Peristiwa Daerah

Mengenal Tradisi Punggahan Poso di Makam Ki Ageng Gribig Malang

Rabu, 22 Maret 2023 - 12:45 | 90.35k
Suasana pembagian dan pembuatan kue apem dalam tradisi punggahan poso atau megengan di kawasan pemakaman Ki Ageng Gribig Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Suasana pembagian dan pembuatan kue apem dalam tradisi punggahan poso atau megengan di kawasan pemakaman Ki Ageng Gribig Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sejumlah warga di kawasan Wisata Religi Makam Ki Ageng Gribig Malang menggelar tradisi punggahan poso menjelang Ramadan. Tradisi ini, ditandai dengan pembuatan kuenapem dan membagikannya kepada masyarakat sekitar dan para peziarah.

Masyarakat pun tengah sibuk memasak apem di kawasan pemakaman Ki Ageng Gribig, tokoh ulama yang menyebarkan agama Islam dari Kerajaan Mataram Islam.

Advertisement

Tampak salah satu ibu bernama Halimah tengah memasak apem di gazebo kawasan Pemakaman Ki Ageng Gribig, di Jalan Ki Ageng Geibig, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Sementara, sejumlah laki-laki membantu untuk mengangkat apem-apem yang sudah jadi di sebuah balai di dalam kawasan pemakaman yang juga terdapat makam Bupati Malang pertama.

Ketua Pokdarwis Pesarean Ki Ageng Gribig, Devi Nur Hadianto mengatakan, tradisi Punggahan Poso sendiri berasal dari bahasa Jawa. Dari kata munggah atau menaiki, atau bisa dikatakan menjelang. Sedangkan, kata poso merupakan bahasa Jawa yang berarti puasa.

"Jadi tradisi punggahan poso ini tradisi untuk memasuki mempersiapkan menuju bulan puasa Ramadan. Tradisinya sama dengan megengan, tapi di sini namanya punggahan posi," uhar Devi, Rabu (22/3/2023).

Devi mengungkapkan, pembagian apem pada tradisi Punggahan Poso ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Namun, sempat vakum bebetapa tahun hingga kembali dilanjutkan pada tiga tahun terakhir.

"Ini tradisi lama yang dilaksanakan orang tua kita dahulu. Sebagai wujud kegembiraan dan rasa senang menyambut bulan Ramadan yang datang," ungkapnya.

Pemilihan kue apem, lanjut Devi, karena menyimbolkan permohonan maaf dari kata bahasa Arab, yakni Afwan atau Affuwwun. Kemudian, kata itu diserap dalam bahasa Jawa menjadi Apem. Maka, bisa diibaratkan pemberian apem kepada orang lain ini juga sebagai wujud permintaan maaf sebelum datangnya bulan Ramadan.

"Intinya kita sebelum datangnya bulan Ramadan senang saling meminta maaf dan kita berharap di bulan suci Ramadan kita bisa memperoleh pahala sebanyak-banyaknya," tuturnya.

Pada punggahan poso tahun 2023 ini, warga mempersiapkan setidaknya 200-250 kue apem yang dibagikan kepada masyarakat dan para peziarah di pemakaman Ki Ageng Gribig Malang.

Jumlah tersebut, diketahui meningkat 100 persen dibandingkan tahun 2022 lalu yang hanya membagikan 100 kue apem saja.

"Ini kita bagikan ke peziarah yang datang dan masyarakat sekitar sini. Jadi sebagai pengembangan wisata religi juga sebagai media sodakoh, karena pendanaannya dari mereka-mereka yang mampu di sekitar sini," katanya.

Terpisah, salah satu warga bernama Halimah (56) mengaku sudah tiga tahun ia membantu proses pembuatan apem untuk tradisi punggahan poso atau megengan ini. 

"Kita sejak pagi sudah bagi-bagi ya. Kita juga terus buat, pokoknya total sekitar 250an apem," imbuhnya.

Selama proses pembuatan apem sendiri, kata Halimah, seluruh prosesnya mudah. Apalagi perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga tersebut memang kerap dimintai bantuan oleh warga sekitar untuk membuat kue.

"Sudah sering buat memang. Ini buat apemmnya juga giliran sama yang lain," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES