Bawaslu Jabar Minta Pegiat Medsos Dukung Suksesnya Pemilu

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat imbau para pegiat media sosial untuk mendukung suksesnya Pemilu 2024 nanti. Hal tersebut disampaikan Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyakarat (P2M) Bawaslu Jabar, Zaki Hilmi pada acara Sosialisasi Pengawasan Penyelenggaraan Pengawasan Siber dalam Pemilu Tahun 2024 di Hotel Savoy Homann, Bandung, Rabu (9/11/2022)
Zaki juga mengimbau para peserta yang terdiri dari perwakilan organisasi masyarakat, organisasi kemahasiswaan, organisasi keagamaan serta para humas perguruan tinggi di Bandung untuk menjadi pegiat sosial media atau warganet yang cerdas.
Advertisement
“Jika kita menerima sebuah informasi, maka informasi tersebut perlu disaring terlebih dahulu. Yang pertama adalah dengan mencari tahu apakah informasi tersebut benar atau tidak, jika tidak benar maka dapat dikatakan bahwa informasi tersebut adalah hoaks,” jelasnya.
Menurutnya, jika informasi tersebut benar pun jangan langsung disebarkan, tetapi ditelaah apakah informasi tersebut memberikan manfaat jika kita sebarkan. “Jika memang bermanfaat, harus pula dipikirkan apakah informasi tersebut memang perlu untuk disebarkan. Dan jika memang dirasa perlu disebarkan, pikirkan lagi apakah harus disebarkan sekarang juga atau tidak ada kepentingan yang mendesak,” paparnya.
Zaki menjelaskan pula, perkembangan internet yang semakin meluas membutuhkan adanya pengaturan dan pengembangan regulasi, prinsip-prinsip, atau panduan yang memastikan terlaksananya jaminan hak asasi manusia, seiring dengan maraknya kejahatan siber (cyber crime).” Panasnya pesta demokrasi turut ditopang oleh teknologi media digital. Penggunaan media sosial untuk kampanye politik ramai dilakukan oleh tim kampanye, termasuk relawan dan massa pendukung,” ujarnya.
Para peserta acara Sosialisasi Pengawasan Penyelenggaraan Pengawasan Siber dalam Pemilu Tahun 2024 di Hotel Savoy Homann, Bandung. (Foto: Andi/TIMES Indonesia)
Dirinya menegaskan, polarisasi akibat perbedaan pilihan politik dan keberlimpahan informasi yang difasilitasi oleh platform media baru menjadi lahan subur bagi beragam bentuk
disinformasi yang menyesatkan dan tidak jelas basis kebenarannya.
Zaki juga memaparkan bahwa ujaran kebencian (hate speech) adalah tindakan menyebarkan rasa kebencian dan permusuhan yang bersifat SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Mengutip The Equality and Anti Discrimination Ombud, ujaran kebencian didefinisikan sebagai ujaran yang merendahkan, mengancam, melecehkan atau menstigmatisasi yang berdampak negatif terhadap martabat, reputasi, dan status seseorang atau kelompok dalam masyarakat.
“Dalam arti hukum, ujaran kebencian dapat berupa perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang, karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan, sikap prasangka dari pelaku maupun korban,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, ujaran kebencian bukan bagian dari kebebasan berpendapat. “Rasa kebencian dilarang disebarkan karena akan memunculkan stereotyping, pelabelan, kebencian kolektif yang bisa menyebabkan adanya diskriminasi, persekusi hingga konflik antar individu dan kelompok,” jelas Zaki.
Berdasarkan Surat Edaran Kapolri SE/VI/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech), perbuatan yang termasuk ujaran kebencian di antaranya penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan menyebarkan berita bohong.
Zaki juga mengulas mengenai hoaks yang merupakan berita bohong, namun memiliki pengaruh yang signifikan. Dalam bidang politik, penyebaran hoaks digunakan untuk memperkeruh suasana hingga mencari keuntungan pribadi atau kelompok dari pihak tertentu. “Medsos jadi jadi penyebar hoaks, grup media sosial seperti WhatsApp menjadi sarana pas karena si X mendapatkan info dari sahabatnya, si Y. Info saling dipertukarkan dan diteruskan ke grup baru tanpa mempersoalkan dari mana asal info yang di-forward tersebut,” paparnya.
Ia menyesalkan karena media sosial berubah fungsi menjadi ajang orang bertikai. “Berita hoaks marak. Sejumlah orang membuat akun-akun palsu.Berita hoaks marak pada saat tensi politik tinggi, baik menjelang Pileg, Pilpres, Pilkada,” ungkapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |