Sepenggal Jejak Freemason di Kota Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Freemason atau Freemasonry yang merupakan organisasi rahasia yang telah ada sejak dahulu, ternyata pernah meninggalkan jejaknya di Kota Malang, Jawa Timur.
Salah satu yang paling terkenal dan melekat atas peninggalan Freemason Kota Malang atau pernah ditempati oleh Freemason itu sendiri, yakni The Shalimar Boutique Hotel yang terletak di Jalan Cerme 16, Klojen, Kota Malang.
Advertisement
Gedung tersebut, dulunya dibangun pada tahun 1930-an dan resmi digunakan di tahun 1933. Sebelum kini menjadi The Shalimar Boutique Hotel, awalnya gedung tersebut bernama Macconieke Lodge yang memang sengaja dibangun sebagai markas komunitas Freemason.
Kawasan taman depan gedung The Shalimar Boutique Hotel sebagai area peradaban zaman Kolonial Belanda di Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Gedung tersebut dahulunya dirancang oleh Ir Mulder dengan menggunakan gaya arsitektur Niewe Bowen dengan ciri utama berbentuk kubus dan beratap lurus.
Menurut pemerhati budaya dan sejarah, Agung Buana, Freemason masuk ke Malang sekitar tahun 1930-an bersamaan dengan bertumbuhnya ekonomi daerah melalui produksi kopi dan tebu.
"Kan lambang mereka itu jangkar dan mistar, menunjukkan kelas pekerja. Jadi Freemason itu tahun 1930-an masuk di Malang bersamaan dengan mulai berkembangnya kebun tebu dan kopi," ujar Agung, Jumat (16/9/2022).
Diketahui, lokasi Macconieke Lodge yang kini menjadi The Shalimar Boutique Hotel tersebut memang berada di lingkungan kompleks hunian mewah para pejabat Hindia Belanda kala itu.
Di Malang sendiri, markas Freemason dikenal sebagai loge 89 Malang, dengan artian merupakan rumah pertemuan bagi kaum Freemasonry Indonesia pada masa Hindia Belanda.
Selain menjadi markas dari Freemason, gedung tersebut juga menjadi societeit atau tempat dansa dan menyanyi bagi orang Belanda. Para petinggi Belanda menjami kolega, khususnya bangsa Eropa untuk mendapatkan hiburan saat perkumpulan.
"Memang pernah dibuat dansa dan pertemuan, ntah ritual atau pertemuan rahasia untuk Freemason," ungkapnya.
Sejarah yang tercatat, gedung tersebut pernah juga menjadi stasiun pemancar milik Belanda yang kemudian dialihfungsikan sebagai Gedung RRI Malang di tahun 1964. Gedung itu kemudian diambil-alih dengan proses tukar bangun dengan Gedung RRI di Jalan Candi Panggung di tahun 1993.
Selanjutnya, setelah tukar guling, gedung tersebut menjadi lokasi penginapan dengan nama Malang Inn. Kemudian berganti nama menjadi Hotel Graha Cakra di tahun 1995.
Pertengahan tahun 2014, Graha Cakra tutup dan renovasi bangunan, kemudian 10 Desember 2015 resmi berubah menjadi The Shalimar Boutique Hotel sebagai hotel bintang 5 yang ada di Kota Malang.
Selain itu, menurut Agung setidaknya ada hampir seribu lebih pengikut Freemason di Malang. Tak hanya warga luar Indonesia saja, namun warga lokal pun diketahui juga banyak yang menjadi pengikut kala itu.
"Jadi orang-orang Freemason di Malang ini kebanyakan pekerja profesional, seperti di perbankan hingga kedokteran," katanya.
Tak hanya The Shalimar Boutique Hotel saja yang menjadi sejarah jejak peninggalan Freemason di Malang.
Setidaknya ada bangunan lain yang juga menjadi tempat berkumpulnya para Freemason di Malang. Diantaranya dulu ada gedung di kawasan Jalan Aris Munandar, Jalan Welirang dan Jalan Ade Irma Suryani.
"Bangunan-bangunan itu ada yang bentuk seperti rumah, ada yang berbentuk seperti kubah dan lainnya," imbuhnya.
Setidaknya, Freemason lenyap di Malang secara legal sejak tahun 1960 bersamaan dengan keluarnya surat dari Presiden RI pertama Ir Soekarno yang menyebutkan gerakan itu harus dibubarkan di Indonesia.
Jejak-jejak peninggalan yang juga masih kental terlihat sampai saat ini, yakni makam milik Eyken yang diketahui ia adalah seorang direktur apoteker pada institusi Tentara Kerajaan Hindia-Belanda.
Makam itu terletak di area Bong Londo Sukun dengan lambang yang terlihat jelas di sisi atas identitas diri bergambar janga dan penggaris siku yang identik sebagai lambang Freemason.
Terlihat juga makam Eyken tersebut juga berdampingan oleh sang istri yang tak diketahui asal usulnya. Namun, yang terlihat hanya gambar berbentuk daun accacia yang melambangkan immortality of soul, yakni salah satu simbol yang hadir di kalangan Freemasonry.
Akan tetapi, menurut Agung, bisa jadi Freemason hingga saat ini masih tetap hidup secara rahasia, khususnya di Malang.
"Tapi memang dugaan masih ada sampai sekarang. Namun siapa orang-orangnya gak ada yang tahu, karena lebih ke rahasia kalau sekarang. Berbeda dengan jaman dahulu," pungkasnya terkait Freemason Kota Malang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |