Peristiwa Daerah

Psikolog Forensik RPG Sidoarjo Sebut Beberapa Faktor Siswa Lakukan Kekerasan di Sekolah

Rabu, 28 September 2022 - 17:15 | 54.00k
Psikolog Forensik, Esa Mariya Puspitasari, S.Psi., M.Psi. dari Rumah Psikologi Golkar (RPG) Sidoarjo (Foto: dok esa mariya)
Psikolog Forensik, Esa Mariya Puspitasari, S.Psi., M.Psi. dari Rumah Psikologi Golkar (RPG) Sidoarjo (Foto: dok esa mariya)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SIDOARJOPsikolog Forensik, Esa Mariya Puspitasari, dari Rumah Psikologi Golkar atau RPG Sidoarjo melihat kasus kekerasan antar siswa di lingkungan pendidikan atau sekolah seperti yang terjadi di Insan Cendekia Mandiri (ICM), disebabkan berbagai faktor.

Menurut Esa, faktor keluarga yang disfungsional bisa menjadi salah satu penyebabnya. Ia mencotohkkan, rumah tempat anak tinggal tidak menjamin kenyamanan dari sisi psikologis. Seperti orang tua tidak dekat dengan anak, orang tua sering bertengkar di hadapan anak.

Advertisement

Atau orang tua sering merasa stres dan melampiaskan stres itu ke anak. Apalagi orangtua sering melakukan kekerasan baik verbal seperti meremehkan, menghina, membentak, dan melabeli anak dengan sebutan anak bodoh, nakal dan lainya, atau kekerasan fisik seperti memukul, mencubit dan kekeraaan fisik lainnya.

"Perlakuan anak yang diterima atau dilihat atau didengar di rumah oleh orang tua, yang membuat anak menjadi meniru dan mempraktikkan apa yang dia dapat di keluarga ke dunia luar, salah satunya di dunia pendidikan atau dilingkungan mereka bersekolah," kata Esa kepada TIMES Indonesia, Rabu (28/9/2022).

Lanjut Esa, siswa yang cenderung bermasalah secara psikologis seperti merasa rendah diri, tidak berharga, tidak pandai, tidak berguna, tidak dicintai, dan kurang perhatian maka akan mencari perhatian meskipun cara yang dia gunakan negatif.

Psikolog-Forensik-Esa-Mariya-Puspitasari-a.jpg

"Jika siswa atau anak kurang perhatian, maka mereka akan mecari perhatian orang di sekitarnya. Meskipun itu malah berdampak negatif bagi sang anak atau siswa tersebut," jelasnya.

Esa yang juga founder dari Biro Lembaga Pelayanan Psikologi dan Pengembangan SDM (LP3S) SAKA ini mengungkapkan, lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan juga menjadi faktor munculnya kekerasan yang dilakukan anak atau siswa.

"Di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan sebenarnya banyak terjadi kekerasan secara verbal maupun fisik antar siswa dan dianggap wajar oleh mereka karena ketidak tahuan mereka (siswa, Red)," sebutnya.

Sebagai contoh, di lingkungan sekolah pasti ada kakak kelas dan adek kelas atau senior junior. Saat ada anak atau siswa yang pernah mengalami kekerasan verbal maupun fisik dari seniornya dulu akhirnya ketika dia menjadi senior, dia atau siswa itu akan melakukan apa yang dia dapat dan dia terima dulu ke juniornya," ungkapnya.

Untuk menjawab faktor faktor itu dan agar kasus kekerasan anak atau siswa di dunia pendidikan tidak terulang kembali, Esa memaparkan jika pihak sekolah atau lembaga pendidikan bisa lebih menggali lagi mengenai kompetensi siswa secara psikologi.

"Seperti jika siswa tumbuh dalam keluarga yang disfungsional, maka pihak Sekolah atau lembaga pendidikan perlu memahami bahwa siswa tersebut memiliki potensi melakukan kekerasan di sekolah atau bisa juga siswa tersebut jadi object kekerasan. Kemudian secara periodik pemberian sosialisasi mengenai tindakan kekerasan di sekolah juga sangat penting disampaikan ke siswa. Misalkan pengertian, jenis, dan cara untuk mengatasi ketika siswa menjadi korban kekerasan," papar Esa.

Esa melanjutkan, jika pihak Sekolah atau Lembaga Pendidikan menemukan kasus kekerasan, entah itu kekerasan verbal atau kekerasan fisik, maka sebisa mungkin pihak Sekolah atau Lembaga Pendidikan harus memberikan perhatian kepada mereka agar merasa aman dan nyaman.

"Dukungan dan pendampingan terhadap korban kekerasan di lingkungan pendidikan sangat saya tekankan. Sebab pendampingan secara psikologis kemudian membangun support system yang baik untuk korban sangat penting dilakukan oleh pihak sekolah atau lembaga pendidikan," harapnya.

Esa juga menegaskan agar pihak Sekolah atau Lembaga Pendidikan memberikan aturan yang tegas terhadap perilaku kekerasan di lingkungan sekolah.

Psikolog-Forensik-Esa-Mariya-Puspitasari-b.jpg

"Memberikan aturan tegas terkait sanksi pada perilaku kekerasan di lingkungan pendidikan. Sanksi tersebut harus benar-benar dilakukan pihak sekolah atau lembaga pendidikan agar mengurangi timbulnya kekerasan dan membuat pelaku jera. Kemudian mengajarkan siswa Untuk melawan perilaku kekerasan dengan berani melaporkan kekerasan ke guru agar guru melakukan tindakan tegas," jelasnya.

Masih menurut aktivis perempuan yang gentol terhadap kasus Perempuan dan Anak ini jika pendampingan psikologis untuk pelaku karena faktor utama pelaku melakukan kekerasan adalah adanya masalah secara psikologis pada anak atau siswa (pelaku red). Di sini sekolah atau lembaga pendidikan diminta untuk mengkoordinasikan dengan orang tua serta pihak terkait untuk menyelesaikan masalah psikologis pelaku tersebut.

"Sangat penting dibentuknya komunikasi dua arah antara pihak guru selaku pendidik dan pihak orang tua selaku wali murid siswa. Apapun yang terjadi di lingkungan pendidikan yang dilakukan anak atau siswa sebisa mungkin itu pihak sekolah atau lembaga pendidikan memberitahu orang tua, agar orang tua bisa memberi pemahaman kepada anaknya apa informasi yang didapat dari pihak guru atau pendidiknya," jelentrehnya.

"Sebab korban kekerasan pada anak atau siswa, bisa jadi pelaku jika tidak dilakukan pendampingan dengan benar. 

Lalu efek psikologis tidak keliatan tapi benar-benar nampak ketika si korban sudah tidak tahan lagi, kemudian dia akan menjadi pelaku kejahatan secara verbal (bullying) atau secara fisik," imbuh Esa.

Pihak Sekolah dalam hal ini Guruh, imbuh Esa juga harus mengikut sertakan peran siswa lainya salam memberi dukungan melawan bentuk apapun kekerasan di lingkungan pendidikan, kekerasan verbal ataupun kekerasan fisik.

"Peran antar siswa juga sangat penting untuk disampaikan oleh pihak pengajar. Tentu agar sesama siswa bisa saling memberi dukungan untuk mengantisipasi kekerasan dalam bentuk verbal maupun fisik," tambahnya.

Esa membuka lebar kepada semua pihak pendidik maupun orang tua untuk konseling masalah psikologis anak atau siswa di Rumah Psikologi Golkar (RPG) Sidoarjo. 

"Pintu Rumah Psikologi Golkar Sidoarjo terbuka bagi pengajar atau orang tua anak atau siswa untuk konseling jika membutuhkan pendampingan psikologis terkait masalah yang ditemukan di lingkungan sekolah," ajak Esa.

"Bagi warga Sidoarjo yang membutuhkan pendampingan Psikolog silahkan datang ke tim RPG Sidoarjo di kantor DPD Golkar Sidoarjo, danisa juga menghubungi Call Centernya di nomor 081331494929, gratis tanpa dipungut biaya," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Muhammad Iqbal
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES