Pemprov Maluku Utara Desak BPK Investigasi Membeludaknya Eksploitasi Pertambangan
TIMESINDONESIA, TERNATE – Pemprov Maluku Utara dan sembilan kabupaten/kota di provinsi ini mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan investigasi sektor pertambangan, baik kepada perusahaan dan industri pertambangan, terutama yang beroperasi di wilayahnya.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Gubernur Malut M Yasin Ali, Selasa (10/1/2023), setelah mengikuti Rapat Koordinasi Dana Bagi Hasil yang digelar Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku Utara kemarin.
Advertisement
Yasin menambahkan, Pemprov juga meminta Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan mengaudit kebenaran material atas eksploitasi sumber daya alam di Maluku Utara dari tahun 2020-2022.
Kebenaran material ini juga diminta untuk disampaikan kepada Presiden RI yang melibatkan Pemprov Maluku Utara serta kabupaten/kota se-Maluku Utara sebagai auditor negara.
"Jangan kita tinggal diam saja, sehingga pemerintah pusat menganggap enteng kita di Maluku Utara," kata Yasin.
Ia mengungkapkan, perusahaan dan industri pertambangan di Maluku Utara selama ini dianggap tidak terbuka soal data kepada pemerintah daerah. Akibatnya, Pemprov Maluku Utara tidak bisa melakukan perhitungan yang akurat atas hasil dari perusahaan tambang dan industri produksi tambang.
Karena itu, Yasin meminta agar semua pihak melakukan gebrakan dengan membuat penghitungan akurat, misalnya hasil produksi tambang, sehingga pembayaran DBH tidak meleset.
"Jadi saya minta dari akademisi, dan seluruh pihak untuk bisa membantu kita agar supaya ada gebrakan-gebrakan ke pusat," tandasnya.
Tujuh Poin Kesepakatan Rakor DBH Pemprov Maluku Utara
Yasin menyebutkan, pada rakor DBH kemarin disepakati setidaknya tujuh poin penting. Poin pertama yakni surat keberatan melalui audiensi gubernur, bupati, dan wali kota kepada Presiden atas pengelolaan pertambangan, baik dari aspek kewenangan maupun DBH.
Poin lainnya adalah meminta dukungan regulasi melalui Perpres tentang Pengelolaan Pertambangan di wilayah kepulauan, khususnya wilayah Maluku Utara.
Selanjutnya, kata Yasin, mengajukan keberatan kepada DPR RI, melalui Komisi XI bidang Keuangan dan Komisi VII bidang Pertambangan, untuk menghadirkan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, bersama Pemerintah Provinsi dan Kab Kota, atas kejelasan eksploitasi sumber daya alam di Maluku Utara Tahun 2020-2022.
“Kami juga mengajukan judicial review atas UU no 1 Tahun 2022 tentang HKPD, yang tidak mempertimbangkan konsep otonomi daerah dalam TAP MPR, dan mengabaikan Indonesia sebagai negara kepulauan,” kata Yasin.
Poin lainnya, kata Yasin, adalah pemprov, kabupaten/kota akan menindaklanjuti pertemuan selanjutnya dengan merumuskan permasalahan di masing-masing daerah yang akan disampaikan kepada gubernur.
“Poin selanjutnyaadalah konsolidasi perjuangan bersama provinsi, kabupaten, kota, dan masyarakat diharapkan diikuti oleh wakil rakyat Maluku Utara di DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota agar bersama-sama memperjuangkan yang menjadi hak masyarakat Maluku Utara,” jelas dia.
Jika dibutuhkan, kata Yasin, Pemprov Maluku Utara, kabupaten, dan kota yang akan menginisiasi pertemuan daerah-daerah tambang di Indonesia untuk bersama-sama mengajukan keberatan dan uji material atas UU HKPD dan UU Minerba. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |