Buku Kiai Iskandar Sulaiman, Kado 1 Abad NU dari Kota Batu

TIMESINDONESIA, BATU – Warga Nahdliyin Kota Batu sangat luar biasa menyambut 1 Abad NU (Nahdlatul Ulama). Selain membentangkan bendera raksasa di Gunung Panderman, mereka juga membuat sebuah buku yang mengisahkan KH Raden Panji Iskandar Sulaiman.
Adalah Alfi Saifullah, warga Nahdliyin yang pernah menjadi Ketua 1 IPNU Kota Batu ini mengobati rasa penasaran warga Nahdliyin terhadap sosok Sang Kiai Iskandar Sulaiman.
Advertisement
Iskandar Sulaiman adalah sosok menyebar ajaran Islam melalui Nahdlatul Ulama (NU) di Malang Raya. Ia adalah santri Pesantren Tebuireng Jombang.
Iskandar Sulaiman adalah santri yang dipercaya keluarga ndalem KH. Hasyim Asy’ari. Hal ini dibuktikan dengan penunjukannya sebagai Konsul NU Jawa Timur I untuk wilayah Malang dan Matraman pada 1934.
Ia juga ditunjuk sebagai Sekretaris sekaligus tuan rumah Muktamar NU ke 12 pada 1937. Selanjutnya ketika PETA dibentuk pada 1943 dan menggelar Pelatihan Militer untuk pertamakalinya, bersama Kholiq Hasyim (Putra KH. Hasyim Asyari) dan Wahid Wahab (Putra KH. Wahab Hasbulloh), Iskandar Sulaiman diperintahkan untuk mengikutinya.
Sehingga ketika KH. Hasyim Asyari di tahan oleh Jepang, adalah Wahid Wahab ditemani Iskandar Sulaiman yang diperintahkan untuk berdiplomasi dengan pihak Jepang agar membebaskan Rois Akbar Jam’iyyah NU tersebut.
Sebagai perwira angkatan Ppertama PETA, KH. Iskandar Sulaiman selanjutnya ditugaskan untuk melaksanakan Pendidikan Militer PETA di tingkat wilayah.
Karena kedudukannya tersebut, sehingga beliau selalu terlibat dalam semua operasi militer baik dimasa merebut atau ketika mempertahankan kemerdekaan.
Beliau meninggal pada 1963 ketika masih aktif menjadi Anggota DPRGR yang mewakili Golongan NU Jawa Timur.
Keistimewaan Buku Kiai Iskandar Sulaiman
Buku edisi spesial 1 Abad NU benar-benar istimewa, bukan hanya karena mengupas sosok KH RP Iskandar Sulaiman yang istimewa, tapi proses pengerjaannya membutuhkan waktu tujuh tahun.
"Ide menulis buku ini muncul usai sholat di Masjid Sulaiman pada tahun 2015, saya kagum kok ada Masjid kuno di Dusun Sekar Putih Pendem tapi masih terawat sangat baik," ujar Alfi Saifullah.
Penulis kelahiran Kota Batu tahun 1990 ini juga melihat sebuah rumah berarsitektur kuno (dibuat tahun 1930) berdiri kokoh di depan Masjid Sulaiman. Tertulis kalimat Wisma Bhakti di tembok bagian atas rumah kuno ini.
Pegawai Universitas Islam Malang (Unisma) semakin penasaran siapa pemilik Masjid dan rumah kuno tersebut. Matanya tertuju di sebuah prasasti yang terpasang di dalam Masjid.
Dalam prasasti tertera nama KH RP Iskandar Sulaiman. Alif pun tergelitik penasaran. "Kok tidak pernah ada yang membahas secara mendalam kyai ini (Iskandar Sulaiman), kalau pun ada yang membahas itu pun hanya sekilas," ujar Alif.
Sebagian tidak tahu siapa sebenarnya RP Iskandar Sulaiman, meskipun banyak Raudlatul Athfal (setingkat TK-red), Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD-red) dan Masjid yang menggunakan nama Iskandar Sulaiman.
"Bisa jadi warga tidak tahu bagaimana kiprah dan perjuangan yang ditorehkan Kiai Iskandar Sulaiman semasa hidupnya," ujar Alfi.
Ayah satu anak ini penasaran dan prihatin karena minimnya referensi tentang Iskandar Sulaiman. Beberapa literatur hanya menyebut Iskandar selain dikenal sebagai Kiai dan tokoh NU saat itu, ternyata ia juga seorang tentara.
Alfi pun mencari siapa keturunan dari Kiai RP Iskandar Sulaiman hingga akhirnya ia bertemu dengan Ani Widiyati, satu-satunya pewaris almarhum Kiai Iskandar Sulaiman.
"Sekarang beliau sudah meninggal dunia setelah tahun 2015 telah memberikan kepada saya informasi, buku catatan maupun foto. Semoga hal ini tercatat sebagai amal kebaikan," ujar Alfi.
Menurut Alfi, salah satu sulitnya mendapatkan referensi dikarenakan minimnya narasumber.
Penulisan Buku Kiai Iskandar Sulaiman Sempat Terhenti
Ia mengatakan bahwa sebenarnya buku setebal 200-an halaman itu adalah coretan tahun 2015 yang terbengkalai dan baru terselesaikan pada 2022.
"Sempat terhenti, karena minimnya referensi, narasumber yang ada hanya memberikan keterangan sekilas. Kita pun harus merangkainya dan mengkomparasikan dengan dokumen yang ada," ujar Alfi.
Ia kembali menulis setelah bermimpi didatangi almarhum Iskandar Sulaiman. "Beliau hanya berdiri, terdiam melihat saya," ujarnya.
Setelah mimpi itu, ia kembali melihat coretan di naskahnya dan kembali mencari narasumber yang lain kemudian melanjutkan tulisannya.
Ia akhirnya bertemu dengan Mayor KH Mashudi, seorang kiai yang menjadi pelaku sejarah yang mengangkat jenazah Hamid Rusdi dan mencari literatur di perpustakaan Museum Brawijaya Malang.
"Alhamdulillah kita diberikan kemudahan, Kepala Perpustakaan Museum Brawijaya, Pak Drs Eko Budi memberikan izin dan meminjamkan bukunya kepada saya," ujar Alfi.
Berbekal data-data yang ada akhirnya tercipta buku istimewa ini. Buku setebal 200 halaman ini dicetak terbatas 150 eksemplar dan sementara di jual di kalangan terbatas dengan harga yang sangat murah, Rp50 ribu.
Tokoh NU Kota Batu, Ulul Azmi memberikan apresiasi terhadap karya Alfi Saifullah ini. "Di tengah dunia yang demikian dahsyat peranan alat elektronik, karya buku ini menjadi karya seni yang disukai, apalagi isinya mengenai biografi sosok ulama pejuang yang menginspirasi dan memotivasi generasi muda," ujarnya.
Buku ini lebih mengenalkan lagi sosok Kiai Iskandar Sulaiman bahwa di Kota Batu, tepatnya di Desa Pendem pernah lahir seorang negarawan, seorang pejuang kiai yang tidak hanya berperang melawan penjajah namun juga menjadi seorang guru yang menyebarkan dakwah NU. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sholihin Nur |