Peristiwa Daerah

Save Terawan, Prof Nidom Ungkap Kejanggalan saat Dukung Vaksin Nusantara

Senin, 28 Maret 2022 - 17:16 | 75.68k
Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Unair Profesor drh Chairul Anwar Nidom. (FOTO: Dok.TIMES Indonesia)
Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Unair Profesor drh Chairul Anwar Nidom. (FOTO: Dok.TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemecatan Dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menuai simpati dari banyak pihak. 

Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Unair Profesor drh Chairul Anwar Nidom bahkan langsung mengibarkan #SaveDr Terawan dan meminta IDI meninjau ulang pemecatan permanen atas eks Menteri Kesehatan itu.

Advertisement

Nidom menegaskan, bahwa pemecatan permanan bagi seorang dokter adalah sama dengan hukuman mati bagi dokter Terawan. Pasalnya, IDI adalah satu-satunya organisasi yang mewadahi dokter di Indonesia.

Pemecatan Terawan sendiri berdasarkan keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Keputusan tersebut disampaikan dalam Muktakar Ke-31 IDI yang digelar di Aceh pada 25 Maret 2022.

"Saya berbeda organisasi profesi dengan Dr Terawan. Tapi komen saya bersifat umum dan untuk kepentingan masyarakat agar tidak berada di ruang abu-abu," ungkap Prof Nidom kepada TIMES Indonesia, Senin (28/3/2022). 

Berdasarkan surat dengan kop Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia yang ditujukan kepada Ketua Umum PB IDI tertanggal 8 Februari 2022, salah satu alasan Terawan dipecat karena melakukan promosi Vaksin Nusantara sebelum penelitiannya selesai.

Surat MKEK tersebut beredar luas setelah diunggah oleh anggota IDI sekaligus epidemiolog UI yaitu Dr. Pandu Riono, MPH., Ph.D melalui akun Twitternya.

"Kasus Pelanggaran Etika Berat dokter Terawan cukup panjang. Hasil sidang MKEK pada tanggal 8 Februari 2022 disampaikan pada @PBIDI kelanjutan hasil MKEK dan Muktamar IDI tahun 2018. Keputusan MKEK tersebut dibahas pada sidang khusus Muktamar IDI XXXI tanggal 21-25 Maret 2022," ungkap Pandu dalam kicauannya.

Merujuk pada surat MKEK tersebut, ada lima poin penting yang menjadi alasan mengapa Terawan dipecat. Satu di antaranya terkait dugaan upaya melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitian mengenai vaksin itu selesai. 

"Sementara itu, Vaksin Nusantara masih menjadi bahan perdebatan karena ketidakjelasannya." Demikian tulisan pada poin kedua. 

Menanggapi poin alasan pemecatan tersebut, Prof Nidom menilai jika persoalan promosi terlalu membingungkan atau absurd Bahkan ia mempertanyakan apakah yang dimaksud promosi tersebut.

"Apakah melakukan kegiatan pra penjualan dan terkait dengan laba-rugi atau mencari keuntungan pada saat kegiatan yang dianggap promosi ini," kata ilmuwan terbaik Indonesia yang berhasil menembus peringkat Asia itu. 

"Jadi saya baru sadar, saat saya menyatakan mendukung gagasan Vaksin Nusantara, langsung organisasi profesi saya 'mengobok-obok' keanggotaan saya, pimpinan universitas langsung tidak mengakui saya sebagai peneliti. Jadi ada maksud-maksud yang tersembunyi yang kurang jelas arahnya," kata Prof Nidom bercerita.

Dia juga bertanya apakah seorang peneliti yang mempresentasikan hasil penelitian yang sedang berjalan dan hasilnya belum selesai itu bukan promosi?  Perdebatan ke ruang ilmiah atau umum, apakah wawancara dengan media yang menguraikan tentang ide, roadmap penelitian bukan masuk pembicaraan ilmiah?

"Bahwa presentasi di media ilmiah dan umum itu sifatnya informasi dan koreksi. Sehingga masyarakat akan diuntungkan pemahamannya dan bisa kritis terhadap hasil inovasi yang akan mereka terima," jelasnya. 

"Saya tidak melihat yang dilakukan oleh Prof Terawan sebagai bentuk promosi prematur. Kalau ini yang dijadikan alasan, sangat disayangkan. Pada akhirnya hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dirugikan," tegas dia.

Ia menekankan akan lain lagi apabila penyampaian informasi tentang Vaksin Nusantara bisa mengganggu kepentingan lain. "Mohon saya tidak bisa menguraikan isi kepala dan hati masing-masing," tukas Prof Nidom. 

Sementara terkait persoalan metode Digital Substraction Angiography (DSA) yang juga mencuat menjadi pro kontra, Prof  Nidom menyebut bahwa merupakan hak masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan yang prima.

Dia meminta agar pemerintah, DPR dan semua pihak bisa segera menyelesaikan masalah ini secara bijak demi menuju kepada kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Prof Nidom mengimbau kepada masyarakat agar tidak menarik persoalan ini ke urusan non kesehatan. Seperti dikait-kaitkan dengan istilah kadrun dan cebong. 

"Semoga tidak ada itu. Ini semata urusan pribadi yang dampaknya bisa luas. Prof Terawan seorang kristiani dan saya seorang muslim dan anggota KAHMI. Tetap harmonis dalam suatu kegiatan riset-riset yang bisa segera terwujudnya masyarakat yang lebih sejahtera terutama di bidang kesehatan," harap dia. 

Apalagi, lanjut Prof Nidom, situasi kesehatan saat ini masih pandemi yang berefek domino ke aspek-aspek lain. 

"Mari kita bersama-sama menghadapi situasi sulit ini dan tidak menambah dengan soal-soal baru yang lain meski itu benar adanya. Mohon keputusan itu dibatalkan atau ditunda," tegas Prof Nidom terkait pemecatan Dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES