Lia Istifhama Sesalkan Tidak Ada Penyamaran Video Viral Pelajar Melawan Polisi di Sidoarjo

TIMESINDONESIA, SIDOARJO – Viralnya video A (12) pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di media sosial (medsos) yang terekam mengamuk dan melawan anggota polisi dari Satlantas Polresta Sidoarjo karena diberhentikan dan menegur A tidak memakai helm saat mengendarai motor dikawasan jalan Janti, Sidoarjo mendapat sorotan dari sktivis sosial yang gentol dalam permasalahan perlindungan perempuan dan anak, Lia Istifhama.
Perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini sangat menyayangkan rekaman video yang viral dijagad maya (medsos) tersebut tanpa adanya penyamaran atau pembluran atau blur pada wajah pelajar berinisial A itu.
Advertisement
"Perilaku A sangat tidak dibenarkan dan salah, dia melanggar lalu-lintas dan diingatkan Polisi demi keselamatan berkendara karena pelajar SMP itu tidak memakai helm. Tetapi lepas dari kesalahan pelajar itu, video A yang viral di medsos melawan Polisi tanpa adanya penyamaran atau pemburaman dan pembluran pada wajahnya, sangat saya sayangkan," katanya.
Ning Lia mengungkapkan jika masa depan pelajar (A red) sebagai anak bangsa masih sangat panjang, tetapi akibat wajahnya terekam dan viral di medsos, dilihat jutaan pasang mata warganet, takut saya malah akan menimbulkan rasa malu dan trauma berat, atau nanti malah dia menjadi korban bullying kibat wajahnya yang viral dan terekam jelas itu, sehingga mempengaruhi psikologis anak tersebut.
"Video perilaku pelajar SMP itu langsung tersebar dan viral di media sosial Instagram, Twitter, TikTok, facebook dan lainnya itu terpampang jelas wajahnya tanpa ada penyamaran atau pembluran dari si penyebar video di Medsos. Jika memang penyebaran video itu untuk efek jera agar tidak terulang lagi dilakukan pelajar lain, saya sangat setuju. Tetapi tidak adanya unsur pengeditan dengan memblur wajah si pelajar itu sangat saya sesalkan, karena dia masih dibawah umur dan masa depanya sebagai penerus bangsa masih panjang," ungkapnya.
Pentingnya Peran Orang Tua dan Lingkungan Sekolah Dalam Antisipasi Kenakalan Pelajar
Lia Istifhama yang juga sebagai Advokat tersebut memaparkan jika masa remaja termasuk masa transisi paling dramatis, apalagi kenakalan remaja yang masih duduk dibangku SMP memerlukan teknik yang tepat. Anak di umur atau masa-masa ini merupakan proses pencarian jati diri. Tak mengherankan bila akan ada banyak penolakan-penolakan aturan karena mereka mulai memiliki pola pikir dan keinginannya masing-masing.
"Umumnya, anak-anak yang cenderung ‘nakal’ memiliki latar belakang permasalahan. Mungkin karena orang tua terlalu sibuk, broken home, atau gangguan belajar. Segala kemungkinan alasan tersebut harus dikulik agar orang tua bisa mengatasinya.
Aktivis Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak, Lia Istifhama (foto: dok lia istifhama)
Jika orang tua telah memahami alasan utama dibalik kenakalan buah hati mereka, maka cara mengatasi kenakalan remaja usia SMP ini bisa lebih kondusif dilakukan. Baik dengan perbaikan di dalam rumah, maupun bekerja sama dengan pihak pengajar di sekolahan mereka menuntut ilmu," papar Lia.
Ketua DPD Perempuan Tani HKTI Jawa Timur ini menjelaskan jika kenakalan remaja di usia SMP yang sedang pubertas orang tua juga wajib memberikan batasan dan pagar yang jelas terkait hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal ini akan membuat anak lebih waspada pada sesuatu yang mungkin akan menjerumuskannya pada keburukan.
"Aturan dan sanksi akan jadi salah satu pegangan anak ketika hendak melakukan sesuatu. Pentingnya dalam konsistensi aturan dan sanksi juga jadi salah satu hal yang akan diingat oleh anak ketika melakukan kesalahan.
Ketika aturan telah ditetapkan, kemudian anak melanggar, maka izinkan buah hati kita menjalankan konsekuensi yang harus diterima. Hal ini akan mengajarkan kepada anak untuk bertanggung jawab pada setiap tindakan yang telah dilakukan," jelasnya.
Lia menegaskan jika pada umumnya, remaja diusia SMP memang masih tahap coba-coba hal baru yang menarik minat tanpa memikirkan risiko jangka panjang. Hal ini perlu diwaspadai para orang tua. Oleh karena itu Orang Tua harus bersikap seperti Sahabat kepada anak.
"Di usia Sekolah Menengah Pertama, tingkatan ego anak semakin meningkat. Mereka mulai menyadari adanya virus merah jambu, bahkan mungkin memiliki rasa penasaran yang tinggi. Jika kehidupan di rumah tidak memberi dukungan dalam mengembangkan rasa ingin tahu tersebut ke arah yang benar, bukan hal mustahil bahwa mereka akan bertindak menyimpang. Langkah yang bisa jadi salah satu cara mengatasi kenakalan remaja di usia ini yakni dengan menjadikan anak sebagai kawan dan sahabat," harapnya.
Sementara untuk dilingkungan Sekolah, pihak pengajar atau guru harus melaporkan segala perkembangan siswa terkait permasalah, prestasi atau masalah lainnya kepada wali murid. Bisa dengan membentuk komite sekolah untuk proses informasi perkembangan siswa dilingkungan tempat mereka belajar.
"Komite sekolah atau perkumpulan wali murid bersama pihak sekolah juga memiliki peran dalam perlindungan anaknya di sekolah. Komunikasi yang baik antara guru dan wali murid sangat membantu mengetahui perkembangan anak baik di rumah atau di sekolah,"ujarnya.
"Dengan peran orang tua dan peran guru atau pihak sekolah yang saling mendukung dalam permasalahan perkembangan siswa, maka kenakalan pelajar SMP bisa di rem atau di cegah. Agar kasus perilaku siswa atau pelajar SMP di Sidoarjo yang berani melawan Polisi seperti video viral di Medsos tersebut tidak kembali terulang," pungkas Keponakan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |