Kisah Aremania Asal Blitar, Tak Mau Pulang Demi Bantu Keluarga Korban Kanjuruhan

TIMESINDONESIA, MALANG – Aremania asal Kota Blitar bernama Andrian Sutikno (66) rela tak pulang selama 25 hari ini untuk memberikan semangat dan mendampingi para keluarga korban tragedi Stadion Kanjuruhan Malang.
Setiap hari, pria yang akrab disapa Pak Tik ini tidur di ruang tunggu IGD Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang. Hanya beralaskan tikar.
Advertisement
Bukan tanpa alasan. Pak Tik merasa tak kuasa hanya berdiam diri saat melihat para keluarga dan orang tua korban yang menunggu nasib anak dan kerabatnya berada di tengah ketidakpastian antara hidup atau mati.
Tak hanya itu, Pak Tik sendiri melihat secara langsung bagaimana para korban Tragedi Kanjuruhan bertumbangan di stadion maupun di rumah sakit.
Pak Tik saat berjalan masuk kembali ke ruang tunggu IGD RSSA Malang untuk mendampingi keluarga korban (FOTO: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
"Saya sejak awal itu berada di stadion, memang nonton sendiri, karena saya Aremania," ujar Pak Tik saat ditemui TIMES Indonesia di RSSA Malang, Selasa (25/10/2022).
Awalnya, Pak Tik ingin menyambut Aremania yang datang dari luar kota untuk bersama-sama mendukung tim kesayangannya.
Namun, semangat itu runtuh setelah melihat stadion berubah menjadi tempat yang menewaskan 135 jiwa.
Ia sempat panik membantu para korban bertumbangan di Stadion Kanjuruhan hingga menaikkan para korban ke ambulans ataupun truk aparat untuk dibawa ke rumah sakit terdekat.
"Di (Rumah Sakit) Wava Husada, saya lihat bagaimana kesedihan yang tak wajar itu tumpah seketika saat mereka melihat anak, istri atau kerabatnya telah tak bernyawa. Itu keluarga sampai memeluk mayat berguling-gulingan di lantai Rumah Sakit," tuturnya.
"Saya tidak pernah melihat kesedihan yang seperti ini. Ini bukan kesedihan biasa," imbuhnya.
Setelah itu, Pak Tik ikut bersama Aremania lain untuk takziah ke rumah korban meninggal dunia, seperti yang dilakukannya di wilayah Singosari, Kabupaten Malang.
Lalu, ia berkunjung ke RSSA Malang. Di situlah ia melihat keluarga korban tragedi Kanjuruhan hanya tertunduk lemas menunggu sesuatu yang tak pasti, apakah anak atau kerabatnya hidup atau mati.
"Ada yang kenal saya, dia langsung memeluk saya dan menangis setelah dipanggil dokter. Rata-rata mereka hanya mengeluarkan kalimat 'pak anak saya itu besok hidup atau mati? Saya gak bisa berkata-kata lagi pas ditanya seperti itu," tuturnya.
Setiap hari Pak Tik menjaga dan mendampingi seluruh keluarga korban, khususnya yang berada di RSSA Malang.
Ia memberikan semangat, menemani, membantu, mengingatkan hingga menjadi wali dari korban, karena keluarga sudah tak kuasa menahan kesedihan mendalam setelah mendengar anaknya meninggal dunia usai dirawat di RSSA Malang.
"Mereka (keluarga korban), kecapekan tertidur. Lalu dipanggil dokter nggak dengar. Karena saya sudah hafal semua, akhirnya saya bangunkan. Sudah 4 yang mati selama saya di RSSA Malang, mereka semua di depan mata saya," tuturnya.
Apa yang membuat Pak Tik mau melakukan hal ini? Ia hanya menjawab bahwa ia bukan berkorban, tapi karena ia melihat korban.
Bagi Pak Tik, pengorbanan ratusan Aremania yang gugur ini tak sebanding dengan apapun yang diberikan ataupun dilakukan olehnya.
"Lebih besar mereka, Mas. Nyawa dia korbankan, sudah beli tiket dan mereka meninggal dengan cara demikian. Saya cuma mengorbankan waktu, mereka mengorbankan nyawa. Gak sebanding, saya gak ada apa-apanya," ucapnya.
Pada awal kedatangan Pak Tik di RSSA, ia sudah berkomitmen. Ia harus menjaga dan mendampingi keluarga korban hingga diputuskannya tak akan ke mana-mana hingga tragedi Kanjuruhan Malang ini usai.
"Saya di sini nggak mati, ngapain saya bingung. Mereka itu sudah saya bilangi, kepercayaan diri saya, saya bilang ke mereka, saya Aremania jangan khawatir saya tetap di sini gak akan lari, percaya sama saya," ucapnya.
Melihat apa yang dilakukan Pak Tik, sejumlah Aremania membantu segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh pria asal Blitar itu selama berada di RSSA Malang. Suplai makanan, kebutuhan sandang hingga uang diterima oleh Pak Tik dari beberapa Aremania.
"Ini berlebihan, saya mau nangis tahu ini. Mereka menyuplai saya, kasih makan sampai kasih uang. Saya disini, gak mau ninggal mereka (keluarga korban tragedi Kanjuruhan)," katanya.
Sampai kini, di hari ke 25 pasca tragedi Kanjuruhan Malang, sudah tinggal satu korban atas nama Novita (17).
"Sampai di sini sekarang saya menemani Pak Doel (ayah dari Novita, korban tragedi Kanjuruhan). Mental keluarga ini semua runtuh. Mereka gak bisa kerja gak bisa apa-apa, cuma menunggu anaknya dengan harapan yang belum pasti," ucapnya.
Tak hanya Aremania, bos tempat Pak Tik bekerja hingga anaknya pun mendukung apa yang dilakukannya. "Bos saya support, jadi saya gak bekerja fokus ini, cuma beberapa hal saya urusi lewat telepon," imbuhnya. (*)
Ia tak tahu sampai kapan dirinya akan berada di Malang. Ia tak memikirkan kapan ia pulang. Ia kini hanya memikirkan agar keluarga korban ini mendapat pendampingan.
"Harapan saya keluarga korban ini tetap ada pendamping di setiap wilayahnya. Mereka gak bisa diganti dengan materi. Saya mau pulang gimana, ini saja belum selesai. Kalau semua sudah selesai, korban kembali ke rumah, syukur alhamdulilah dan saya akan kembali melaksanakan pekerjaan sehari-hari saya," ucapnya.
Salah satu Aremania bernama Rodrigo mengungkapkan bahwa hal yang dilakukan Pak Tik adalah tindakan heroik. Jasa yang Pak Tik lakukan, kata Rodrigo, patut dihargai dan diapresiasi.
"Saya sangat mendukung. Bahkan saya berharap banyak orang yang aman menjadikan Pak Tik sebagai inspirasi sebuah hati nurani yang ikhlas tanpa ada tendensi atau kepentingan apapun," tuturnya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |