Peristiwa Daerah

Sosialisasi RAN Pasti, BKKBN Minta NTB Tekan Angka Stunting

Kamis, 24 Maret 2022 - 09:00 | 38.30k
Inspektur Utama BKKBN Ari Dwikora Tono mengatakan, NTB merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.(Foto: Anugrah Dany/TIMES Indonesia)
Inspektur Utama BKKBN Ari Dwikora Tono mengatakan, NTB merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.(Foto: Anugrah Dany/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MATARAM – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BK​​​​​​​KBN) menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) di Kota Mataram. Kegiatan tersebut untuk memastikan komitmen bersama dalam percepatan penurunan angka stunting di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Inspektur Utama BKKBN Ari Dwikora Tono menyampaikan, Provinsi NTB merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia pada tahun 2022. Berdasar  Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, separuh wilayah di NTB berstatus “merah” alias memiliki prevalensi stunting di atas 30 persen.

Advertisement

"Tepatnya, ada 5 daerah berstatus merah dan 5 daerah berstatus kuning atau memiliki prevalensi stunting diantara 20 hingga 30 persen di NTB," kata Ari Dwikora, di Mataram, Rabu (23/3/2022).

Menurut Dwikora, Kabupaten Lombok Timur merupakan daerah “merah” terbesar di NTB  karena memiliki prevalensi stunting 37,6 persen. Artinya dari 100 balita yang ada di Lombok Timur, hampir 38 balita di antaranya  tergolong stunting.

"Bersama Lombok Timur, Lombok Utara, Lombok Tengah, Bima dan Dompu masuk dalam status merah dengan prevalensi stuntingnya di atas 30 persen," ucapnya.

Komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan angka stunting nasional di angka 14% di 2024, bukanlah harapan kosong belaka. Komitmen semua pemangku kepentingan untuk percepatan penurunan angka stunting yang diamanahkan kepada BKKBN, perlu mendapat dukungan maksimal dari semua pemerintah daerah termasuk dari NTB.

Dari data SSGI 2021 juga menyebutkan, lima  kabupaten dan kota di Provinsi NTB yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen. Diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi hingga terendah mencakup Sumbawa, Lombok Barat, Kota Mataram, Kota Bima dan Sumbawa Barat. Bahkan, Sumbawa  dengan prevalensi 29,7 persen nyaris berkategori merah.

"Tidak ada satu pun daerah di NTB yang  berstatus “hijau” dan  “biru”, yakni dengan hijau  berpravelensi 10 sampai 20 persen dan biru untuk prevalensi di bawah 10 persen. Hanya Kabupaten Sumbawa Barat yang memiliki angka prevalensi terendah dari seluruh wilayah di NTB  dengan prevalensi 23,6 persen," papar Dwikora.

Dwikora menegaskan, persoalan stunting bukanlah karena “kutukan”. Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

"Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya.  Stunting biasanya pendek, walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan," ujarnya.

"Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam ke depannya," kata Dwikora, menambahkan.

Sementara itu, Gubernur NTB Zulkieflimansyah menyatakan, angka prevalensi stunting di NTB cukup tinggi yaitu diatas 30 persen. Untuk mengatasinya NTB terus mengembangkan 4 (empat) strategi dan sejumlah program aksi penanganan stunting, yakni melalui peningkatan SDM, peningkatan kualitas pemberian makan bayi dan anak, peningkatan edukasi gizi dan penguatan intervensi gizi di puskesmas dan posyandu.

"Keeempat strategi tersebut dibarengi dengan program promosi konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), promosi dan konseling menyusui serta pemantauan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak," katanya.

"Termasuk pemberian suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A dan makanan tambahan lainnya bagi ibu hamil dan balita," imbuh Zulkieflimansyah.

Untuk itu, saat ini NTB tengah fokus melakukan penguatan gizi dengan pendekatan siklus hidup 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan remaja. Selain itu Pemprov NTB juga dibantu oleh generasi milenial yang tidak hanya menjadi subjek dalam program ini, melainkan juga sebagai partner yang siap untuk diajak kerja sama menuntaskan masalah gizi dan stunting di NTB.

"Oleh karena itu melalui sosialisasi RAN Pasti di NTB ini menjadi penting mengingat BK​​​​​​​KBN sedang memfinalisasi RAN PASTI dengan pendekatan keluarga berisiko stunting," tutur Zulkieflimansyah.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES