Tim Hukum Pagar Nusa Minta Polisi Jeli Soal Konflik Perguruan Silat di Banyuwangi

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Tim kuasa hukum Pengurus Wilayah Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PW PSNU) Pagar Nusa Jawa Timur, meminta kepada aparat penegak hukum untuk jeli melihat persoalan kasus konflik antar perguruan silat yang ditangani Polresta Banyuwangi.
"Kami minta kepada Kapolresta Banyuwangi untuk jeli melihat persoalan terkait konflik antar perguruan silat beberapa waktu lalu. Terutama soal penerapan pasal yang disangkakan dan diterapkan kepada pihak yang terkait," kata Ketua Tim Hukum PW Pagar Nusa Jawa Timur, M. Ja'far Shodiq, S.H, M.H, saat bertandang ke Banyuwangi, Jumat (29/4/2022).
Advertisement
Dijelaskan Ja'far, pihaknya datang bersama tim kuasa hukum PW Pagar Nusa Jatim untuk meluruskan informasi yang beredar dan memantau langsung perkembangan kasus konflik antar perguruan silat yang ditangani oleh Polresta Banyuwangi.
"Jangan sampai penyidik salah menerapkan pasal. Karena kami melihat ada dugaan indikasi penerapan pasal yang kurang pas dalam kasus ini. Seperti dipaksakan," tegas Ja'far.
Dia menjelaskan, pada saat konflik tersebut pecah, anggotaPagar Nusa dalam posisi bertahan untuk membela maupun menyelamatkan diri karena terdesak dan terancam, baik jiwa maupun harta bendanya.
"Logikanya, saat anda diserang masak hanya diam saja, pasti kan melawan untuk membela diri. Banyak bukti-bukti yang menyatakan itu. Dan yang menyerang bukan Pagar Nusa, kami hanya bertahan untuk menyelamatkan diri," ucap Ja'far.
Seharusnya, anggota Pagar Nusa Banyuwangi yang saat ini diamankan oleh polisi, tidak dipidanakan. Sebab dalam persoalan tersebut sudah bisa diterapkan Pasal 49 KUHP. Dalam persoalan ini, polisi, ditegaskan oleh Ja'far, harus jeli dan tidak tebang pilih.
"Jangan sampai kemudian ada anggapan polisi tebang pilih terhadap perguruan silat tertentu. Apa harus nunggu viral dulu baru dibebaskan, seperti yang terjadi di NTB. Korban yang melawan begal malah dipenjara karena salah pasal yang diterapkan," tegas Ja'far.
Dalam Pasal 49 KUHP, membagi pembelaan diri menjadi dua, yaitu Pembelaan Diri (Noodweer) dan Pembelaan Diri Luar Biasa (Noodweer Excess).
Pasal 49 ayat 1 KUHP berbunyi: "Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu."
Sementara Pasal 49 ayat (2) KUHP berbunyi: "Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana."
"Kan sudah sangat jelas. Pembelaan diri terpaksa. Dalam kondisi terdesak dan diserang, saya yakin siapapun orangnya pasti membela diri bagaimanapun caranya," terang Ja'far.
"Bahkan lampu-lampu rumah sempat dimatikan. Untuk apa? Untuk menghindari konflik dan mencegah tidak adanya penyerangan massa. Tapi nyatanya malam itu Pagar Nusa tetap diserang, lha ini kan jelas kami membela diri. Dan Pagar Nusa tidak ada niat menyerang," tambahnya.
Dan adanya sejumlah anggota pencak silat dibawah naungan Nahdlatul Ulama di sekitar rumah korban yang sekaligus dijadikan tersangka oleh polisi tersebut, bukan untuk menyerang. Melainkan untuk melindungi dan mengamankan guru mereka agar jiwanya tidak terancam.
"Sementara publik juga sudah paham ada beberapa kali penyerangan dan bahkan ada perusakan padepokan Pagar Nusa yang dilakukan oleh teman-teman PSHT. Dan itu terjadi setelah ada mediasi damai bersama antara Pagar Nusa dan PSHT di Polsek waktu itu," cetus Ja'far.
Sebelum konflik tersebut pecah, permintaan dari Pagar Nusa sebenarnya cukup sederhana, yakni agar pelaku yang sudah menghina guru besar sekaligus pendiri Pagar Nusa, KH. Maksum Jauhari tersebut meminta maaf dan menyerahkan diri kepada polisi.
Upaya tidak main hakim sendiri pun ditunjukkan pihak Pagar Nusa dengan melaporkan kasus ujaran kebencian dan provokasi di media sosial itu kepada aparat kepolisian. Namun ternyata, oleh polisi tidak ditanggapi dengan cepat dan responsif. Ada dugaan salah satu aparat di Polsek tersebut juga merupakan anggota perguruan silat.
"Kalau polisi waktu itu saat ada laporan dari PAGAR NUSA responsif, seharusnya tidak sampai ada konflik seperti ini. Kalaupun itu masuk ranah UU ITE dan Polsek tidak berwenang, setidaknya ada melakukan mitigasi untuk pencegahan," tegas Ja'far.
"Padahal kalau melihat dari rentetan kejadian sebelumnya sudah jelas. Mulai video penghinaan Gus Maksum, anggota Pagar Nusa yang disekap, padepokan Pagar Nusa di sekitar Masjid dirusak dan dibakar, hingga berujung penyerangan ke rumah salah satu sesepuh Pagar Nusa Banyuwangi, rumah warga dan Mushola," imbuhnya.
Tim Kuasa Hukum PW Pagar Nusa Jawa Timur mendesak agar Polresta Banyuwangi bisa mengkaji kembali tentang pasal yang diterapkan dalam kasus konflik yang terjadi antara PSHT dan Pagar Nusa.
"Kita akan berkirim surat resmi ke Polresta, Polda, Mabes Polri bahkan ke Komnas HAM berkaitan dengan permasalahan ini. Upaya kami berdasarkan analisa fakta-fakta, analisa hukum dan investigasi yang kami lakukan di lapangan," tegas Ja'far.
"Kalau yang orang diserang dan yang menyerang sama-sama ditangkap dan dipenjara. Bagaimana kemudian penegakan hukum di Indonesia ini. Akan jadi preseden buruk bagi institusi Polri, dan dampaknya masyarakat akan takut melawan kejahatan," tandas Ketua Tim Hukum PW Pagar Nusa Jawa Timur, M. Ja'far Shodiq, S.H, M.H. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |