 43 giat penindakan oleh pihak Bea Cukai. Setahun berikutnya (2020), melonjak drastis 11.631.323 SKM, 64.864 SKT, serta 970.662 keping pita cukai. Kemudian, tahun 2021 ini, sebanyak 11.093.096 (SKM), 240 batang jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Selain itu, sebanyak 853.470 keping pita cukai bekas, serta 3.262 keping pita cukai palsu juga berhasil diamankan. Peningkatan kasus rokok ilegal, juga tak lepas dipengaruhi oleh naiknya pita cukai rokok tiap tahun, yang memicu kenaikan harga rokok. Di tahun 2022 nanti, pita cukai rokok mengalami kenaikan sebesar 12%.
Gempur Rokok Ilegal
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Pus@ka) Lujeng Sudarto, mengakui pemerintah dan Bea Cukai cukup gencar menggelar sosialisasi bertajuk gempur rokok ilegal tersebut. Namun, hal itu dinilainya belum efektif untuk mencegah peredarannya.
"Kenapa tidak efektif, salah satunya sosialisasi hanya bersifat formalitas saja," kata Lujeng.
Pada pemasangan baliho misalnya. Menurut Lujeng, baliho tersebut seharusnya lebih banyak dipasang di jalan-jalan kampung ketimbang perkotaan. Sebab, produk rokok ilegal dinilainya lebih banyak menyasar konsumen pedesaan daripada perokok di kota.
"Di kota, para pelaku rokok ilegal ini akan lebih kesulitan memasarkan produknya, daripada di desa. Selain karakter perokoknya yang lebih jeli, penjualnya juga tidak berani sembarangan menjual karena pengawasan lebih ketat," ungkapnya.
Kondisi tersebut berbeda jauh dengan di pedesaan. Sebab, selain pengawasan dan pemahaman konsumen akan rokok ilegal yang lemah, hal ini juga berkaitan dengan daya beli masyarakat setempat yang menurun imbas kian mahalnya harga rokok. Maka, kata Lujeng, pilihannya adalah beralih ke rokok bodong yang lebih murah karena tanpa pita cukai.
"Pengungkapan rokok ilegal itu, ibarat fenomena puncak gunung es. Yang terungkap hanya sebagian kecil, karena para pelaku ini banyak bergerak di bawah, modus senyap. Toko-toko di pelosok desa banyak yang menjual, meski dilarang," terang Lujeng.
Lujeng juga menegaskan, masih maraknya peredaran rokok ilegal tak lepas dari upaya penegakan yang terkesan setengah hati. Pasalnya, dalam banyak kasus, penindakan rokok ilegal hanya terbatas pada pelaku kelas teri. Seperti pengedar, penjual, kurir, bukan pada aktor utamanya. Dari rangkaian penindakan itu, jarang sekali atau bahkan tidak pernah disampaikan berapa orang atau pelaku yang diamankan.
"Selalu yang disampaikan adalah jumlah rokok yang disita atau dimusnahkan. Memangnya rokok-rokok itu tidak ada yang punya, kok pelakunya tidak pernah ada?" tandas Lujeng.
Ditambahkannya, penyampaian atau penyebutan pelaku dirasa cukup penting. Bukan hanya untuk memberikan efek jera kepada pelaku bisnis ilegal. Tetapi, juga untuk menjaga kredibilitas Bea Cukai itu sendiri.
"Kalau kemudian pelakunya tidak pernah disampaikan, ini yang jadi pertanyaan. Jangan-jangan pelakunya dilepas," kritik Lujeng.
Lintas Sektoral
Sementara itu, Kasi Penyuluhan dan Informasi Bea Cukai Pasuruan, Joko Wuriyanto, menepis peredaran rokok ilegal yang kian tinggi, kendati tak mengelak keberadaanya. Menurutnya, peredaran rokok ilegal bukan merupakan problem sektoral kedaerahan yang bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan otoritas daerah tertentu. Sebab, bisnis ini malang melintang, melewati batas kewilayahan atau lintas sektoral.
"Misalnya saja, rokok ilegal yang beredar disini, belum tentu pabriknya ada di sini juga. Begitu juga sebaliknya, yang beredar di tempat lain boleh jadi dari sini atau lokasi lainnya. Bahkan kita pernah menindak kurir, yang kedapatan akan mengirim produk rokok ilegal ke wilayah lain, dan produksinya bukan di Pasuruan. Namun mereka tertangkap saat melintas diwilayah Pasuruan, sehingga barang bukti yang kita amankan meningkat jumlahnya," kilah Joko di kantornya, saat ditemui awal Desember lalu.
Disisi lain, gencarnya sosialisasi gempur rokok ilegal yang dilakukan Bea Cukai, menurut Joko sebagai pengenalan cukai kepada masyarakat disemua lapisan.
"Diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai cukai hasil tembakau, meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya rokok ilegal, cara membedakan rokok yang legal dan ilegal, meningkatkan peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal, serta endingnya dapat mengurangi angka peredaran rokok ilegal," pungkas Joko. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |