Klaim Istana Merdeka Milik Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Gelar Sultan Raden Heru Dicabut

TIMESINDONESIA, CIREBON – Santana Kesultanan Cirebon (SKC) mengaku kecewa akan segala tindakan Raden Heru Rusyamsi, atau pria yang menyebut sebagai Sultan Sepuh Jaenudin II Aria Natareja. Pasalnya, Heru yang diangkat sebagai Sultan berdasarkan kesepakatan Tim Formatur SKC dianggap semakin ngawur.
Salah satu Tim Formatur yang mengangkat Heru Rusyamsi sebagai Sultan yakni Raden Hamzahiya merasa Raden Heru telah membohongi SKC dan Tim Formatur. Dimana bedasarkan kesepakatan awal yang dibangun, tujuan diangkatnya Heru menjadi Sultan hanya sebagai dasar untuk dilakukannya pelurusan sejarah peteng Cirebon.
Advertisement
Bukan hanya itu, tingkah laku Heru juga dianggap semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak, Heru yang kini bergelar Sultan mengklaim bahwa Istana Merdeka dan juga Monumen Nasional (Monas) merupakan aset dari Kesultanan Kasepuhan Cirebon.
"Untuk itu kami nyatakan mencabut Surat Keputusan Pengangkatan nomor 197/SK.C/27.1V.21 terkait pengangkatan Raden Heru Rusyamsi Arianatareja menjadi Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon. Kami juga mencabut tugas serta wewenang dan gelar Sultan Sepuh Jaenudin II Arianatareja yang diberikan kepada Raden Heru Rusyamsi Arianatareja," ungkapnya didampingi Panglima tinggi Laskar Macan Ali, Prabu Diaz saat menggelar jumpa pers di Markas Besar Laskar Macan Ali, Selasa (7/6/2022).
Menurutnya, sejak terbitnya surat pencabutan tersebut, Raden Heru Rusyamsi tidak lagi mempunyai hak untuk memakai gelar Sultan Sepuh Jaenudin II Arianatareja serta menjalankan kegiatan adat tradisi ataupun hal lainnya dengan menggunakan gelar serta atribut Keraton Kasepuhan Cirebon.
"Gelar Pangeran Raja (PR) yang disandang oleh Raden Heru Rusyamsi banyak mengundang pertanyaan dan juga teguran serta kekecewaan dari masyarakat wargi Dzuriah keturunan yang ada di Cirebon. Akhirnya tidak lagi ada yang simpati," katanya.
Dikatakan Hamzahiya, penggunaan gelar Pangeran Raja bukan atas saran pribadi dirinya selaku pegiat sejarah. Dirinya juga mengaku, ia secara resmi sudah tidak terlibat dalam pergerakan ataupun struktural SKC.
"Penggunaan gelar pangeran raja, yang membuat masyarakat wargi keturunan dzuriah Sunan Gunung Jati menjadi marah khususnya yang ada di Cirebon. karena, tidak sesuai dengan kebiasaan Adat-Tradisi," tuturnya.
Masih menurut Hamzahiya, penggunaan gelar pangeran raja harus disandangkan kepada seseorang yang merupakan anak keturunan dari raja ataupun putera raja.
"Hal ini tidak sesuai dengan fakta jikalau ayah dari Raden Heru Rusyamsi bernama Yunus Sanusi bukanlah sosok raja yang ada di Cirebon dan Yunus Sanusi masih hidup. Tentu saja penggunaan gelar Pangeran Raja tidak memiliki dasar kuat. Hal ini justru akan menimbulkan kegaduhan kembali di wilayah Cirebon. Atas beberapa pertimbangan di atas sudah sebijaknya Raden Heru Rusyamsi Arianatareja tidak menggunakan gelar Pangeran Raja, jika dipaksakan maka keberadaan Raden Heru Rusyamsi di Cirebon justru akan menimbulkan keresahan, ketidaksimpatian, serta membuat malu bahkan menimbulkan kegaduhan dari masyarakat wargi Dzuriah keturunan Sunan Gunung Jati yang ada di Cirebon khususnya pada keraton yang lainnya," tandasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |