
TIMESINDONESIA, MALANG – Ramadan dan Idul Fitri haus menjadi masa emas para pelaku jasa penukaran uang bar. Tradisi masyarakat Indonesia, bagi-bagi uang baru khususnya kepada anak-anak kecil menjadi pemandangan lumrah yang sering terlihat pada momen perayaan hari besar Islam tersebut.
Namun, para pelaku usaha jasa tukar uang baru di Kota Malang pada pertengahan bulan Ramadan menjelang Hari Raya Idul Fitri nampak masih sepi.
Advertisement
Terpusat di kawasan sekeliling Sarinah atau sekitaran Alun-Alun Kota Malang, nampak hanya segelintir jasa tukar uang baru yang terlihat.
Saat ditemui TIMES Indonesia, pelaku jasa tukar uang baru, Sefa Agustiar B (46) mengatakan bahwa sepinya para penjual dan konsumen sangat dirasakan sejak adanya pandemi Covid-19.
Ia yang buka lapal sejak hari Senin (11/4/2022) lalu, hingga kini menerima konsumen tak lebih dari 10 orang.
"Sejak Covid-19 yang begini mas. Sekarang orang kan masih butuh buat sehari-hari aja mungkin ya. Kalau ramai penjual paling saat H-7 jelang lebaran (Hari Raya Idul Fitri)," ujar Sefa, Rabu (13/4/2022).
Beragam jenis uang pecahan ia sediakan. Mulai dari pecahan Rp 2 ribu, Rp 20 ribu hingga Rp 75 ribu. "Saya sediakan sesuai kebutuhan para konsumen," ucapnya..
Saat menjajakan uang baru, tentu terdapat uang jasa penukaran. Akan tetapi, uang jasa tersebut cukup beragam.
"Contoh kalau ada yang mau beli Rp 200 ribu pecahan Rp 5 ribu, itu uang jasanya sekitar Rp 10 ribu. Beda lagi kalau mau beli yang Rp 2 juta pecahan Rp 10 ribu, itu uang jasanya Rp 100 ribu," jelasnya.
Diketahui, dari pantauan sekeliling Sarinah dan Alun-Alun Kota Malang, setidaknya hanya sekitar 10 orang pelaku jasa tukar uang baru.
Padahal, biasanya para penjual uang sudah berjejer-jejer sejak pagi hingga petang guna menjajakannya uangnya jelang Hari Raya Idul Fitri. Jumlahnya, bisa lebih hingga puluhan penjual yang berjejer.
"Kemarin saya dapat bisa satu juta lah. Masih kecil itu mas. Apalagi kan saya mainnya jasa," katanya.
Ia menjelaskan, uang-uang baru tersebut didapatkannya dari para pengepul. Namun, ia tidak mengetahui pengepul tersebut mendapatkan uang dari mana. Namun, yang jelas ia tidak membeli uang baru tersebut, melainkan menggunakan sistem tukar jasa untuk mendapatkan keuntungan saat menjualkan uang milik pengepul.
"Iya saya gak beli, ya sama-sama ngasih jasa. Seumpama mas mau jualan sama saya, kan saya juga punya orang. Mainnya main jasa gitu," tuturnya.
Sefa sehari-hari berjualan suku cadang kendaraan di pasar loak. Akan tetapi, pekerjaan tersebut pun ia tinggalan selama satu bulan guna beralih profesi sebagai jasa tukar uang baru.
Akan tetapi, diakui Sefa bahwa berjualan uang baru dengan berjualan suku cadang sama-sama hasilnya. Tapi ia merasa momennya cukup menggembirakan dengan rasa penasaran, takut yang cukup campur aduk.
"Pikiran ini harus main gak boleh kosong kalau jualan. Kalau pas ramai, tiba-tiba ada yang ambil gimana. Kan saya jualan uang ini mas," katanya.
Di sisi lain, Sefa juga mengaku bahwa jasa tukar uang baru ini merupakan hal yang sebenarnya dilarang sejak dulu. Tapi menurutnya, kini pemerintah sudah melonggarkan hal tersebut yang terpenting tak mengganggu aktivitas masyarakat lain dan tidak melanggar hukum atau menipu.
"Tahun-tahun sebelum Covid-19 itu sering kena operasi kan. Cuma akhirnya sama paguyuban bermusyawarah, dengan catatan boleh di tempat yang gak mengganggu jalan umum. Toh cuma sebulan saja," bebernya.
Tak ada yang mudah dalam sebuah pekerjaan, Sefa pun mengaku meski hanya menjual uang baru, ia bisa bolak balik Malang-Surabaya untuk mendapatkan uang baru agar bisa ia jual.
Pria yang bertempat tinggal di Muharto, Kota Lama, Kota Malang tersebut, sudah sejak lama mengeluti bisnis penukaran uang baru.
"Surabaya itu saya berangkat jam 12 malam, sampai sini (Malang) subuh. Kalau barang habis, ya saya balik lagi ke Surabaya," tandasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |