Tiga Desa di Tengger Probolinggo Rayakan Karo, Begini Prosesi Ritualnya

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Tepat hari ini Minggu 14 Agustus 2022 adalah hari istimewa bagi warga Suku Tengger, Bromo di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Mereka merayakan Hari Raya Karo 1944 Saka.
Tiga desa yang merayakan Hari Raya Karo tersebut yakni Desa Ngadisari, Desa Jetak dan Desa Wonotoro. Mereka berkumpul di balai desa Jetak dalam perayaan itu, dengan menggelar ritual yang dinamakan Tari Sodoran.
Advertisement
Tradisi Tari Sodoran itu menurut warga Tengger, dilakukan setiap parayaan Hari Raya Karo dengan mengisahkan sebuah prosesi perkawinan yang ada di Pulau Jawa dengan iring-iringan. Dalam iring-iringan yang berbeda, ada rombongan dari pihak mempelai laki-laki yang mengaraknya menuju pelaminan.
Ritual itu melibatkan mempelai pria dan perempuan, yang dipilih dari dua desa. Mempelai perempuan dari Desa Jetak. Sedangkan mempelai pria dari Desa Wonotoro. Sedangkan saksinya dari Desa Ngadisari.
Namun sebelum melakukan tradisi yang dinamakan Tari Sodoran itu, terlebih dulu, ibu ibu warga setempat melakukan iring-iringan dengan berjalan kaki membawa sejumlah makanan mamakai rantang. Makanan yang dibawanya itu nantinya akan dimakan bersama-sama setelah prosesi atau ritual berlangsung.
Ritual Tari Sodoran dalam perayaan Hari Raya Karo warga Suku Tengger Bromo ini menggambarkan penciptaan benih Bopo laki-laki dan Babu wanita oleh Sang Hyang Widi di jagat raya.
Rombongan dari mempelai pria membawa sejumlah pusaka yang biasa disebut Jimat Klontong, khas warga Suku Tengger yang berusia ratusan tahun. Iringan perkawinan ini diiringi musik gamelan khas Suku Tengger.
Prosesi iring-iringan dari kedua pihak mempelai ini berjalan dari Desa Jetak, di sebelah Desa Ngadisari. Kemudian rombongan mempelai laki-laki dipertemukan dengan rombongan mempelai wanita dari Desa Wonotoro.
Kedua rombongan itu kemudian menuju ke kursi pelaminan. Setelah berkumpul, sejumlah warga dengan pakaian adat lengkap dengan berbagai macam sesaji berjalan kaki.
Selanjutnya, dengan upacara menyucikan Pusaka Tengger berupa pusaka Gayuh, Tanduk Banteng, dan tombak atau sodor berusia ratusan tahun, yang dibacakan mantra oleh para sesepuh dan dukun dari Suku Tengger. Puncak dari Tari Sodoran adalah penampilan rombongan kedua mempelai.
Prosesi perayaan Hari Raya Karo ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dari Suku Tengger dan sejumlah tokoh di Kabupaten Probolinggo, seperti Plt Bupati Probolinggo, HA Timbul Prihanjoko dan dr. Gus Muhammad Haris Damanhuri, yang hadir sebagai tamu kehormatan untuk lintas Agama.
Pengasuh pesantren Zainul Hasan Genggong, yang akrab disapa Gus Haris, ini mengungkapkan, salah satu kearifan lokal yang artinya budaya adat yang memang wajib untuk dilestarikan. Warga Tengger Bromo menurutnya, bagian dari yang tak terpisahkan dari Kabupaten Probolinggo.
“Acara ini merupakan pembukaan pada perayaan Hari Raya Karo warga Suku Tengger. Budaya ini merupakan budaya lama yang dirayakan setiap tahun dan hal yang paling ditunggu oleh masyarakat Tengger. Warga Tengger ini bagian dari Probolinggo, Indonesia dan semua,” kata Gus Haris, di lokasi.
Sementara Timbul Prihanjoko juga mengungkapkan, dirinya sangat mengapresiasi budaya warga Suku Tengger, yang sampai saat ini masih terus dilestarikan.
“Kehadiran kami di sini untuk merawat budaya-budaya yang ada di Indonesia, utamanya di Kabupaten Probolinggo. Kita harus akui, di Proroblinggo ini terdiri beberapa Suku dan Agama. Kami sebagai penerus bangsa ini harus merawatnya, karena Negara ini berdiri atas semua golongan suku dan Agama,” ucap Timbul.
Supoyo, salah satu tokoh Suku Tengger, Kabupaten Probolinggo, juga menyampaikan, perayaan Hari Raya Karo ini merupakan kebanggaan bagi warga Suku Tengger Bromo. Tradisi Tari Sodoran terus dilestarikan sejak 1790 hingga sekarang. Tradisi ini sudah ada sejak dulu dan merupakan peninggalan warisan budaya turun-temurun, mengisahkan awal mula pencintaan umat manusia, hidup untuk berpasang-pasangan antara laki-laki dengan perempuan. Dan merupakan suatu ritual tradisi agar diselamatkan dari mara bahaya, dan dipersembahkan untuk leluhur. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |