Jamasan Pusaka, Paguyuban Antik Kediri Bawa Tujuh Sumber Air Bertuah

TIMESINDONESIA, KEDIRI – Anggota Paguyuban Antik Kediri (PATIKA) menggelar Kirab dan Jamasan Pusaka di Area Taman Arca Totok Kerot, Selasa (2/8/2022).
Kirab ini terasa istimewa karena juga dihadiri oleh Perwakilan Keraton Kasunanan Surakarta, KPH Harya Wandira beserta segenap Abdi Dalem Anon Anon Surakarta.
Advertisement
Kemudian, juga hadir pelaku spiritual dan juga pemerhati sosial budaya, Bapak AB Setiaji beserta rombongan.
Prosesi sakral tersebut dimulai dengan kirab pusaka dan tumpeng dari Kantor Desa Bulupasar menuju Situs Arca Totok Kerot. Seluruh peserta mengenakan busana adat Jawa.
Menurut Ki Harjito Mudho Darsono sebagai Penjamas, penyucian pusaka ini merupakan tradisi warga sejak lama. Puluhan pusaka seperti keris, tombak dan segala jenis Tosan Aji dibersihkan menggunakan air bertuah dari tujuh sumber dan bunga setaman.
"Pusaka-pusaka berupa keris, tombak dan lainnya ini merupakan peninggalan zaman kerajaan yang sudah berusia ratusan tahun," ujarnya.
Satu per satu pusaka dimandikan menggunakan air yang dicampur dengan aneka bunga. Yang menarik, air tersebut berasal dari tujuh sumber mata air bertuah, seperti Air Terjun Sedudo Nganjuk, Sendang Tirto Kamandanu Kediri dan sumber lainnya di sekitar Totok Kerot.
Setelah itu, pusaka diarak menuju balai desa kemudian baru dibawa ke rumah masing masing pemilik.
Bagi warga sekitar, kirab dan jamasan pusaka tersebut memiliki makna penting sebagai bentuk penghormatan terhadap alam semesta
"Jamasan adalah pembersihan diri, bukan hanya sekedar mencuci pusaka, tetapi juga suci pusakanya, suci badan pemiliknya, suci sukma pemilik pusaka," terang abdi dalem keraton sekaligus pemerhati budaya, Winoto.
Oleh karena itu, tambah dia, kirab dan jamasan rutin dilaksanakan setiap tahun memasuki bulan sura penanggalan Jawa. Tradisi ini ada sejak zaman kerajaan dan lestari hingga saat ini.
Winoto menambahkan, prosesi penyucian terhadap benda pusaka ini dimaksudkan untuk membuang aura negatif yang menempel pada pusaka selama satu tahun.
"Kalau pusaka tidak dijamas, orang dulu bilang bisa membawa sengkala atau mara bahaya," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Adi Suwignyo mewakili Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana menyampaikan, bahwa bulan suro atau muharam merupakan bulan yang dianggap sakral.
Karena itu, kegiatan ini merupakan upaya mewarisi sejarah dan dan budaya bangsa. Selain itu, juga mengandung nilai pariwisata.
Adi berharap ke depannya, kegiatan ini dikemas lebih menarik hingga akan memberikan dampak positif kepada perekonomian lokal, UMKM dan masyarakat sekitar.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada semua baik seniman budayawan para wakil dan abdi dalem dari Keraton Surakarta," ucap Adi Suwignyo usai kirab dan jamasan pusaka yang digelar Paguyuban Antik Kediri. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |