Perih Perlawanan KH Zaini Mun'im, Pendiri Ponpes Nurul Jadid Paiton

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Ponpes Nurul Jadid Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur adalah salah satu pesantren besar di Jawa Timur. yang kini sedang memperingati harlah ke-74. Di balik sejarah Ponpes Nurul Jadid, ada sosok KH Zaini Mun'im yang merupakan pendiri sekaligus tokoh perlawanan penjajah Belanda.
Tepat pada Minggu (19/2/2023), pesantren ini sedang memperingati harlah ke-74. serangkaian acara digelar di Ponpes Nurul Jadid, untuk memperingati hari jadi sekaligus mengenang perjuangan KH Zaini Mun'im.
Advertisement
Jika ditarik ke belakang, maka Ponpes Nurul Jadid Paiton berdiri pada tahun 1948. Tiga tahun setelah Republik Indonesia diakui dunia sebagai negara merdeka.
Usia 74 tahun tentu bukan usia muda. Perjalanan panjang telah dilalui Ponpes Nurul Jadid. Baik perjalanan dari sisi pendiri, KH Zaini Mun'im, maupun estafet kelembagaan pesantren.
Perjalanan melawan kepercayaan menyimpang masyarakat setempat, juga telah dilalui. Belum lagi melawan penjajah Belanda, yang ketar-ketir dengan sosok KH Zaini Mun'im karena dianggap mampu menggerakkan hati rakyat.
Khusus untuk melawan penjajah Belanda, berdasarkan website resmi Ponpes Nurul Jadid nuruljadid.net, semboyan 'Hidup Atau Mati' tetap dipegang teguh oleh KH Zaini Mun'im.
Melawan Keyakinan Masyarakat
Estafet perjuangan KH Zaini Mun'im terus berjalan, hingga berhasil mendirikan Universitas Nurul Jadid. (Foto: unuja.ac.id)
Hidup, berdiri dan bergerak di tanah sendiri nyatanya bukanlah hal mudah bagi KH Zaini Mun'im. Memang, beliau tidak terlahir di tanah Probolinggo. KH Zaini Mun'im lahir di Madura.
Tak perlu disangkal. Bahwa pesantren-pesantren di Probolinggo ada karena hijrahnya santri-santri hebat asal Madura. Sebut saja Kiai Hasan Sepuh, pendiri Ponpes Zainul Hasan Genggong, Pajarakan.
Pun demikian dengan Ponpes Nurul Jadid yang didirikan oleh KH Zaini Mun'im. Lalu, mengapa harus di Desa Karanganyar, Kecamatan Paiton?
Ada petunjuk 'sakti' yang didapat oleh beliau dari KH Syamsul Arifin, ayah dari KH As'ad Syamsul Arifin waliyullah dari Sukorejo, Situbondo.
Sebelumnya, KH Zaini Mun'im mengajukan beberapa contoh tanah kepada KH Syamsul Arifin. Contoh tanah dimaksud agar KH Syamsul Arifin memilih salah satu untuk dipilih, guna tempat KH Zaini Mun'im mendirikan pesantren. Menyebarkan agama Islam, sesuai cita-cita beliau selain syiar melalui Departemen Agama saat itu.
Contoh tanah yang diajukan yakni Genggong Timur, Kraksaan Wetan, Curahsawo, Sumberkerang, dan Karanganyar -dulu masih bernama Tanjung-.
Dari pilihan itu, KH Syamsul Arifin memilih Karanganyar. Pilihan itulah yang kemudian menjadi petunjuk bagi KH Zaini Mun'im untuk bergegas menuju ke Karanganyar.
Sesampainya di desa yang dulu bernama Tanjung itu, KH Zaini Mun'im dibikin tercengang. Terkejut melihat perilaku dan keyakinan yang berkembang di desa tersebut.
Animisme. Adalah keyakinan yang tumbuh subur di Tanjung. Mereka tidak mengenal Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, seperti yang kita yakini saat ini. Bagi mereka, sang pencipta adalah segala sesuatu yang dikeramatkan.
Adalah pohon berukuran besar yang mereka sebut Tanjung, sebagai sesuatu yang berkuasa atas alam semesta. Pohon besar itu berada di tengah-tengah desa, dan menjadi dasar penamaan Desa Tanjung.
Mereka memuja pohon tersebut. Menaruh sesajen di bawah pohon Tanjung, dengan harapan agar roh yang ada di sekitar pohon tersebut memberikan hasil tani yang melimpah.
Pun demikian ketika hasil tanam benar-benar melimpah, sesajen kembali dipersembahkan untuk pohon tersebut.
Tapi berkat kesabarannya, KH Zaini Mun'im perlahan 'mengikis' keyakinan tersebut. Sambil membabat alas desa setempat, untuk kemudian membangun musala dan rumah kecil dari bambu dan kayu.
Di bangunan yang sangat sederhana itulah, beliau bersama dua orang santri pertamanya tinggal. Berteduh dari panas dan hujan, sambil menularkan ilmu Islam pada kedua santri.
Dua santri pertama beliau adalah Syafi'uddin, dari Desa Gondosuli, Kecamatan Kotaanyar, Kabupaten Probolinggo. Lalu, Saifuddin dari Desa Sukoadadi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo.
Tapi tak lama setelah itu, KH Zaini Mun'im ditangkap oleh Belanda yang kembali datang ke Indonesia. Belanda menggencarkan agresinya, yang dikenal dengan Agresi Militer I dan II.
Melawan Penjajah Belanda
Baru berhasil membabat alas Tanjung, mengamalkan ilmu kepada dua santri pertamanya, KH Zaini Mun'im kembali dihadapkan pada perlawanan.
Kali ini perlawanannya bukan lagi soal keyakinan animisme masyarakat Tanjung. Tapi melawan penjajah Belanda yang kembali ke Indonesia, pasca Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
KH Zaini Mun'im ditangkap Belanda pada tahun 1948. Ditahan di Lapas Probolinggo selama kurang lebih tiga bulan.
Ada alasan kuat bagi Belanda sehingga harus menangkap beliau. Yakni, Sang Kiai dinilai mampu menggerakkan hati rakyat Indonesia. Menggerakkan rakyat untuk mengobarkan perlawanan terhadap Belanda.
Selama di dalam tahanan, KH Zaini Mun'im dipaksa untuk menyebutkan dimana saja rekan seperjuangan beliau berada. Tapi bukan KH Zaini Mun'im jika dengan mudahnya memenuhi permintaan penjajah.
Beliau tetap menolak! Beliau tetap bungkam meski senjata mengancam. Sekali lagi, prinsip beliau dalam menghadapi penjajah adalah "Hidup atau Mati'.
Karena tak berhasil membujuk KH Zaini Mun'im, Belanda pun putus asa. Mereka kemudian melepasnya dan dikembalikan ke Desa Karanganya. Kembali berkumpul bersama dua santrinya untuk terus mengembangkan pesantren.
Perlu diketahui, bukan kali ini saja beliau berhadapan dengan penjajah. Belanda sudah lama memburu keberadaan KH Zaini Mun'im, sejak beliau masih tinggal bersama keluarganya di Madura.
KH Zaini Mun'im adalah sosok yang selalu menentang penjajahan di Bumi Pertiwi. Tak heran jika Belanda memburunya, hingga beliau melarikan diri ke Probolinggo dan singgah di Tanjung.
Tapi Allah punya rencana lain untuk KH Zaini Mun'im. Rencana yang akhirnya terwujud. Yakni mendirikan pesantren yang kini dikenal dengan nama Ponpes Nurul Jadid.
Pesantren tersebut kini telah memperingati harlah ke-74 tahun. Usia matang untuk sebuah lembaga pesantren dari peliknya perjalanan panjang sejarah Ponpes Nurul Jadid. Peliknya perlawanan sang pendiri, KH Zaini Mun'im.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Rizal Dani |