Yongki Irawan, Budayawan Malang Pelestari Boneka Nyai Puthut Meninggal Dunia

TIMESINDONESIA, MALANG – Budayawan Malang, Yongki Irawan, meninggal dunia. Mbah Yongki, begitu namanya biasa disebut meninggal pada usia 72 tahun, Selasa (28/3/2023) dini hari.
Mbah Yongki adalah sosok seniman dan budayawan yang menekuni seni tradisi Boneka Nyai Puthut. Upacara pemakaman salah satu Penasehat FPK Jatim ini, dilaksanakan Selasa (28/3/2023) di Sukun, Kota Malang.
Advertisement
Dikutip dadi tulisan Mashuri, budayawan dan satu peneliti di Balai Bahasa Jawa Timur, permainan atau seni boneka Nyai Puthut biasa digelar tepat pada saat candrakirana, alias saat rembulan bersinar purnama.
Permainan boneka Nyai Puthut ini mirip dengan permainan Nini Thowok yang mashur di wilayah Yogyakarta dan Solo. Permainan rakyat ini dianggap magis karena melibatkan kekuatan roh sehingga mirip dengan jailangkung dengan boneka bisa bergerak-gerak atau menari, tetapi lebih njawani.
Mashuri dalam tulisannya yang berjudul Nyai Puthut, Permainan Nini Thowok Khas Malang (dimuat di sastra-indonesia.com) menjelaskan Mbah Yongky Irawan melakukan semacam ‘revitalisasi’ pada permainan tersebut, lengkap dengan filosofinya.
Berdasar penelusurannya, tercatat pada 1993, permainan Nyai Puthut pernah dimainkan kembali, sebagai ikhtiar dokumentasi pada sejenis kearifan lokal.
Lokasinya bertempat di Desa Kromengan, Malang. Dengan tujuan untuk mengingat warisan budaya lama. Hal itu karena permainan tersebut termasuk langka dan vakum lama.
Pasalnya, dalam waktu yang cukup panjang, permainan ini ‘dilarang’ dan ‘haram’ dimainkan, terutama oleh kalangan agamawan.
Pada saat itu, tercatat hanya ada tiga orang di desa tersebut yang mampu memainkannya.
Mashuri menjelaskan, permainan Nyai Putut ini belum diketahui asal-muasalnya, maupun sejarahnya. Kemiripan dengan Nini Thowok ‘hanya’ terletak pada asal-usulnya yang menyangkut seorang wanita tua.
Namun, Nini Thowok dan Nyai Puthut punya perbedaan karakter yang signifikan. Dalam permainan Nini Thowok, wanita tuanya bersifat baik hati, sedangkan Nyai Puthut berasal dari wanita tua yang masih gemar berdandan, yang lekas marah dan tidak senang jika ada orang yang mengolok-olok dandanannya.
Sifat emosional tersebut menjadikan permainan Nyai Puthut demikian atraktif karena penonton dituntut untuk terlibat aktif. Ihwal pembawaan dan sifat Nyai Puthtut, dapat ditelusuri dari tembang mantranya, yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang dulu suka berdandan untuk menarik perhatian pria.
Ia kemudian meninggal dunia dan arwahnya dapat dihadirkan kembali untuk menari dengan media boneka.
Mashuri juga mengutip penelitian seorang mahasiswa Universitas Negeri Malang, pada tahun 1995, yaitu Mohammad Nasikh Lil Sidi mengenai permainan boneka Nyai Puthut ini.
Penelitian berfokus pada tembang-tembangnya. Dengan kata lain, yang dikaji adalah tembang mantra permainannya yang menggunakan pola bunyi tertentu untuk mengundang makhluk astral dari dunia lain, yakni Nyai Puthut.
Unsur Klenik di Boneka Nyai Puthut
Dikutip dari Tajuk24.com, Mbah Yongki Irawan disetiap kesempatan mengatakan permainan Nyai Puthut adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan.
Mbah Yongki juga tak bosan mengatalan, bahwa permainan Boneka Nyai Puthut adalah permainan mistis dan klenik. Zaman dulu, permainan ini didahuli beberapa ritual seperti sesaji, pembacaan mantra dan pembakaran dupa serta dimainkan saat bulan purnama.
"Kami bisa memainkan Boneka Nyai Puthut tanpa sesaji, tidak mengkaitkan dengan mitos pemanggilan arwah. Dapat dimainkan kapan saja dan dimana saja, oleh siapa saja, maka kami merasa tertantang untuk melestarikan permainan ini,” lanjut mbah Yongki seperti dikutip dari tajuk24.com dalam berita yang tayang 18 November 2022. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |