Peristiwa Daerah

Harga Kedelai Meroket, Produsen Tahu di Jombang Menjerit

Sabtu, 01 Oktober 2022 - 19:11 | 41.18k
Suasana tempat produksi tahu di Dusun Murong Santren, Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto  Kabupaten Jombang ditengah lonjakan harga kedelai naik. (FOTO: Rohmadi/TIMES Indonesia)
Suasana tempat produksi tahu di Dusun Murong Santren, Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto  Kabupaten Jombang ditengah lonjakan harga kedelai naik. (FOTO: Rohmadi/TIMES Indonesia)

Ukuran Font: 20px

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Produsen tahu di Kabupaten Jombang keluhkan kenaikan harga kedelai yang semakin tinggi.

Seperti yang diketahui, di Kabupaten Jombang harga kedelai impor untuk bahan tahu dan tempe mencapai Rp12.600 per kilogramnya. Harga sebelumnya yaitu Rp11.000.

Advertisement

Jika dihitung dari awal pandemi covid-19 pada awal tahun 2020 lalu kenaikan mencapai 100 persen. Pasalnya sebelum pandemi harga kedelai hanya berkisaran diharga Rp6.500 saja.

Perajin-tahu-kurangi-ukuran-tahu-agar-tidak-rugi-banyak.jpgPerajin tahu kurangi ukuran tahu agar tidak rugi banyak ditengah kenaikan harga kedelai. (FOTO: Rohmadi/TIMES Indonesia)

Seperti yang dialami oleh Imam Subchi, produsen tahu di Dusun Murong Santren, Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto. Ia sempat kebingungan untuk menyiasati kenaikan bahan baku pembuatan tahu tersebut. Hingga pada akhirnya ia memilih untuk mengurangi ukuran tahu guna mengurangi kerugian.

"Sangat terasa sekali kenaikan kedelai ini. Dengan terpaksa kami mengurangi ukuran tahu biar tidak rugi banyak," katanya, kepada TIMES Indonesia, Sabtu (1/10/2022).

Menurut pria yang akrab disapa Imam tersebut dalam kurun waktu 3 bulan terakhir omzetnya menurun hingga 20 persen lebih. Hingga kehilangan langganan akibat ukuran tahu diperkecil.

"Pelanggan juga banyak yang kabur. Tapi mau bagaimana lagi tidak mungkin juga harga tahu dinaikan," jelasnya.

Imam yang juga sebagai ketua UMKM perajin tahu Kecamatan Jogoroto berharap harga kedelai bisa kembali stabil agar roda ekonomi kembali bisa berjalan normal kembali.

"Kalau misalnya naik ya tidak apa-apa. Asal dalam jangka 5 tahun kedepan tidak naik lagi. Kalau setiap tahun naik terus seperti ini kami bisa bangkrut," terangnya.

Imam-Subchi-perajin-tahu.jpgImam Subchi, perajin tahu di Dusun Murong Santren, Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto  Kabupaten Jombang. (FOTO: Rohmadi/TIMES Indonesia)

Sementara Siti Mahmuroh (49) warga setempat yang berprofesi sebagai penjual kedelai juga mengeluhkan kenaikan harga kedelai yang tidak stabil. Pihaknya mengaku juga banyak kehilangan pelanggan akibat naiknya harga kedelai.

"Banyak perajin tahu tempe mengurangi produksinya karena harga mahal," jelasnya.

Bahkan, untuk menyiasati agar tidak mendapatkan kerugian yang banyak. Pihaknya menyampurkan kedelai impor dengan kedelai lokal. Sebab harga kedelai lokal jauh lebih murah dibanding harga kedelai impor. Meskipun kualitas dari kedelai lokal jauh lebih jelek.

"Kami campur agar tidak rugi terlalu banyak antara kedelai lokal dan impor," paparnya.

Pihaknya berharap pemerintah bisa menstabilkan harga kedelai secepatnya agar UMKM tahu dan tempe tidak gulung tikar ditengah lonjakan harga kedelai yang terus naik tinggi.

"Semoga harga kedelai kembali stabil agar perajin tahu dan tempe bisa kembali produksi normal seperti biasa," harapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES