Peristiwa Daerah

Kisah Pilu Sukardi, Warga Miskin di Pacitan yang Hidup Sebatang Kara

Selasa, 23 Agustus 2022 - 07:39 | 103.77k
Sukardi (78) warga Pacitan di bawah garis kemiskinan hidup sebatang kara. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Sukardi (78) warga Pacitan di bawah garis kemiskinan hidup sebatang kara. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PACITAN – Tak punya sanak apalagi saudara. Itulah yang dialami Sukardi (78) warga Dusun Kepuh, RT 01/RW 11, Desa Ploso, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Kisahnya memilukan lantaran hidup sebatang kara. 

Dari sorot matanya tampak tajam jauh memandang. Sepertinya pria itu sedang meratapi nasib yang sedang dirundung malang. Langkahnya terseok pelan sembari menyapa ramah dan membukakan pintu setiap orang yang datang. 

Advertisement

Seperti umumnya penduduk desa, isi rumah joglo yang terbuat dari kayu itu sangat sederhana. Tak ada tirai pembatas ruang tamu dan kamar untuk istirahat. Hari-hari ditemani dengan radio kawak merk nasional, hiburan kebanggaan pada zamannya. 

Sukardi-2.jpgKondisi Sukardi dan isi rumah yang sangat sederhana, anak dan istrinya telah lama meninggal. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

Lampu penerangan cukup lima watt.  Sesekali senter putih dia nyalakan untuk menyoroti sesuatu. Suasana agak hening, dari mulut yang keriput lalu berucap lirih. 

"Ditinggal almarhum istri 2009 silam, anak laki-laki saya juga menyusul tahun 2018 lalu. Masak sendiri. Bahan seadanya. Supermi rebus. Kadang tetangga ada yang ngasih," katanya, Selasa (23/8/2022). 

Pria berperawakan tinggi itu melanjutkan cerita. Sepeninggalan mendiang istri dan anaknya terpaksa mandiri. Bahkan tidak pernah mendapatkan bantuan rutin dari pemerintah tiap bulan meski usianya begitu senja. 

"Yang lain dapat beras tiap bulan, saya belum pernah. Sekali terima uang Rp600 ribu mengantre di balai desa, tapi sudah hampir setahun lalu. Kata Kepala Dusun, habis tahun 2022 ini sudah tidak ada lagi," terang Sukardi kepada TIMES Indonesia. 

Demi mencukupi kebutuhannya, Sukardi hanya mengandalkan empon-empon yang dia tanam di sekitar pekarangan rumah. Hasilnya pun tak menentu. Bekas kandang ternak miliknya kini penuh dengan kayu bakar.

Sukardi-3.jpgLuka bekas operasi lantaran penyakit lambung yang diderita Sukardi beberapa waktu lalu. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

"Nyari kunyit. Kalau laku buat beli lauk. Sekilonya 800 rupiah. Jangankan beternak, jalan saja susah. Lututnya ngilu. Habis duduk lama, mau bangun sempoyongan," ujarnya. 

Tak sampai di situ, sejak penyakit lambung yang dideritanya mengharuskan harus dioperasi. Kekuatan untuk bekerja sudah tak seperti masa muda dulu. 

"Kalau mau periksa, numpang mobil tetangga yang mau ke pasar tiap Wage. Entahlah, saya sudah pasrah, untung masih ada tetangga yang peduli. Sebenarnya masih ada cucu, tapi tak pernah ke sini," jelas Sukardi sambil mengelus perut bekas jahitan. 

Menurut penuturan tetangga dekat, Hudi Suryanto bahwa rumah yang ditempati Sukardi saat ini merupakan hak waris anak laki-lakinya yang meninggal beberapa tahun silam, sedangkan anak tirinya sudah lama berumah tangga. 

"Sebenarnya kasihan, dia masih punya anak tiri, tapi jarang menjenguk. Kalau ada apa-apa warga sini berusaha membantu. Rumah yang sekarang ditempati juga hak waris anaknya, tapi sudah meninggal," pungkasnya. 

Begitulah, kisah pilu Sukardi, warga miskin di Pacitan hidup sebatang kara. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES