Kisah Siti, Pengais Rezeki di Tengah Gunungan Sampah TPA Seboro Probolinggo

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Banyak orang menganggap sampah adalah yang tak bernilai. Namun bagi Siti (70), pengumpul sampah asal Desa Karangren Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, sampah adalah barang berharga yang bernilai rupiah dan bisa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Saban harinya, Siti datang ke tempat pembuangan akhir atau TPA Seboro yang berada di Desa Seboro, Kecamatan Krejengan, dengan berjalan kaki. Biasanya, ia berangkat dari rumahnya sekitar pukul 06.30. Ia kemudian bergumul dengan gunungan sampai di TPA Seboro, hingga menjelang matahari berada tepat di atas kepalanya.
Advertisement
"Setelah masak di rumah, baru barangkat ke sini sampek siang biasanya. Itu kalau nggak ada kerjaan di rumah," ujar Siti saat ditemui di antara tumpukan sampah plastik yang telah ia sortir, Minggu (22/5/2022).
Aktifitas itu telah ia jalani lebih dari 20 tahun, atau sejak sebelum ia memiliki cucu dari anak keduanya. Bahkan, sebelum TPA Seboro dibangun sebesar saat ini.
Tidak semua sampah yang ia kais untuk dijual kembali. Hanya sampah plastik saja yang dipilihnya. Dalam sehari, ia mampu mengumpulkan satu karung sak besar sampah plastik. Seperti sampah botol plastik, hingga kresek.
Tak heran jika pakaiannya kotor, dan berbau. Sebab, di TPA itu, seluruh sampah kering dan basah ditumpuk di satu tempat. Jika hujan, kondisi tanah becek dan bau busuk sampah semakin menyengat dan masuk ke rongga hidungnya. Bahkan, nyamuk seakan sudah menjadi temannya sembari mengais sampah. "Sudah terbiasa dengan baunya. Namanya juga sampah. Mau gimana lagi, daripada tidak makan," katanya
Kerja keras Siti memang tidak berbanding lurus dengan panghasilan yang didapatkannya. Setelah berhari-hari mencari sampah plastik di antara tumpukan sampah itu, ia hanya mampu mendapatkan uang receh.
Namun, Siti tak terburu-buru menjual sampah plastiknya itu ke tengkulak atau pemasok. Ia harus menunggu dua pekan agar sampah plastiknya terkumpul cukup banyak. Sehingga uang yang diterimanya cukup besar. "Sekitar 50-70 ribu per dua minggu. Tergantung rezeki," ujar Siti sambil menepuk punggunya yang digigit nyamuk.
Di TPA itu, ia tak seorang diri. Ada puluhan pemulung lainnya yang turut mengais rezeki dari tumpukan sampah plastik. Sebagian besar pemulung di tempat itu berasal dari beberapa desa di Kecamatan Krejengan.
Kini, setelah puluhan tahun lamanya, tubuhnya yang tak muda lagi membuat Siti tak bisa bergerak bebas seperti saat awal ia bekerja sebagai pemulung sampah. Ia harus berlomba dengan pemulung lainnya yang tubuhnya lebih kuat.
Karenanya, jika tubuhnya telah letih ia mengistirahatkan diri sejenak di gubuk kecil yang ia buat di sekitar tumpukan sampah. Di gubuk itu, Siti menghilangkan lelah sambil menyantap makanannya yang ia bawa dari rumah.
"Rezeki sudah ada yang ngatur, nak. Pasrah sama Yang Maha Kuasa. Mumpung kamu masih muda, belajar sabar dan ikhlas, ya nak," pesan pengumpul sampah di TPA Seboro, pada TIMES Indonesia dengan suaranya yang cukup dalam, menutup perbincangan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |