Peristiwa Daerah 1 Abad NU

Shinta Ratri, Pendiri Pesantren Waria Yogyakarta Meninggal Dunia

Rabu, 01 Februari 2023 - 11:53 | 137.43k
Shinta Ratri (jilbab hitam) semasa hidupnya ketika mendampingi transgender beragama Katolik ketika merayakan Natal di Hotel Horaios Gowongan Kidul, Kota Yogyakarta, Jumat (17/12/2021) (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Shinta Ratri (jilbab hitam) semasa hidupnya ketika mendampingi transgender beragama Katolik ketika merayakan Natal di Hotel Horaios Gowongan Kidul, Kota Yogyakarta, Jumat (17/12/2021) (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
FOKUS

1 Abad NU

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Kabar duka datang dari kalangan transgender atau waria. Pendiri sekaligus pengasuh Pesantren waria Al Fatah YogyakartaShinta Ratri dikabarkan meninggal dunia pada Rabu (1/2/2023) sekira pukul 05.30 WIB di RSUD Wirosaban.

Sesuai rencana, dari rumah sakit jenzah akan dibawa ke rumah orang tuanya, tak jauh dari Masjid Al-Huda atay Kantor Kelurahan Jagalan, Kotagede, Kota Yogyakarta. Sesuai rencana, jenazah akan dimakamkan siang ini sekitar pukul 14.00 WIB.

Advertisement

"Iya betul, beliau meninggal pagi tadi," kata Maharani, teman dekat almarhumah.

Semasa hidupnya, Shinta dikenal sosok yang ramah. Ia menjadi tempat curhat bagi kalangan transgender.

Tak hanya di Yogyakarta, ia juga dikenal di berbagai wilayah di Yogyakarta. Terlebih ketika ia memutuskan mendirikan pesantren untuk kalangan waria di Kota Yogyakarta.

Tekadnya mendirikan pesantren semakin kuat ketika mendapatkan banyak dukungan dari tokoh islam dan ulama di tanah air.

"Beliau ini sosok yang langka. Tak hanya di kalangan transgender beragama islam, beliau juga memberikan semangat dan mendampingi teman-teman waria beragama lain," tandas Maharani.

Bagi manusia, tidak ada satupun makhluk yang bisa memilih menjadi apa atau siapa di dunia. Termasuk Shinta Ratri, seorang waria yang menerima jati dirinya utuh, tanpa mengurangi hak bertuhan.

Memiliki nama lahir Tri Santoso Nugroho, Shinta seolah telah kebal dengan perlakuan diskriminatif dari orang-orang di sektiarnya. Ia dicibir, dirundung, hingga dipersekusi.

Perlahan semua itu sirna sendiri lewat prestasi pribadi Shinta sejak di bangku sekolah. Juga kemandiriannya dalam menghidupi diri.

"Sesungguhnya ketika kita menjadi diri sendiri, itu sudah menjadi sesuatu yang paling bahagia. Ketika kita menjadi diri yang disukai orang lain itu adalah penderitaan," Tutur Shinta Ratri dikutip dari detik.com, Rabu (1/2/2023).

Shinta lahir dari keluarga yang kerkecukupan dan berpendidikan. Mereka biasa hidup demokratis. Menjelang lulus SMA, Shinta diajak berdiskusi oleh keluarganya. Ia ditanya apakah akan melanjutkan hidup sebagai waria selamanya. Semula dia marah dan sedih karena merasa diadili.

Akhirnya Shinta Ratri berucap bahwa dirinya tidak pernah berdoa untuk menjadi seseorang seperti yang dia jalaninya itu.

Dia hanya menjalankan panggilan jiwa sebagai perempuan dan memilih berani mengekspresikannya. Keluarga Shinta pun akhirnya menerima dan memperlakukan Shinta sebagai perempuan hingga saat ini.

Lulus sebagai Sarjana Biologi dari Universitas Gadjah Mada, Shinta memilih profesi sebagai pengusaha kerajinan perak.

Dia juga kemudian aktif memberdayakan para waria di lingkungan Yogyakarta. Shinta dipercaya menjadi ketua IWAYO (Ikatan Waria Yogyakarta), lalu dipercaya untuk memimpin Pondok Pesantren Waria Al-Fattah Yogyakarta.

Dalam payung pondok pesantren itu dia bersama puluhan waria lainnya bergerak mencari Tuhan. Mengejar hak mereka untuk beribadah.

Mereka mendapatkan bimbingan antara lain dari ustaz Arif Nuh Safri. Selain itu, mereka juga beberapa kali berkunjung ke pesantren lain untuk berbagi pengetahuan.

Selain soal agama, di pesantren ini juga ada kegiatan lain seperti pelatihan membuat kerajinan tangan oleh para mahasiwa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta.

Pesantren al Fatah sempat digeruduk FJI (Front Jihad Islam). Mereka meminta Shinta dan kawan-kawan bertobat dan kembali menjadi lelaki.

Komunitas waria ini juga dituding hendak menyebarkan ajaran sesat, perkawinan sejenis, hingga menjadi tempat mabuk-mabukan berkedok pesantren.

Momen tersebut nyatanya memberikan berkah terselubung bagi mereka. Ustaz Arif dan sejumlah aktivis sosial, Komnas Perempuan, hingga anggota DPR RI membela dan melawan sikap FJI.

Hingga saat ini Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta menjadi tempat bernaung puluhan waria. Terutama bagi mereka yang mengalami keterbatasan untuk berupaya dekat dengan Tuhannya di ruang publik.

Betapa pun, para waria berhak untuk beribadah, menyembah Tuhan sesuai dengan agama dan keyakinan mereka Itulah yang diperjuangkan  oleh pendiri sekaligus pengasuh Pesantren waria Al Fatah YogyakartaShinta Ratri. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES