Peristiwa Daerah

Mengenal Ceprotan Pacitan, Tradisi Lempar Kelapa untuk Mengenang Dewi Sekartaji

Senin, 13 Juni 2022 - 22:22 | 223.72k
Suasana tradisi Ceprotan di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, memiliki beberapa fakta unik. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Suasana tradisi Ceprotan di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, memiliki beberapa fakta unik. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PACITANTradisi Ceprotan merupakan khazanah kebudayaan asal Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang unik dan memiliki beberapa fakta menarik. 

Adapun Ceprotan yang dilaksanakan setiap tahun sekali itu untuk mengenang Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun yang diyakini masyarakat sekitar sebagai pendiri Desa Sekar. 

Advertisement

Dalam tradisi Ceprotan, terdapat ritual saling lempar kelapa muda antar dua kelompok warga, yakni Dusun Krajan Lor dan Krajan Kidul. Aktivitas ini paling dinanti masyarakat terus dilaksanakan hingga sekarang. 

Tradisi Ceprotan dilakukan setahun sekali, yakni Senin Kliwon di bulan Dzulqo'dah atau Longkang. Artinya dilakukan di hari dan bulan yang longgar tidak ada orang hajatan. 

Juru Kunci Desa Sekar, Marsongko (63) menceritakan, bahwa Ceprotan merupakan tradisi turun-temurun dari Nenek- Moyang. Keberadaannya melekat pada kehidupan masyarakat setempat sejak ribuan tahun lalu.

tradisi-Ceprotan-a.jpg

Kalau ditinggalkan maka berakibat buruk.  "Kalau tidak dilakukan, maka dampaknya sangat buruk yakni pagebluk luar biasa bagi warga Desa Sekar, pagi sakit, sore meninggal. Bisa pulih tapi ada syaratnya, yakni menyerahkan tumbal 4 ekor kambing kendit ditaruh di 4 sisi pojok desa," katanya, Senin (13/6/2022). 

Marsongko mengungkapkan, sebelum pelaksanaan Ceprotan harus ada ubo rampe semacam sesaji dan tirakat yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Juru Kunci. Persyaratannya pun tidak mudah. 

"Sebelum pelaksanaan, ada ritualnya yakni puasa setengah hari pada Rabu Kliwon. Ubo rampe harus lengkap berupa ayam, jadah, tumpeng kulak, jangan menir, rontek, udang, kepiting, ikan benceng, sayuran tanpa bumbu, tape ketan hitam yang hanya dibuat oleh juru kunci. Prosesinya tidak boleh makan, minum dan merokok," bebernya. 

Selain itu, peserta upacara adat Ceprotan hanya boleh dilakukan oleh warga asli Dusun Krajan Lor dan Krajan Kidul, Desa Sekar saja. Jika dilanggar, maka dampaknya berupa kesialan. 

"Dusun lain tidak diperbolehkan. Kalau bukan warga sini malah jadi incaran lemparan, karena ketahuan. Kelapa cengkir yang dikupas kulitnya sekitar 3 ribu, pesertanya 300an pemuda dari Dusun Krajan Lor dan Krajan Kidul saja. Yang diperebutkan adalah 2 ayam panggang. Jadi peserta melempar 2 orang pemegang ayam tersebut dengan kelapa muda. Makanya disebut Ceprotan," terang Marsongko. 

Tak hanya itu, menurut pria yang mengaku sudah 21 tahun memimpin ceprotan itu masih ada sepasang wayang kulit yang menjadi wujud perlambangan kebahagiaan bahtera rumah tangga. Sebelum upacara Ceprotan dimulai, Juru Kunci menyertakan wayang tersebut di antara sesaji dan merupakan Janaka dan Dewi Sembada.

tradisi-Ceprotan-2.jpg

"Saya 21 tahun jadi juru kunci, sebelumnya ada Mbah Paijo, Mbah Kartomo. Selain ubo rampe ada sepayang wayang kulit yakni Janaka dan Dewi Sembada sebagai lambang dari keutuhan rumah tangga," jelas Marsongko. 

Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Desa Sekar Agus Subagyo mengungkapkan, jika Dewi Sekartaji itu sejatinya seorang putri dari Kerajaan Jenggala Kediri yang mencari kekasihnya bernama Panji Asmoro Bangun saat itu berada di Pesisir Selatan. Di tengah pencarian diganggu suara gaib yang ternyata Sukonandi dan berteriak meminta tolong. 

"Mendengar hal itu Kaki Godeg yang sejatinya Panji Asmoro Bangun menghampiri Dewi Sekartaji dan menolongnya. Singkat cerita,  Sukonandi tahu kalau ia ditipu lalu marah dan memukul kepala Kaki Godeg dengan kelapa dan pecah hingga muncrat airnya," ucapnya. 

Hal senada dikatakan oleh Kades Sekar, Miswandi, kisah Dewi Sekartaji tak terlepas dari kehidupan warga. Sebab, dengan perantara sosok tersebut Desa Sekar berdiri hingga sekarang. 

"Para pendahulu sudah meletakkan batu pondasi yang kokoh. Sehingga, sebagai penerusnya memang selayaknya memperingati tiap tahun. Dan ini wujud rasa syukur kami kepada Sang Pencipta atas nikmat yang diberikan," ujarnya. 

Sebagai informasi, tradisi saling lempar kelapa tersebut dilakukan menjelang maghrib, karena tamu yang datang dari bangsa gaib lebih banyak jumlahnya ketimbang penduduk sekitar. 

Itulah fakta di balik tradisi Ceprotan di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan yang langgeng hingga saat ini. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES