FPPM Tuntut Perhutani Laksanakan Program Perhutanan Sosial Tanpa KKN

TIMESINDONESIA, BLITAR – Ratusan massa Front Perjuangan Petani Matraman (FPPM) menuntut Perhutani untuk melaksanakan program perhutanan sosial dan performa agraria tanpa kolusi korupsi dan nepotisme atau KKN.
Hal itu mereka suarakan saat melakukan unjuk rasa di depan kantor KPH Perhutani Blitar di Jalan Ahmad Yani Kota Blitar, Selasa (27/9/2022).
Advertisement
Tidak hanya itu FPPM juga mendorong perhutani untuk menangkap dan memecat oknum Perhutani yang terbukti menghambat dan menggagalkan program Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK, Program perhutanan Sosial dan Reforma Agraria.
Ketua FPPM Marjoko mengatakan, bahwa pada tanggal 5 April 2002 lalu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya telah menetapkan Surat Keputusan nomor 287 yang berisi pengambil alihan pengelolaan kawasan hutan seluas 1,103.941 hektare dari Perhutani untuk dijadikan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus atau KHDPK.
Kawasan hutan yang pengelolaannya diambil alih itu khususnya berada pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang berada di 4 provinsi yaitu provinsi Jawa tengh, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten.
"Dan sesuai informasi luas kota KHDPK untuk wilayah KPH Blitar ada sekitar 38 ribu hektare. dengan rincian 2 ribu hektare untuk redistribusi tanah dan lebih kurang 36 ribu hektar untuk perhutanan sosial dan lainnya," urainya.
Menurut Marjoko, salah satu alasan dan latar belakang penetapan KHDPK diantaranya untuk mengurangi areal yang tidak produktif yang selama ini dikelola oleh Perhutani. Selain itu juga untuk mengurangi area konflik yang selama ini tidak mampu diselesaikan oleh Perhutani.
Ia menilai, bahwa kebijakan KHDPK serta penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Utamanya permukiman di dalam kawasan hutan benar-benar telah menyentuh para petani dan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Perhutanan sosial, dikatakannya, telah banyak memberikan berkah, membuat para petani dapat merasa tenang. Karena bisa menggarap hutan tanpa ada rasa takut di kriminalisasi oleh perum Perhutani banyak.
"Petani dari desa-desa dengan lahan pertanian terbatas dan satu-satunya lahan yang bisa dimanfaatkan adalah hutan di sekitar mereka sekarang dengan perhutanan sosial mereka berhasil menggarap lahan, menanam dan sudah menghasilkan sesuatu yang sangat berarti untuk kelangsungan hidupnya," jelasnya.
Marjoko menjelaskan, program perhutanan sosial dan performa agraria akan menjadi macan kertas saja bila tidak ada komitmen dari semua pihak untuk melaksanakannya secara konsisten. Menurutnya, banyak mafia hutan dan mafia tanah yang diduga terus mengganjal atau bahkan bersikeras menggagalkan program kerakyatan tersebut.
Dikatakannya, maaf mafia tersebut sangat menginginkan konflik di tengah masyarakat terus terjadi. Sehingga mereka tetap berhasil mengambil keuntungan yang sangat besar tanpa bersusah payah untuk membayar pajak kepada negara.
"Melihat kenyataan yang tergambar di atas maka kami salah satu elemen masyarakat FPBM juga menuntut tangkap dan seret mafia hutan dan tanah serta wujudkan tata kelola hutan secara bersih demokratis dan perwatakan kerakyatan." tegas Marjoko.
Sementara itu, Teguh Jati Waluyo, Administratur KPH Perhutani Blitar menegaskan memang benar sudah ada SK 287 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Oleh karena itu, Perum Perhutani tunduk dan patuh kepada penetapan kementerian tersebut. Yang juga penting, baginya, adalah bagaimana masyarakat dan stakeholder mengawal keputusan kementerian tersebut.
"Yang nanti perlu dibicarakan adalah bagaimana kita supaya bisa mengawal seluruh stakeholder. Jadi kami sangat berharap dari rekan rekan NGO lembaga swadaya masyarakat supaya nanti pada pelaksanaan tidak ada KKN," jelasnya.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, Teguh Jati Waluyo, Administratur KPH Perhutani Blitar dan beberapa perwakilan massa menandatangani pakta integritas. Hal itu merupakan bentuk komitmen Perhutani untuk melaksanakan program KHDPK tanpa KKN.
Menurut Teguh, Perum perhutani merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Maka demikian, pihaknya tegak lurus dengan keputusan kementerian sesuai perintah presiden.
"Kami di KPH harus laksanakan program itu tanpa ragu ragu. Saya menandatangani karena saya merupakan aparat pemerintah.
Mudah mudahan nanti dalam perjalanannya tidak ada lagi keraguan dari masyarakat," tegasnya usai aksi FPPM untuk Perhutani. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |