Peristiwa Daerah

Pegiat Lingkungan Tuntut Pencabutan SK Kementerian LHK 287

Jumat, 13 Mei 2022 - 14:12 | 194.15k
Pegiat lingkungan tuntut pencabutan SK KLHK 287,  di Alam Santosa, Pasir Impun, Kabupaten Bandung, Jumat (13/5/2022). (FOTO: Iwa/TIMES Indonesia)
Pegiat lingkungan tuntut pencabutan SK KLHK 287, di Alam Santosa, Pasir Impun, Kabupaten Bandung, Jumat (13/5/2022). (FOTO: Iwa/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANDUNGKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 287/2022 tertanggal 5 April 2022, tentang Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). 

SK ini dinilai akan melakukan pengambilalihan hutan negara seluas satu juta hektare yang dikelola Perhutani di Pulau Jawa. Keputusan KLHK ini menimbulkan reaksi dari tokoh-tokoh masyarakat  rimbawan dan LMDH di wilayah hutan Banten, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. 

Advertisement

Menurut mereka, Kementerian LHK dinilai telah menampar wajah Presiden Joko Widodo dengan SK KLHK Nomor 287/2022 itu. Sebab, kehadiran SK KLHK 287 saat ini telah menyebabkan konflik horizontal yang terjadi di masyarakat. Mereka jadi saling berebut lahan.

Selain itu, terbitnya SK KLHK 287 tentang Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) ini sangat memprihatinkan lantaran jauh dari konsep kehutanan dan lebih cenderung memberikan ruang kepada kelompok-kelompok reforma agraria.

"SK KLHK ini jelas secara tidak langsung telah menampar wajah Presiden Jokowi karena keputusan itu berdampak buruk kepada masyarakat," ungkap Ketua Gerakan Hejo Eka Santosa di Alam Santosa, Pasir Impun, Kabupaten Bandung, Jumat (13/5/2022). 

Untuk itu, Eka Santosa meminta agar Presiden Jokowi menegur Menteri LHK Siti Nurbaya terkait keluarnya SK tersebut. 

Selain itu, Siti Nurbaya harus segera mencabut SK K LHK 287 yang telah menyebabkan konflik horizontal antar masyarakat di berbagai wilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Eka menyebut dari sisi kebijakan, lahirnya aturan menteri tersebut sesuatu yang bertentangan dengan hukum.

"KHDPK ini konsepnya apa dan kepentingannya untuk siapa? Kan LMDH itu rakyat, maka rakyat yang mana lagi yang dimaksud kementerian? Apakah mau diadukan rakyat dengan rakyat?" ujarnya.

Selain itu, Eka pun tak menampik jika konflik horizontal bakal terus terjadi dan meluas dengan adanya aturan ini. 

Dia mempertanyakan mengapa justru mengambil lahan yang sudah jelas ditertibkan dan dikelola oleh institusi negara dan bukan lahan negara yang terlantar seperti di luar Jawa.

Menurut Eka, Perhutani sudah memang jadi pengelolanya berdasarkan PP 72/2010 dan ada manajemen yang berpengalaman di bidang kehutanan. Maka, kata Eka, tentu bakal mengikuti aturan Bappenas atau disesuaikan dengan aturan wilayah. 

"Jangan sampai masuk kelompok-kelompok industri kapitalis lewat para oknum reformasi agraria yang bakal menguasai hutan. Jadi, saya tegas sangat menentang dan mohon dicabut  SK-nya. Kami akan rumuskan secara hukum atau bahkan lakukan gugatan," tandas Eka. 

Sementara itu, sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jabar, Forum Penyelamat Lingkungan Hidup dan para Pensiunan Perhutani menentang adanya SK KLHK 287 terkait pengambilalihan hutan negara seluas satu juta hektar yang dikelola Perhutani.

Ketua Paguyuban LMDH Jabar, Nace Permana mengatakan, terbitnya SK KLHK Nomor 287 tentang Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) ini sangatlah memprihatinkan. Sebab jauh dari konsep kehutanan dan lebih cenderung memberikan ruang kepada kelompok-kelompok reforma agraria.

"Itu dibuktikan dari pernyataan menterinya bahwa program KHDPK diperuntukkan untuk permukiman dan reforma agraria serta bisnis, yang artinya sangat jauh menyimpang dari konsep konservasi. Dari UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang Wilayah, itu sebuah daerah harus memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30 persen. Jadi, konsep KHDPK tak memungkinkan untuk tercapainya RTH tersebut," papar Nace Permana.

Nace juga menyebut SK 287 ini bertentangan karena mengambil lahan-lahan untuk program KHDPK yang jelas-jelas sudah dikelola oleh Perum Perhutani dengan dalih Menteri KLH belum pernah memberikan hak ke Perhutani.

"Kan Perhutani itu memegang amanat kelola hutan bukan dari SK. Melainkan Peraturan Pemerintah yang ditandatangani langsung Presiden. Sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada SK menteri. Jadi, masa iya SK menteri bisa kalahkan PP," ujarnya.

SK 287 ini diterbitkan pada 5 April 2022. Nace mengungkap tak berselang lama para kelompok reforma agraria langsung mendatangi hutan-hutan yang di bawah pengelolaan Perhutani, sehingga otomatis  terjadi gesekan atau konflik. Contohnya di Cibaliung Kabupaten Pandeglang Banten, Kabupaten Karawang Jabar, di Kabupaten Kediri Jatim, hingga beberapa wilayah di Jawa Tengah.

Selain itu, LMDH dan tokoh Jabar serta rimbawan, kata Nace, tengah merumuskan langkah-langkah strategis atas aturan tersebut, termasuk langkah strategis di tingkat lokasi 

Di sisi lain Tim Humas Forum Penyelamatan Hutan Jawa Poppy Siti Noeraeni mempertanyakan kepada Menteri BUMN terkait " pengambilalih " lahan Perhutani yang notabene merupakan Asset BUMN. 

"Apabila sebagian lahan hutan yang dikelola Perhutani diambil alih oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, siapa yang akan mengganti rugi hilangnya aset tersebut? Masa Menteri BUMN mau diam saja?" kata Poppy. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES