Terbesar di Abad ke-16, Pesantren Tegalsari Ponorogo Kini Tinggal Kenangan

TIMESINDONESIA, PONOROGO – Pesantren Gebang Tinatar atau Pesantren Tegalsari kini tinggal kenangan. Tak ada peninggalan yang menggambarkan pesantren kondang di abad ke-16, bekas bangunan pun tidak ada, hanya tersisa satu surau kecil peninggalan Bagus Burham atau yang lebih dikenal dengan nama Ronggowarsito, Dalem Ageng Kiai Ageng Muhammad Besari, masjid Tegalsari serta Makam Kiai Ageng Muhammad Besari.
Trah kedelapan Kiai Ageng Muhammad Besari Kunto Pramono mengatakan saat ini Tegalsari tak punya pondok pesantren, hanya ada masjid dan makam yang bisa dikunjungi masyarakat untuk wisata religi.
Advertisement
"Untuk menarik peziarah ada gapura dan menara masjid, tempat wudhu yang nyaman dan masjid yang selalu terjaga kebersihannya," kata Kunto kepada TIMES Indonesia Kamis (17/3/2022).
Kunto mengisahkan, dulu Pesantren Gebang Tinatar atau Tegalsari ini menjadi tempat penggemblengan para pejuang kemerdekaan, baik dari kalangan Islam ataupun nasionalis pada masa depan.
Misalnya saja, pujangga kesohor Ronggowarsito pernah nyantri di Tegalsari, dan pesantren ini juga pernah menampung Susuhunan Pakubuwono II Raja Kasunanan Kartasura.
Dia nyantri dan mengenyam pendidikan di Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari ketika terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap kekuasaan Kompeni Belanda dibawah pimpinan Tai Wan Sui pada tahun 1741M, atau yang lebih dikenal dengan 'Geger Pecinan’.
Karena kewalahan, Pakubuwono II terpaksa mengungsi kearah timur dan kemudian berlindung di pesantren yang saat itu diasuh oleh Kiai Ageng Hasan Besari. Setelah nyantri di Tegalsari beberapa lama, Pakubuwono II akhirnya dapat menduduki tahta kembali pada tahun 1743 M.
"Lalu ada juga HOS Cokroaminoto, yang pernah nyantri disini," ulas Kunto.
Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang dikenal dengan HOS Cokroaminoto adalah santri sekaligus keluarga dari Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari.
Pahlawan Nasional yang lahir di Ponorogo 16 Agustus 1883 ini adalah ketua Syarekat Islam, sebuah organisasi pergerakan pertama di Indonesia.
"Dulu Pesantren Tegalsasi mempunyai andil besar dalam pendidikan Islam tradisional di Indonesia. Tradisi berguru kepada Kiai di pesantren Tegalsasi yang melahirkan corak Islam di Indonesia yang lebih akomodatif dengan budaya Nusantara," papar Kunto Purnomo.
HOS Tjokroaminoto pun berhasil melahirkan beberapa tokoh pergerakan politik di Indonesia diantaranya Soekarno yang kemudian menjadi Presiden pertama Indonesia.
Bahkan Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid, kata Kunto Purnomo masih ada trah dari Tegalsari. Beliau generasi ketujuh dari kiai Ageng Basyariah.
"Kiai Ageng Basyariah atau Bagus Harun sendiri adalah murid Kinasih dari kiai Ageng Hasan Besari," ujarnya.
Kiai Ageng Basyariah yang sumare di Sewulan mempunyai silsilah Muhammad Santri, Maklum Ulama, Mustarom I, Muhammad Ilyas, Hasyim As'ari, Wakhid Hasyim, "Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah generasi ketujuh kiai Ageng Basyariah Sewulan," jelas Kunto Purnomo.
Saat ini, untuk para peziarah bisa mendatangi masjid dan makam Kiai Ageng Muhammad Besari di Tegalsasi dengan nyaman, dan perlu diketahui masjid Tegalsari terbuka 24 jam.
"Banyak peziarah datang kesini sehabis Isya bahkan sampai Subuh. Kami persilahkan kepada jemaah yang tirakatan di makam maupun masjid, silakan saja," kata Kunto Purnomo. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |